JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Bekto Suprapto mengatakan, pihaknya menemukan sejumlah permasalahan pada personel polisi terkait penggunaan senjata api.
Menurut dia, seringkali polisi salah langkah dalam menggunakan kewenangan diskresi.
Selain itu, Bekto menilai, banyak polisi yang tidak melatih kemampuan menembak secara rutin.
Ia mencontohkan, Brigadir K, anggota Polres Lubuk Linggau yamg menembak mobil berisi satu keluarga karena mengelak saat razia.
"Brigadir K terakhir berlatih menembak dengan senjata yang sama pada 2008, saat dia sekolah," ujar Bekto, dalam diskusi di Jakarta, Kamis (27/4/2017).
Masalah lain juga ditemukan di sejumlah jajaran kepolisian lain.
Menurut Bekto, seharusnya ada arena latihan menembak di setiap kantor unit kepolisian. Latihan juga harus dilakukan secara rutin.
"Idealnya siapapun yang punya senjata tiga bulan sekali harus latihan lagi cara menembak. Mereka kurang dapat porsi latihan kapan harus menembak," kata Bekto.
Kurangnya ketersediaan peluru dijadikan salah satu dalih minimnya latihan menembak bagi polisi.
Menurut Bekto, penggunaan senjata api oleh polisi harus dievaluasi.
Pilihan tindakan saat menghadapi suatu keadaan juga perlu dilatih.
Sebab, kewenangan diskresi digunakan dengan menggunakan insting personal, apakah tepat melontarkan tembakan dalam keadaan tertentu.
Jika salah, maka akan bernasib sama seperti Brigadir K.
Meski demikian, bukan berarti polisi jadi takut menembak karena tak ingin salah langkah.
Bekto mengatakan, lambatnya keputusan yang diambil justru bisa membahayakan diri sendiri atau masyarakat.
"Yang penting bagi polisi jangan takut nembak, tapi harus kuasai betul kapan boleh nembak, kapan tidak boleh " kata Bekto.