Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ada Kasus Penistaan Agama, PPP Tak Mampu Raih Suara Pendukung untuk Ahok

Kompas.com - 23/04/2017, 15:31 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani mengakui banyak konstituennya yang lebih memilih pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno dalam Pilkada DKI 2017. Padahal, dalam putaran kedua, PPP mendukung pasangan Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat.

Pasangan petahana itu pun kini harus menerima kekalahannya dari Anies-Sandi. Namun, Arsul menilai, membelotnya para konstituen PPP tidak lain disebabkan karena kasus penodaan agama yang kini membuat Ahok menjadi terdakwa.

Hal yang sama, lanjut Arsul, terjadi pada basis pendukung Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

"Ketidakmampuan PPP maupun PKB menarik bagian dari pemilihnya harus diakui karena kasus dugaan penistaan agama," kata Arsul saat dihubungi Kompas.com, Minggu (23/4/2017).

(Baca: Politisi PDI-P: Banyak Faktor Ahok Kalah, Salah Satunya Keluhan Birokrat)

Arsul mengatakan, jelang pemungutan suara, kondisi semakin diperparah dengan munculnya iklan video Ahok-Djarot yang dianggap menyudutkan umat muslim.

Dalam video itu digambarkan massa yang berpakaian muslim tengah berdemonstrasi dan membawa tulisan "ganyang china".

"Video itu ditangkap mayoritas pemilih paslon 1 yang muslim sebagai cara tidak elegan dengan menghadap-hadapkan keislaman dengan kebhinekaan," ucap Arsul.

Arsul mengatakan, mayoritas pemilih di DKI Jakarta sebenarnya adalah muslim moderat. Mereka tidak pro dengan cara menggunakan agama dan menghadapkannya dengan paham lain.

"Ini yang kami yakini tidak disadari oleh beberapa elemen timses paslon 2 sehingga mereka keliru strategi antara lain dengan mengeluarkan video viral tersebut," ucap Anggota Komisi III DPR ini.

(Baca: Ahok-Djarot Kalah, PPP Salahkan Lulung)

Konsultan tim pemenangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno, Eep Saefulloh Fatah, menjelaskan apa saja yang membuat mereka menang telak dalam Pilkada DKI 2017.

Salah satunya berkaitan dengan model pemilih Jakarta yang tidak sama dengan partai yang mereka dukung. Hal ini khususnya terjadi pada PKB dan PPP, yang para konstituennya justru mendukung Anies-Sandi.

"Bayangkan ketika PKB dan PPP akhirnya memutuskan di putaran kedua mengusung Ahok-Djarot, hukuman terbesar kepada mereka bukan dari presiden yang meminta mereka dukung," ujar Eep dalam sebuah diskusi di Cikini, Sabtu (22/4/2017). "Vonis terberat buat mereka adalah dari pemilih mereka sendiri," kata Eep.

Kompas TV Pasangan Anies-Sandi yang unggul di versi real count KPUD tengah mempersiapkan rencana program kerja 100 hari dan proses rekonsiliasi dengan pihak Ahok-Djarot.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

BMKG Sebut Udara Terasa Lebih Gerah karena Peralihan Musim

BMKG Sebut Udara Terasa Lebih Gerah karena Peralihan Musim

Nasional
Disebut Sewa Influencer untuk Jadi Buzzer, Bea Cukai Berikan Tanggapan

Disebut Sewa Influencer untuk Jadi Buzzer, Bea Cukai Berikan Tanggapan

Nasional
Profil Eko Patrio yang Disebut Calon Menteri, Karier Moncer di Politik dan Bisnis Dunia Hiburan

Profil Eko Patrio yang Disebut Calon Menteri, Karier Moncer di Politik dan Bisnis Dunia Hiburan

Nasional
PDI-P Bukan Koalisi, Gibran Dinilai Tak Tepat Konsultasi soal Kabinet ke Megawati

PDI-P Bukan Koalisi, Gibran Dinilai Tak Tepat Konsultasi soal Kabinet ke Megawati

Nasional
Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Nasional
Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Nasional
Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Nasional
Dilema Prabowo Membawa Orang 'Toxic'

Dilema Prabowo Membawa Orang "Toxic"

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Nasional
Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Nasional
Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Nasional
Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com