JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah nama anggota Komisi III disebut mengancam Miryam S. Haryani, mantan Anggota Komisi II DPR yang kini jadi tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus dugaan korupsi e-KTP.
Miryam diduga telah memberikan keterangan palsu dalam upaya pengungkapan kasus dugaan e-KTP. Beberapa anggota Komisi III yang namanya disebut di pengadilan kemudian komplain kepada KPK dan menanyakan bukti yang dimiliki terkait hal tersebut.
"Setiap kesaksian pasti direkam. Apakah pernyataan Miryam yang menyebut nama kami terekam? Kalau ada kami minta. Karena ini juga jadi bahan kami untuk melakukan tindakan hukum bagi yang menyebut nama kami," kata Ketua Komisi III Bambang Soesatyo dalam rapat Komisi III dengan KPK di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/4/2017) malam.
Adapun nama Bambang sebelumnya disebut dalam persidangan e-KTP pada kesaksian Penyidik KPK Novel Baswedan. Novel menyebut Bambang menekan Miryam agar tak mengakui adanya pembagian uang dalam kasus korupsi itu.
(Baca: 5 Anggota DPR Ini Disebut Ancam Miryam S Haryani terkait Korupsi E-KTP)
"Tapi kalau tidak ada dalam rekaman, maka ini bisa dikatakan mengada-ada," lanjut Bambang.
Hal senada diungkapkan Wakil Ketua Komisi III Desmond Junaidi Mahesa. Nama Desmond juga menjadi salah satu anggota yang disebut Novel saat itu.
Bukti rekaman KPK, kata dia, akan mempertegas bahwa pernyataan tersebut benar diungkapkan Miryam. Jika rekaman tidak ada, maka tudigan tersebut bukan merupakan bukti dan menjadi bagian dari pembusukan institusi DPR.
"Kalau tidak ada rekaman, apa yang dikatakan Miryam tentang saya dan kawan-kawan, maka betul ini rekayasa. Bisa saja dia bohong tapi tidak diakui karena tidak direkam. Ini kecelakaan bagi KPK," ucap Desmond.
(Baca: KPK Ancam Jemput Paksa, Ini Tanggapan Pengacara Miryam S Haryani)
Tiga pimpinan Komisi III pun menyatakan siap mundur jika keterlibatan nama-nama anggota yang disebut dalam persidangan dapat dibuktikan, yakni Desmond, Bambang dan Benny K Harman.
"Kami menuntut ada rekaman itu. Kalau betul saya ngomong sama Miryam, saya mundur. Tapi sampai hari ini saya merasa tidak pernah ketemu. Komisi berbeda, partai beda. Dalam konteks e-KTP enggak ada juga urusannya dengan saya jadi apa kepentingan saya menekan dia?" sambung Desmond.
Sementara itu, Benny K Harman menegaskan KPK harus teliti dalam menyusun Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan dakwaan. Jangan sampai nama-nama yang tak berhubungan dengan suatu kasus menjadi rusak hanya karena disebut padahal dugaan keterlibatannya tak terbukti.
"Begitu dipanggil, disebut saja, rusak itu. Lewat di depan saja, rusak kita. Apalagi disebut. Tolong pertanggungjawabkan itu," kata Benny.
Ia pun menegaskan KPK harus membuka rekaman kesaksian Miryam kepada Komisi III untuk mempertanggungjawabkan pernyataan di persidangan.
"Kalau betul, kami mundur dari Komisi III. Ini taruhan. Tapi kalau KPK yang tidak betul, menurut saya pertimbangkan lembaga ini untuk dibubarkan. Menurut saya ini sebuah kejahatan. Masa rekayasa begitu?" ucap Politisi Partai Demokrat itu.
Jawaban KPK
Terkait hak tersebut, Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif menyatakan pihaknya tak bisa membuka rekaman kesaksian Miryam.
Namun setelah berkonsultasi dengan jaksa KPK, keterangan dalam dakwaan persidangan disebut telah dibuktikan melalui pernyataan lebih dari satu saksi. Kebenaran hal itu menurutnya dapat diuji di persidangan.
"Mohon maaf rekaman tidak bisa kami berikan," tutur Laode.
Sedangkan Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, klarifikasi akan diungkap pada persidangan di mana Miryam duduk sebagai tersangkanya.
"Kebenaran data itu akan diuji di sidang Bu Miryam. Kalau nama bapak-bapak disebut, klarifikasinya di sana," ucap Agus.
(Baca: KPK Cari Aktor Di Balik Keterangan Palsu Miryam)
Sementara itu, Anggota Komisi III Dossy Iskandar Prasetyo mengaku pihaknya telah mengkonfirmasi langsung kepada Miryam. Adapun Dossy merupakan rekan satu partai Miryam, yakni Partai Hanura.
Saat ditanyakan, Miryam mengaku tak menyebut nama-nama tersebut di hadapan KPK dan dirinya tak pernah duduk di Komisi III.
Dossy pun mengusulkan agar permasalahan ini dibawa ke pembahasan tingkat berikutnya, yakni rapat paripurna. Sehingga DPR bisa meminta KPK mengungkap hal-hal yang dinyatakan tak bisa dibuka sebelumnya
"Saya berharap jika KPK menyatakan tidak bisa (buka rekaman), ini harus ditarik ke instrumen parlemen yang memungkinkan bisa. Hak menyatakan pendapat atau turun sedikit, angket," kata Dossy.
(Baca: Jadi Tersangka di KPK, Miryam Berpotensi Dipecat Partai)
Dihujani komplain, KPK lantas akan menanyakan kembali kepada Miryam terkait hal tersebut dan mengecek ketersediaan rekaman yang diminta oleh Komisi III. Laode menyampaikan, hal ini sekaligus dapat dijadikan bahan koreksi dan evaluasi bagi KPK ke depan.
"Ini akan kami jadikan catatan dan kami akan cek. Katena Miryam juga sudah jadi tersangka, akan kami tanya langsung yang bersangkutan tentang ini," ujar Laode.
"Kami akan berikan klarifikasi tersendiri, bisa di KPK, di sini, atau tertutup," sambungnya.