Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ada Wacana KPU dan Bawaslu Daerah Bersifat Ad Hoc

Kompas.com - 31/03/2017, 08:53 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pembahasan Rancangan Undang-Undang Pemilu memunculkan wacana baru.

Keberadaan penyelenggara pemilu di level provinsi dan kabupaten kembali ditinjau ulang.

Struktur di provinsi dan kota atau kabupaten diwacanakan bersifat ad hoc. Pasalnya, mulai tahun 2024 mendatang, pemilu di Indonesia, di level nasional hingga daerah, hanya akan berlangsung sekali dalam lima tahun.

Dengan sistem ini, pemilu legislatif nasional serta daerah, presiden serta wakil presiden, serta kepala daerah, akan berlangsung dalam waktu satu tahun.

Jika demikian, maka keberadaan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di provinsi dan kota atau kabupaten hanya akan bekerja menjelang tahun pemilu.

Hal itu disampaikan Wakil Ketua Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang-undang (RUU) Pemilu Benny K. Harman.

Ia menyatakan, wacana untuk menjadikan struktur KPU dan Bawaslu di daerah bersifat ad hoc memang menguat di rapat Pansus.

Sebab, anggaran yang dikeluarkan negara untuk membiayai gaji Komisioner KPU dan Bawaslu daerah cukup besar.

Hal senada disampaikan oleh anggota Pansus RUU Pemilu dari Fraksi Nasdem, Taufiqulhadi.

"Kalau dibuat permanen seperti KPU di provinsi dan kabupaten seperti sekarang, maka anggaran cukup besar tapi mereka setelah pemilu tak ada beban kerja," kata Taufiq di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (30/3/2017).

Ia menyadari, masing-masing pilihan memiliki dampak negatif dan positifnya. Dengan dibuat struktur ad hoc tentu perpanjangan tangan KPU pusat ke daerah akan melemah.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini mengatakan, DPR perlu melihat format pemilu yang hendak dibakukan.

Jika ke depannya format pemilu yang hendak dibentuk adalah pemilu serentak yang berlangsung hanya dalam setahun, struktur KPU dan Bawaslu daerah yang bersifat ad hoc bisa direalisasikan.

Akan tetapi, jika dalam perkembangannya muncul pemisahan tahun pelaksanaan pemilu nasional dan daerah, maka sebaiknya struktur KPU daerah tetap permanen seperti sekarang.

"Hal itu dulu yang harus dipastikan pembuat undang-undang, dalam hal ini DPR, sebelum memutuskan struktur penyelenggara pemilu daerah bersifat permanen atau ad hoc," ujar Titi.

"Selain itu, yang perlu dipertimbangkan adalah hilangnya fungsi update data dari KPU daerah yang selama ini berjalan. Karena mereka selama ini jadi pusat informasi. Selain itu fungsi pendidikan politik yang telah diberikan mereka juga hilang, itu yang harus dipikirkan," lanjut Titi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com