Manajemen layanan transportasi umum tidak banyak berubah. Manajemen kepemilikan pribadi, sistem setoran dan ngetem membuat angkot kurang diminati penumpang. Alhasil, angkot kian ditinggalkan.
Di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, diluncurkan subsidi bahan bakar minyak (BBM) sekitar Rp 200 triliun per tahun. Penikmat terbesar adalah sepeda motor (53 persen) dan mobil probadi (40 persen). Adapun angkutan umum hanya menikmati 3 persen subsidi (terendah) dan mobil barang 4 persen.
Transportasi berbasis aplikasi
Di era Presiden Joko Widodo, mulai marak penggunaan teknologi informasi dan merambah di sektor transportasi. Muncullah angkutan umum sewa beraplikasi, baik ojek sepeda motor maupun taksi.
Sepeda motor sewa atau ojek apalagi yang beraplikasi, jumlahnya meningkat pesat. Tidak hanya di Jakarta, tetapi sudah merambah di beberapa kota lainnya.
Sekadar catatan, ojek pangkalan berkembang saat krisis moneter 1998, karena banyak terjadi pengangguran. Dalam semua itu, Pemerintah lupa untuk membenahi transportasi umum.
Mendasari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, ojek tidak termasuk jenis transportasi umum. Sepeda motor bukan kendaraan yang berkeselamatan. Sepeda motor hanya cocok untuk digunakan sebagai angkutan lingkungan.
Keberadaan taksi beraplikasi memberi kemudahan bagi warga untuk mendapatkannya. Selain tarif yang relatif murah dibanding taksi resmi. Keberadan teknologi informasi tidak dapat dicegah dan sangat membantu konsumen mendapatkan transportasi umum.
Kota Solo melarang beroperasi taksi beraplikasi. Moda ini dapat diizinkan beroperasi jika bergabung dengan taksi resmi yang sudah ada, jadi, tidak membentuk jenis angkutan umum yang baru. Adapun ojek on line dilarang beroperasi, kecuali untuk antar makanan (go food) atau barang.
Pada 2016, Kemenhub telah mengeluarkan Permenhub Nomor 32 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Umum Penumpang Tidak dalam Trayek Tetap. Secara eksplisit, transportasi online sudah diakomodir.
Masalahnya, para operator transportasi online kurang sepakat dengan aturan tersebut dan menginginkan tidak mengikuti aturan yang sudah dibuat.
Padahal, online sebenarnya hanya sistem. Dengan keterbatasan SDM di daerah, pemda perlu mempertimbangkan masak-masak pemisahan taksi resmi dan taksi online ini.
Peran kepala daerah sangat besar untuk menyegerakan penataan transportasi umum di daerahnya. Pemimpin yang mengurus transportasi umum, sesungguhnya adalah pemimpin yang ikut mengurus kebutuhan rakyatnya, terutama kebanyakan rakyat kecil.
Jika sang pemimpin mampu dan berhasil menata transportasi umum, sangat boleh jadi, dia mampu menata wilayahnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.