Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Djoko Setijowarno
Akademisi

Peneliti Laboratorium Transportasi Unika Soegijapranata

Menyegerakan Penataan Transportasi Umum

Kompas.com - 27/03/2017, 09:47 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorHeru Margianto

Manajemen layanan transportasi umum tidak banyak berubah. Manajemen kepemilikan pribadi, sistem setoran dan ngetem membuat angkot kurang diminati penumpang. Alhasil, angkot kian ditinggalkan.

Di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, diluncurkan subsidi bahan bakar minyak (BBM) sekitar Rp 200 triliun per tahun. Penikmat terbesar adalah sepeda motor (53 persen) dan mobil probadi (40 persen). Adapun angkutan umum hanya menikmati 3 persen subsidi (terendah) dan mobil barang 4 persen.

Transportasi berbasis aplikasi

Di era Presiden Joko Widodo, mulai marak penggunaan teknologi informasi dan merambah di sektor transportasi. Muncullah angkutan umum sewa beraplikasi, baik ojek sepeda motor maupun taksi.

Sepeda motor sewa atau ojek apalagi yang beraplikasi, jumlahnya meningkat pesat. Tidak hanya di Jakarta, tetapi sudah merambah di beberapa kota lainnya.

Sekadar catatan, ojek pangkalan berkembang saat krisis moneter 1998, karena banyak terjadi pengangguran. Dalam semua itu, Pemerintah lupa untuk membenahi transportasi umum.

Mendasari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, ojek tidak termasuk jenis transportasi umum. Sepeda motor bukan kendaraan yang berkeselamatan. Sepeda motor hanya cocok untuk digunakan sebagai angkutan lingkungan.

Keberadaan taksi beraplikasi memberi kemudahan bagi warga untuk mendapatkannya. Selain tarif yang relatif murah dibanding taksi resmi. Keberadan teknologi informasi tidak dapat dicegah dan sangat membantu konsumen mendapatkan transportasi umum.

Kota Solo melarang beroperasi taksi beraplikasi. Moda ini dapat diizinkan beroperasi jika bergabung dengan taksi resmi yang sudah ada, jadi, tidak membentuk jenis angkutan umum yang baru. Adapun ojek on line dilarang beroperasi, kecuali untuk antar makanan (go food) atau barang.

Pada 2016, Kemenhub telah mengeluarkan Permenhub Nomor 32 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Umum Penumpang Tidak dalam Trayek Tetap. Secara eksplisit, transportasi online sudah diakomodir.

Masalahnya, para operator transportasi online kurang sepakat dengan aturan tersebut dan menginginkan tidak mengikuti aturan yang sudah dibuat.

Padahal, online sebenarnya hanya sistem. Dengan keterbatasan SDM di daerah, pemda perlu mempertimbangkan masak-masak pemisahan taksi resmi dan taksi online ini.

Peran kepala daerah sangat besar untuk menyegerakan penataan transportasi umum di daerahnya. Pemimpin yang mengurus transportasi umum, sesungguhnya adalah pemimpin yang ikut mengurus kebutuhan rakyatnya, terutama kebanyakan rakyat kecil.

Jika sang pemimpin mampu dan berhasil menata transportasi umum, sangat boleh jadi, dia mampu menata wilayahnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com