JAKARTA, KOMPAS.com - Wacana komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) dari partai politik dinilai kemunduran demokrasi.
Wacana itu digulirkan oleh Panitia Khusus revisi UU Pemilu. Perwakilan parpol dalam jajaran komisioner KPU dianggap akan mengurangi peluang kecurangan oleh penyelenggara pemilu.
"Komisioner KPU dari parpol adalah langkah mundur demokrasi Indonesia," kata Sekjen Partai Solidaritas Indonesia Raja Juli Antoni, kepada Kompas.com, Minggu (26/3/2017).
Toni mengatakan, pada Pemilu 1999, perwakilan parpol pernah menjadi bagian dari penyelenggara pemilu.
Akan tetapi, saat itu tujuannya untuk memuluskan proses transisi politik dari orde baru ke era reformasi.
Dengan beranggotakan 53 orang dari utusan parpol dan dipimpin oleh Rudini selaku Mendagri saat itu, diharapkan Pemilu 1999 memiliki legitimasi yang kuat karena seluruh utusan partai yang menjadi peserta pemilu juga ikut mengawasi bersama hasil Pemilu 1999.
"Kembali ke wacana masa transisi adalah kemunduran demokrasi yang telah dicapai tidak dengan mudah oleh bangsa Indonesia," ucapjar Antoni.
Ia juga menilai, Komisoner KPU dari parpol akan bertentangan dengan amanat UUD 1945 Pasal 22E ayat 5 tentang kemandirian anggota KPU.
KPU adalah institusi penting produk reformasi. Sistem pemilu jujur dan adil adalah aturan main yang harus dijunjung oleh komisioner KPU di seluruh tingkatan.
"Karenanya sebagai wasit, integritas dan objektivitas dijaga dengan mensyaratkan bahwa komisioner tidak dibenarkan dari utusan Parpol yang merupakan kontestan Pemilu," ujar dia.
Wacana ini muncul setelah Pansus RUU Pemilu melakukan studi banding ke Jerman dan Meksiko.
"Praktik demokrasi bukanlah menu yang bisa diimpor dari satu negara ke negara yang lain. Demokrasi selalu mengalami penyesuaian dan diperdebatkan, karenanya demokrasi masih menjadi pilihan relevan banyak bangsa di dunia," kata Antoni.
Ia menduga, ada indikasi dan upaya DPR untuk mengulur waktu pengesahan UU Pemilu dengan mengangkat wacana utusan parpol di KPU.
Mundurnya pengesahan RUU Pemilu akan berakibat sangat serius pada keseluruhan jadwal tahapan Pemilu 2019.
Oleh karena itu, PSI mendesak DPR RI segera menuntaskan UU Pemilu 2019 sesuai seruan Mendagri, yakni paling lambat April 2017.
"DPR RI agar lebih fokus pada agenda pasal-pasal yang lebih krusial ketimbang membahas usulan yang tidak relevan, prematur dan terbukti "error" dalam menetapkan sampel penelitian," tambah Antoni.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.