Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Namanya Disebut dalam Sidang Kasus Pajak, Ini Penjelasan Luhut

Kompas.com - 14/03/2017, 16:07 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan bicara soal namanya yang disebut dalam sidang kasus suap pejabat pajak.

Luhut mengakui pernah meminta Direktorat Jenderal Pajak membatalkan surat pencabutan pengusaha kena pajak (PKP) terhadap sejumlah perusahaan Jepang.

Menurut Luhut, semua ini berawal dari adanya protes yang diajukan sejumlah perusahaan Jepang di Indonesia.

"Lantas waktu saya ke Jepang, bertemu perdana menterinya, perdana menteri Jepang menyampaikan komplain berat soal itu karena itu melanggar ketentuan dan tidak benar," kata Luhut di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (14/3/2017).

Setelah pulang ke Indonesia, Luhut pun mengundang sejumlah instansi terkait, termasuk perusahaan Jepang yang mengajukan protes, Dubes Jepang untuk Indonesia, dan Kepala Kantor Wilayah Dirjen Pajak Jakarta Khusus Muhammad Haniv.

"Dengan dirjen pajak dibuka bukunya. Setelah dibuka bukunya semua, memang dirjen pajak salah, mereka mengakui itu salah. Lalu mereka bilang mereka akan cabut, ya silakan dicabut," ucap Luhut.

"Pertanyaan saya bisa hari ini enggak? 'bisa saja'," tambahnya.

Namun, Luhut mengaku tidak pernah menindaklanjuti, apakah Dirjen Pajak benar-benar membatalkan surat pencabutan PKP perusahaan Jepang itu.

(Baca: Dirjen Pajak Merasa Tak Terkait Pembatalan Tagihan Pajak Rp 78 Miliar)

Luhut juga membantah bahwa Dubes Jepang sudah berkomunikasi dengan Presiden Joko Widodo terkait masalah ini.

Haniv sebelumnya menyebut nama Luhut saat bersaksi dalam persidangan kasus suap pejabat pajak di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (13/3/2017).

Haniv menjadi saksi bagi terdakwa Country Director PT Eka Prima Ekspor Indonesia R Rajamohanan Nair.

Haniv menyebut Luhut pernah meminta Dirjen Pajak membatalkan surat pencabutan PKP terhadap sejumlah perusahaan Jepang.

Menurut Haniv, saat itu Luhut masih menjabat sebagai Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan.

"Saya dipanggil Pak Luhut. Jadi waktu itu dipanggil Pak dirjen, tapi saya yang dipanggil," kata Haniv kepada jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Menurut Haniv, saat itu di kantor Luhut ada Duta Besar Jepang dan beberapa wajib pajak perusahaan Jepang.

Luhut meminta agar masalah pencabutan PKP sejumlah perusahaan Jepang dapat diatasi dengan segera.

Haniv kemudian menyanggupi permintaan Luhut tersebut. Haniv mengatakan, sebelumnya ia juga mendapat banyak keluhan dari pengusaha asal Jepang dan Korea, termasuk PT EKP soal pencabutan pengukuhan PKP.

Pencabutan PKP itu dilakukan Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing (KPP PMA) Enam Kalibata.

(Baca: Nama Luhut Disebut dalam Sidang Kasus Suap Pejabat Pajak)

"Pak Luhut bilang, 'Ini Dubes Jepang sudah ke Presiden, Kau harus selesaikan ini. Sore ini bisa kau selesaikan?'" Kata Haniv.

Setelah pertemuan itu, Haniv kemudian menghubungi Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi.

Tak lama kemudian, pencabutan PKP sejumlah perusahaan Jepang dilakukan. "Saat itu, semua pengusaha Jepang datang ke saya, bilang terima kasih," kata Haniv.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Nasional
Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Nasional
PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com