"Tiba-tiba Kepala Desa mengirim surat untuk menghentikan kegiatan ibadah kami, pada Desember 2014," tambah dia.
Menanggapi keberatan itu Musyawarah Pimpinan Kecamatan (Muspika) Parung Panjang melakukan pertemuan dengan pimpinan dari tiga gereja. Pertemuan tersebut berakhir tanpa ada kata sepakat.
Akhirnya persoalan tersebut dilimpahkan ke Pemerintah Kabupaten.
Pada 22 Februari 2017, Sekretaris Daerah Kabupaten Bogor bertemu dengan pimpinan gereja di Parung Panjang. Namun, lagi-lagi para pihak tidak mencapai mufakat.
Sekda pun memerintahkan tim Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk meninjau rumah yang dijadikan gereja sekaligus melihat kemungkinan tata ruang jika akan dibangun rumah ibadah.
Kemudian pada selasa 7 Maret 2017, keluarlah berita acara rapat penetapan status quo dari Pemerintah Kabupaten Bogor tanpa ada persetujuan dari pimpinan tiga gereja di Parung Panjang.
Musyawarah Pimpinan Kecamatan (Muspika) Parung Panjang Edi Mulyadi bersama Kepala Kepolisian Sektor Parung Panjang Komisaris Polisi Lusi Saptiningsih, perwakilan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Kantor Urusan Agama (KUA) menyosialisasikan penetapan status quo, Kamis (9/3/2017) lalu.
Penetapan status quo dari Pemkab Bogor menimbulkan tanda tanya di kalangan umat.
Pasalnya, Gereja Kristen Methodist sudah berdiri sejak tahun 1998 dan memiliki izin beribadah dari Kementerian Agama.
Setiap dua tahun, pihak majelis gereja selalu mengurus Surat Keterangan Tanda Lapor ke Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Barat.
Surat tersebut menyatakan umat Kristen Methodist memiliki hak untuk beribadah.
Menurut Abdi, sejak umat Kristen menggunakan rumah sebagai tempat ibadah pada 1998, warga tidak pernah menyampaikan protes.
Interaksi antara umat-beragama di Griya Parung Panjang terjalin cukup baik. Seluruh jemaat gereja yang berjumlah 160 orang tidak pernah terlibat perseteruan dengan umat agama lain.
"Kami akan tetap beribadah karena sampai saat ini tidak ada solusi. Kami beribadah hanya satu minggu sekali. Waktu ibadah pun tidak sampai dua jam, tidak sampai malam hari," ucap Abdi.
Oleh sebab itu, Abdi mempertanyakan penetapan status quo yang diputuskan tanpa melibatkan pihak gereja. Ia berharap pemerintah mencabut penetapan status quo itu.