JAKARTA, KOMPAS.com - Fenomena calon tunggal menjadi salah satu yang disoroti pada pelaksanaan Pilkada Serentak 2017.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengungkapkan, tren calon tunggal naik pada Pilkada Serentak 2017, jika dibandingkan Pilkada Serentak 2015.
Pada Pilkada 2015, hanya tiga daerah yang diikuti calon tunggal. Sementara, pada Pilkada 2017, jumlahnya meningkat menjadi 9 daerah.
"Memang Pilkada Serentak 2015 muncul calon tunggal sehingga sampai pada proses pengambilan keputusan yang terbaik melalui keputusan MK (Mahkamah Konstitusi)," ujar Tjahjo, pada rapat bersama Komite I DPD di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (7/3/2017).
(Baca: Melawan Kotak Kosong, Petahana Ini Gelar Doa Bersama)
Tjahjo mengatakan, perlawanan terhadap calon tunggal juga perlu dicermati. Ia mencontohkan yang terjadi pada Pemilihan Bupati Pati, Jawa Tengah.
Daerah tersebut, kata Tjahjo, salah satu kabupaten yang padat pendukung dan pemilih. Perlawanan terhadap calon petahana Haryanto-Saiful Arifin cukup tinggi.
"'Kotak kosong' juga ada timsesnya. Perlawanan itu muncul. Ini sesuatu yang perlu dicermati," kata Politisi PDI Perjuangan itu.
Dikutip dari pemberitaan Kompas.com, pada 16 Februari lalu, berdasarkan hasil penghitungan suara dari formulir C1 yang dihimpun tim pemenangannya, calon tunggal Haryanto-Saiful mendapatkan 523.482 suara atau 75,27 persen.
Jumlah itu di atas jumlah pemilih yang mencoblos 'kotak kosong', yakni sebesar 172.004 suara atau 24,73 persen.
(Baca: Hasil Sementara, Tak Ada Kotak Kosong yang Ungguli Calon Tunggal)
Warga Pati yang terdaftar dalam pemilih tetap 1.034.256 orang.
Dari jumlah itu, 324.219 orang tidak menggunakan hak pilihnya atau golput. Meski angka calon tunggal meningkat, tidak mengurangi esensi pemilihan yang demokratis.
"Secara keseluruhan apakah demokratis? Demokratis. Datanya meningkat. Dari tiga (paslon tunggal) jadi sembilan. Menang mutlak semuanya," ujar Tjahjo.