Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Islam dan Kesalehan

Kompas.com - 24/02/2017, 15:56 WIB


Oleh:
Husein Ja’far Al Hadar

Menarik membaca artikel F Budi Hardiman berjudul "Kesalehan dan Kekerasan" (Kompas, 6/1). Artikel ini akan mengurai perspektif Islam tentang tema yang diurai dalam artikel tersebut mengingat dominannya narasi kekerasan yang muncul dari tafsir salah kaprah ekstremis Muslim atas Islamnya maupun dikaitkannya Islam dengan isu kekerasan, baik di Indonesia maupun di belahan dunia lainnya.

Meskipun basisnya sangat kuat, bahkan paling kuat dalam Islam, etika tak mendapat perhatian besar dari filosof-filosof Muslim.

Salah satu dari sangat sedikit yang memberikan perhatian besar pada tema itu adalah Ibn Miskawaih, filosof Islam asal Persia abad ke-10 yang disebut sebagai "Bapak Etika Islam" melalui karya monumentalnya berjudul Tahdzibul Akhlak wa Tathir  al-Araq".

Sejak awal, secara filosofis, Ibn Miskawaih meletakkan etika dalam fakultas diri yang disebut an-nafs an-nathiqah (daya berpikir). Oleh karena itu, ia harus dididik.

Ibadah termasuk salah satu "kurikulum" pendidikan etika dalam Islam. Karunia daya pikir itu tak ada kaitannya dengan agama. Basisnya pun adalah nilai universal berupa keadilan.

Bergantung akhlak

Jauh sebelum Nabi Muhammad SAW menerima firman pada umurnya ke-40, ia lebih dulu tampil dengan dua fondasi: rahmat dan akhlak. Dia adalah Nabi Rahmat (Nabi ar-Rahmah) bagi semesta alam (rahmatan lil alamin), bukan sekadar bagi umat Islam (lil muslimin), sebagaimana dalam QS Al-Anbiya: 107.

Dia juga, sebagaimana sabda-Nya dan firman-Nya (QS Al-Qalam: 4), benar-benar diutus untuk menyempurnakan akhlak. Bukan "membawa", melainkan "menyempurnakan". Sebab, etika atau akhlak adalah bawaan daya pikir setiap manusia.

Lebih jauh lagi, dalam Islam, fikih (hukum) selalu diukur dengan parameter akhlak. Shalat, misalnya, untuk menjauhkan kita dari kekejian dan kemungkaran (Al-'Ankabut: 45) serta sebaliknya: neraka Wayl bagi mereka yang shalat untuk riya' dan tak mau memberi pertolongan (Al-Ma'un: 4-7), zakat menjadi sia-sia jika diikuti kata-kata yang melukai (Al-Baqarah: 264), dan seterusnya.

Bahkan, dalam hadis ditegaskan bahwa akhlak yang buruk justru bisa merusak amal, seperti cuka merusak madu atau di hadis lain dimisalkan seperti api melalap kayu bakar (HR Ibn Majah).

Alhasil, pada puncaknya justru sebagaimana Nabi sabdakan bahwa "agama adalah akhlak yang baik, misalnya: jangan marah." Atau di hadis lain dikatakan bahwa kuat dan lemahnya iman bergantung pada akhlak.

Maka, kesalehan dalam Islam sebenarnya juga dan paling mendasar adalah kategori etika. Inilah yang sekaligus menjadi titik salah paham atau bahkan penyelewengan umat Islam yang ekstrem: kesalehan menjadi kategori fikih semata.

Di sinilah salah satu sumber kekerasan oleh sebagian umat Islam: dicerabutnya etika dari hukum (Islam).

Kesalehan menjadi hanya perkara vertikal (hubungan manusia dan Tuhan: hablumin-Allah), minus perkara horizontal (hubungan sesama manusia: habluminannas).

Alhasil, meskipun secara konseptual seharusnya yang saleh secara religius juga saleh secara sosial, tetapi seperti kita temui realitasnya bukan hanya tidak demikian, justru sebaliknya: semakin religius beragama malah semakin garang secara sosial.

Oleh karena itu, sejak awal, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mempromosikan dan memperjuangkan pandangan syariat yang berbasis dan fokus pada pertimbangan maqashid al-syari'ah (tujuan syariat).

Sebab, di sanalah apa yang menjadi etika Islam dalam syariat terkandung.

Di mana kemaslahatan manusia menjadi tujuan utama: satu poin berorientasi ritual, yakni hifzh al-din (menjaga agama), dan selebihnya berorientasi sosial, yakni hifzh al- nafs (menjaga kehidupan), hifzh al-'aql (menjaga akal), hifzh al-mal (menjaga harta benda), hifzh al-nasl (menjaga keturunan), serta hifzh al-bi'ah (menjaga lingkungan).

Kesalehan sosial

Ekstrem dalam syariat merupakan ketentuan. Dikisahkan oleh Sayyidah Aisyah (istri Nabi) bahwa Nabi begitu hangat dalam waktu-waktunya bersamanya, tetapi ketika waktu ibadah tiba, ia seolah lupa pada istrinya. Ia beribadah hingga kakinya bengkak.

Di sisi lain, Nabi justru "mengharamkan" untuk dirinya salah satu jenis madu yang sebenarnya halal secara syariat lantaran demi membahagiakan istrinya yang tak suka pada aroma madu itu.

Maka, seorang Muslim seharusnya sangat ekstrem dalam ruang privat dengan syariatnya, tetapi ia juga sangat moderat dalam ruang publik dengan etikanya. Bukan malah terjebak dalam dualisme tersebut secara dikotomis.

Dalam filsafat kenabian (Islam), sesuatu yang jadi ciri paling khas filsafat Islam yang membedakannya dengan filsafat Yunani, perkara ini telah selesai: wahyu dan akal beriringan. Oleh karena itu, agama tak akan bermasalah dengan ruang publik yang rasional. Sebagaimana agama menjadi "bahan bakar" bagi "jihad kemerdekaan" di masa lalu.

Maka, dalam mistisisme Islam (tasawuf), hukum (syariat) dan etika (akhlak) adalah sesuatu yang integral.

Tak heran jika Nabi, yang meskipun ia telah "bertemu" Tuhan dalam mi'raj-nya sebagaimana menjadi puncak kesalehan religius, tetap kembali ke bumi, hidup di tengah-tengah masyarakat dan berinteraksi dengan kesalehan sosial.

Namun, ironisnya dalam keberislaman kalangan ekstremis, tasawuf justru dinilai sebagai bid'ah (kesesatan) sehingga Islam justru menjadi minus aspek paling mendasarnya: spiritualitas.

Akibatnya, keberislaman benarbenar hanya menjadi ritual, tanpa penghayatan etik-spiritual. Maka, ketika seorang saleh secara ritual, ia akan memonopoli kebenaran dan menuding-nuding sesat atau kafir bahkan sesama Muslim yang berbeda pandangan atau mazhab.

Paradoks dengan seorang sufi yang meskipun mereka benar-benar telah "bertemu" Tuhannya, justru semakin bijak menyikapi realitas.

Semua itu tentu bertolak dari kesalahpahaman atau bisa jadi penyelewengan. Sesuatu yang bisa terjadi di mana saja, termasuk kalangan sufi, di mana adanya kalangan mereka yang disebut "sufi malamati" yang menilai hakikat bisa dicapai tanpa syariat.

Sesuatu yang jelas bertentangan dengan firman Allah bahwa siapa yang mencintai Allah, maka ia harus mengikuti Nabi, di mana syariat menjadi salah satu yang dibawanya (QS Al-Imran: 31).

Pemahaman dan penghayatan keislaman yang dangkal akan mudah dimanfaatkan untuk kepentingan konflik bercorak isu agama.

Surga diburu dengan syariat un sich, sedangkan dalam sabdanya Nabi telah jelaskan bahwa ia tak bisa digapai dengan amal, melainkan rahmat-Nya.

Pada akhirnya, problem kekerasan ini kompleks. Karena itu, butuh pisau analisis yang komprehensif: politik, ekonomi, dan lain-lain.

Adapun agama sejak dulu memang selalu "memesona" untuk dijadikan legitimasi bagi nafsu angkara berlaku keras, menindas, dan lain-lain: sesuatu yang jelas-jelas bertentangan dengan nilai paling mendasar agama.  

Husein Ja'far Al Hadar
Founder Cultural Islamic Academy Jakarta

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 24 Februari 2017, di halaman 7 dengan judul "Islam dan Kesalehan".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Nasional
Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Nasional
Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com