JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Kebebasan Beragama Setara Institute, Halili mengatakan, berdasarkan data Setara Institute, kelompok yang paling banyak menjadi korban pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan yaitu Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar).
Kelompok ini ramai diperbincangkan pada awal tahun 2016, kemudian, Kejaksaan Agung secara resmi menganggap kelompok ini sesat setelah keluarnya fatwa Majelis Ulama Indonesia.
"Pelanggaran kebebasan beragama sepanjang tahun 2016 paling banyak menimpa Gafatar dengan 36 peristiwa," unar Halili di sekretariat Setara Institute, Jakarta, Minggu (29/1/2017).
Halili mengatakan, pola diskriminatif dibangun dengan isu seorang dokter perempuan hilang diduga bergabung dengan Gafatar. Setelah itu, Gafatar dianggap kelompok sesat dan ingin melakukan makar. Buntutnya, terjadi pengusiran ribuan warga eks anggota Gafatar di Moton Panjang, Dusun Pangsuma, Desa Antibar, Kecamatan Mempawah Timur, Kalimantan Barat.
Korban pelanggaran kedua yaitu individu masyarakat dengan 33 peristiwa. Disusul dengan Ahmadiyah dan Syiah dengan masing-masing pelanggaran 27 dan 23 peristiwa.
Melihat angka tersebut, Halili menganggap diskriminasi terhadap kaum minoritas masih tinggi. "Katalisator umum pelanggaran kelompok minoritas adalah menguatnya kelompok intoleran serta lemahnya kebijakan dan regulasi negara," kata Halili.
Untuk Ahmadiyah, katalisator khusus terjadinya pelanggaran kebebasan berkeyakinan itu yakni sosio-religius terhadap eksistensi dan identitas mereka dari Islam. Kemudian, munculnya Surat Keputusan Bersama tiga menteri yang berlandaskan fatwa MUI bahwa kelompok tersebut sesat.
Sementara itu, katalisator khusus untuk Syiah yakni masih lemahnya literasi warga mengenai ajaran yang diyakini mazhab Syiah sebagai salah satu mazhab besar dalam spektrum agama Islam.
"Setara Institute menyimpulkan bahwa yang berlangsung saat ini adalah menguatnya supremasi intoleransi. Kami ingin katakan ke pemerintah, tolong lakukan sesuatu," katanya.