Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Algooth Putranto

Pengajar Ilmu Komunikasi Universitas Bina Sarana Informatika (UBSI).

Gagap Mata Pengawas Kampanye di Dunia Maya

Kompas.com - 25/01/2017, 12:49 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorBambang Priyo Jatmiko

KOMPAS.com - Sejak Menhukham Yasonna H. Laoly meneken Peraturan KPU-RI Nomor 7 Tahun 2015, disusul Keputusan KPU-RI Nomor 123/Ktps/KPU/ Tahun 2016, praktis pesta demokrasi di daerah alias Pilkada sunyi senyap.

Lewat peraturan itu kampanye dengan cara melakukan konvoi atau pawai di jalan adalah haram hukumnya. Aturan tersebut juga mengatur empat sarana kampanye pasangan calon kepala daerah yang dibiayai oleh negara, dan dilaksanakan oleh masing-masing Komisi Pemilihan Umum (KPU) daerah.

Keempat sarana tersebut adalah pemasangan alat peraga kampanye, penyebaran bahan kampanye, iklan di media cetak dan elektronik, dan debat publik antarpasangan calon kepala daerah. Itu yang membuat Pilkada menjadi dingin bila dibandingkan pesta demokrasi sebelumnya.

Aturan itu juga yang membuat putaran kencang rejeki Pilkada melambat. Banyak konsultan politik, lembaga riset, media massa, koordinator pengerahan massa sepi proyek. Pemilu yang biasanya panen, kini tak ubahnya kemarau.

Hal serupa menimpa para pengrajin bahan kampanye. Mulai dari tukang sablon kaos, mug, pin, stiker hingga percetakan kalender dan pamflet kini sepi order karena KPU mengatur seluruh bahan kampanye dikonversi dalam bentuk uang maksimal Rp 25.000.

Bila melanggar, misalnya memasangan iklan kampanye secara diam-diam, ancaman saksinya cukup berat. Mulai dari teguran hingga pasangan calon (paslon) dikenai sanksi pembatalan pasangan calon. Ngeri, meski sejak Pilkada 2015 itu hanya sekedar ancaman.

Lalu adakah jalan mengais suara dan rejeki dari Pilkada? Jelas ada! Tak lain melalui media sosial (medsos). Mengapa medium ini yang dipilih?

Pertama, jumlah penggunanya yang besar. Melihat hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) 2016 didapati dari 132,7 juta pengguna internet Indonesia terdapat 129,2 juta (97,4%) yang mengakses informasi media sosial.

Mayoritas medsos digunakan untuk berbagi informasi (97,5 persen), berdakwah agama (81,9 persen) dan berpolitik (75,6 persen). Dua platform medsos yang paling sering dikunjungi adalah Facebook (54 persen) dan Instagram (15 persen). Sementara itu Twitter yang kerap dijadikan rujukan tanggapan isu rupanya hanya digunakan oleh 7,2 juta orang atau 5,5 persen.

Kedua, sifat medsos adalah ‘market is conversation’ yang artinya market atau pasar isinya adalah individu yang saling bercakap. Artinya, kampanye yang berlangsung melalui medsos bersifat dua arah alias lebih intim.

Ketiga, Sudah pasti murah! Cukup modal berlangganan paket data, kreativitas membungkus marketing kampanye dan yang pasti medium ini mendukung user generated content dimana setiap pengguna medsos dapat memproduksi konten yang mendukung keberlansungan komunikasi tersebut baik dalam bentuk teks, gambar, suara bahkan audio-visual

Meski demikian, ada pula kekurangan dari kampanye di medsos? Pertama, kultur social media marketing mensyaratkan adanya kedekatan antara brand atau person (calon pemimpin daerah) dengan customer yaitu calon pemilih atau pemilih setia. Tanpa itu lupakan keunggulan medsos.

Kedua, medsos bersifat permission marketing. Artinya meski mudah dan murah, medsos sangat tergantung pada ijin dari pasar. Misalnya kalau kita ingin terkoneksi maka wajib hukumnya untuk mendapat approval (persetujuan).

Mayoritas tak peduli

Sayangnya, kampanye melalui medsos yang masif sejak Pilkada DKI 2012 baru mendapat perhatian dalam Pilkada 2017 dimana KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) berwacana melakukan pembatasan penggunaan jumlah akun media sosial (medsos) yang digunakan para calon (paslon) kepala daerah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pedangdut Nayunda Nabila Irit Bicara Usai Diperiksa Jadi Saksi TPPU SYL

Pedangdut Nayunda Nabila Irit Bicara Usai Diperiksa Jadi Saksi TPPU SYL

Nasional
KSP Ungkap 9 Nama Pansel Capim KPK Harus Sudah di Meja Setneg Akhir Mei, Juni Bekerja

KSP Ungkap 9 Nama Pansel Capim KPK Harus Sudah di Meja Setneg Akhir Mei, Juni Bekerja

Nasional
Uang Kuliah Mahal, Pengamat: Kebijakan Pemerintah Bikin Kampus Jadi Lahan Bisnis

Uang Kuliah Mahal, Pengamat: Kebijakan Pemerintah Bikin Kampus Jadi Lahan Bisnis

Nasional
Pansel Capim KPK Didominasi Unsur Pemerintah, KSP Beralasan Kejar Waktu

Pansel Capim KPK Didominasi Unsur Pemerintah, KSP Beralasan Kejar Waktu

Nasional
BNBP: Sumatera Barat Masih Berpotensi Diguyur Hujan Lebat hingga 20 Mei 2024

BNBP: Sumatera Barat Masih Berpotensi Diguyur Hujan Lebat hingga 20 Mei 2024

Nasional
Alexander Sarankan Capim KPK dari Polri dan Kejaksaan Sudah Pensiun

Alexander Sarankan Capim KPK dari Polri dan Kejaksaan Sudah Pensiun

Nasional
Draf RUU Penyiaran: Masa Jabatan Anggota KPI Bertambah, Dewan Kehormatan Bersifat Tetap

Draf RUU Penyiaran: Masa Jabatan Anggota KPI Bertambah, Dewan Kehormatan Bersifat Tetap

Nasional
Latihan TNI AL dengan Marinir AS Dibuka, Pangkoarmada I: Untuk Tingkatkan Perdamaian

Latihan TNI AL dengan Marinir AS Dibuka, Pangkoarmada I: Untuk Tingkatkan Perdamaian

Nasional
Siapkan Sekolah Partai untuk Calon Kepala Daerah, PDI-P Libatkan Ganjar, Ahok hingga Risma

Siapkan Sekolah Partai untuk Calon Kepala Daerah, PDI-P Libatkan Ganjar, Ahok hingga Risma

Nasional
Sektor Swasta dan Publik Berperan Besar Sukseskan World Water Forum Ke-10 di Bali

Sektor Swasta dan Publik Berperan Besar Sukseskan World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
BNPB Minta Warga Sumbar Melapor Jika Anggota Keluarga Hilang 3 Hari Terakhir

BNPB Minta Warga Sumbar Melapor Jika Anggota Keluarga Hilang 3 Hari Terakhir

Nasional
Nurul Ghufron Akan Hadiri Sidang Etik di Dewas KPK Besok

Nurul Ghufron Akan Hadiri Sidang Etik di Dewas KPK Besok

Nasional
LHKPN Dinilai Tak Wajar, Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta Dicopot dari Jabatannya

LHKPN Dinilai Tak Wajar, Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta Dicopot dari Jabatannya

Nasional
Alexander Sebut Calon Pimpinan KPK Lebih Bagus Tidak Terafiliasi Pejabat Maupun Pengurus Parpol

Alexander Sebut Calon Pimpinan KPK Lebih Bagus Tidak Terafiliasi Pejabat Maupun Pengurus Parpol

Nasional
Polri Siapkan Skema Buka Tutup Jalan saat World Water Forum di Bali

Polri Siapkan Skema Buka Tutup Jalan saat World Water Forum di Bali

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com