Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Emirsyah Janji Ungkap Kasusnya

Kompas.com - 23/01/2017, 16:52 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Utama PT Garuda Indonesia (2005-2014) Emirsyah Satar bersedia bersikap kooperatif kepada Komisi Pemberantasan Korupsi untuk mengungkap kebenaran terkait suap pengadaan mesin pesawat Garuda dari Rolls-Royce Plc. KPK kemungkinan menjerat Emirsyah dengan tindak pidana pencucian uang.

Terlebih pengembalian aset akan menjadi salah satu fokus KPK dalam menangani kasus dugaan korupsi ini.

Emirsyah sejauh ini masih dijerat penyidik KPK dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP. Pasal tersebut terkait dengan penerimaan suap yang dilakukan secara bersama-sama dan berkelanjutan.

”Penetapan tersangka terhadap Emirsyah ini merupakan kewenangan KPK. Kami menghormatinya dan berjanji bersikap kooperatif untuk mengungkap kebenaran. Apa yang diketahui akan disampaikan secara terbuka terhadap penyidik agar terang semuanya,” kata kuasa hukum Emirsyah, Luhut MP Pangaribuan, di Jakarta, Minggu (22/1).

KPK meyakini Emirsyah bukan satu-satunya penerima suap dari Rolls-Royce.

Dokumen pernyataan fakta kasus Rolls-Royce Plc dan Rolls-Royce Energy Systems Inc yang diunggah di laman lembaga anti korupsi Inggris, Serious Fraud Office, pada 17 Januari 2017, menunjukkan lebih dari satu pejabat Garuda yang menerima suap.

Dokumen itu menunjukkan keterlibatan perantara 8 yang menjadi rekanan Rolls-Royce dalam penyuapan terhadap pejabat Garuda.

Disebutkan, misalnya, antara 11 Juni 2012 dan 23 Mei 2014, beberapa pembayaran dilakukan melalui akun perantara 8 ke sejumlah akun untuk keuntungan dua pejabat Garuda.

Sebelum itu, pada 11 Oktober 2010 dan 14 Oktober 2010 disebutkan ada transfer 100.000 dollar AS dan 10.000 dollar AS ke akun atas nama pejabat senior Garuda.

Praktik suap melalui perantara ini diduga berlangsung sejak era Orde Baru. Pada kurun waktu 1 Januari 1989 hingga 31 Desember 1998, Rolls-Royce disebut menggunakan jasa perantara 1 pemilik perusahaan A yang disebut bertindak sebagai agen ”kantor Presiden Indonesia”.

Perantara 1 itu menerima pembayaran 2,25 juta dollar AS dan sebuah mobil Rolls-Royce Silver Spirit sebagai penghargaan atas keberpihakan perantara 1 kepada Rolls-Royce untuk kontrak mesin Trent 700.

Menurut Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, saat dihubungi dari Jakarta, Minggu (22/1), tidak tertutup kemungkinan Emirsyah dikenai pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU).

”Kemungkinan menjerat dengan TPPU selalu terbuka, tergantung pada pengembangan hasil penyidikan dan perolehan alat bukti,” kata Marwata.

Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menambahkan, potensi untuk menjerat Emirsyah dengan TPPU akan diteliti oleh para penyidik KPK. Sementara ini, katanya, penyidik masih fokus untuk mendalami sangkaan suap terhadap Emirsyah.

Seperti diberitakan, Emirsyah diduga menerima suap dari Rolls-Royce, perusahaan pembuat mesin pesawat asal Inggris, melalui perantara senilai Rp 20 miliar.

Selain itu, Emirsyah diduga menerima sejumlah barang senilai 2 juta dollar AS. Suap tersebut diberikan terkait pengadaan 50 pesawat dan mesin pesawat selama 2005-2014. Suap diduga diberikan kepada Emirsyah agar Garuda menggunakan mesin Rolls-Royce untuk pesawatnya. (GAL/IAN)

Kompas TV Tersangka, Mantan Dirut Garuda Dicekal ke Luar Negeri

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Cuaca di Arab Sangat Panas, Ma'ruf Amin: Jangan Sampai Jemaah Haji Meninggal Kepanasan

Cuaca di Arab Sangat Panas, Ma'ruf Amin: Jangan Sampai Jemaah Haji Meninggal Kepanasan

Nasional
Prabowo Diminta Hindari Kepentingan Bagi-bagi Kursi, Jika Tambah Jumlah Kementerian

Prabowo Diminta Hindari Kepentingan Bagi-bagi Kursi, Jika Tambah Jumlah Kementerian

Nasional
Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Nasional
Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Nasional
Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Nasional
JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang 'Toxic'

JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang "Toxic"

Nasional
Tanggapi Luhut soal Orang 'Toxic', Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Tanggapi Luhut soal Orang "Toxic", Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Nasional
Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Nasional
Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim 'Red Notice' ke Interpol

Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim "Red Notice" ke Interpol

Nasional
Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Nasional
Anggap 'Presidential Club' Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Anggap "Presidential Club" Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Nasional
Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Nasional
Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Nasional
KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat 'Presidential Club'

Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat "Presidential Club"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com