Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Radikalisme dan Pancasila

Kompas.com - 14/01/2017, 16:57 WIB

Demokrasi membutuhkan kaum demokrat sebagai kolektivitas yang militan. Bukan individu atomistik yang terasing satu sama lain. Individualisme, menurut hemat saya, tidak mampu menangkal radikalisme. Sebab, justru di balik kebebasan individu radikalisme sering mendapatkan tempat persembunyiannya. Kolektivitas militan membutuhkan ideologi komunal-terbuka. Dengan kata lain, demokrasi harus diinjeksi oleh sesuatu dari luar dirinya. Pancasila, saya pikir, dapat berfungsi sebagai antibodi bagi demokrasi melawan radikalisme.

Pancasila tak lain dan tak bukan adalah komunalisme. Dalam salah satu rapat BPUPKI, Soekarno berkata: ”Apa guna grondwet kalau ia tidak dapat mengisi perut orang yang hendak mati kelaparan, maka karena itu, jikalau kita betul-betul hendak mendasarkan negara kita kepada paham kekeluargaan, paham tolong menolong, paham gotong royong dan keadilan sosial, enyahkan tiap-tiap pikiran, tiap-tiap paham individualisme dan liberalisme daripadanya” (Yamin, 1959).

Pancasila pun melawan liberalisasi agama yang berujung pada ”egoisme agama”. Soekarno jauh-jauh hari mengingatkan bahwa ketuhanan jangan terjangkiti oleh liberalisme dan menjadi sebentuk ”egoisme agama”. Soekarno berpesan agar bangsa ini bertuhan secara kebudayaan. Bertuhan secara kebudayaan adalah bertuhan yang mengedepankan sifat toleransi, solidaritas, dan keterbukaan. Soekarno berkata, ”Marilah kita amalkan, dijalankan agama, baik Islam maupun Kristen dengan cara yang berkeadaban; ialah hormat-menghormati satu sama lain.”

Lima sila Pancasila harus dibaca dalam semangat kolektivitas yang memagari demokrasi dari kaum radikal. Ketuhanan, kemanusiaan, kesatuan, kerakyatan, dan keadilan adalah ide-ide kolektivitas. Kita tidak pernah bertuhan sendirian. Kita harus bertuhan sambil memelihara solidaritas antarmanusia. Kesatuan pun harus diletakkan di atas perbedaan.

Perbedaan bukan sesuatu yang menepis, melainkan memperkaya kesatuan. Dalam mengelola perbedaan, kita tidak mengambil suara terbanyak, tetapi bermusyawarah untuk mufakat. Terakhir, keadilan harus menjadi acuan di segala sudut kehidupan. Negara tidak boleh membedakan perlakuan terhadap warganya. Semua berhak menikmati hak sosial, ekonomi, dan politiknya. Tak boleh satu pun warga dicabut hak politiknya hanya karena keyakinan yang bersangkutan.

Sekali lagi, malapetaka mengintai di balik kerah baju demokrasi. Radikalisme bukan pepesan kosong lagi. Dalam arena demokrasi nir-ideologi, radikalisme berkembang secara nyaman. Untuk itu, kita memerlukan Pancasila guna mengisi rongga gelap demokrasi. Pancasila sebagai kolektivitas bekerja memisahkan demos dari non-demos, moderat dari radikal.

Dengan kata lain, yang bukan Pancasilais tidak ambil bagian. Terdengar keras? Memang. Sebab, demokrasi yang terlalu lunak justru memanjakan kaum radikal. Kaum yang satu saat membunuh pengasuhnya sendiri.

Donny Gahral Adian
Dosen Teori-Teori Ideologi Universitas Indonesia

 

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 14 Januari 2017, di halaman 6 dengan judul "Radikalisme dan Pancasila".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Suhu Udara Panas, BMKG: Indonesia Tak Terdampak 'Heatwave'

Suhu Udara Panas, BMKG: Indonesia Tak Terdampak "Heatwave"

Nasional
Jumlah Dokter Spesialis Indonesia Kecil Dibanding Negara ASEAN, Jokowi: Masuk 3 Besar Tapi dari Bawah

Jumlah Dokter Spesialis Indonesia Kecil Dibanding Negara ASEAN, Jokowi: Masuk 3 Besar Tapi dari Bawah

Nasional
Jokowi Sebut Minimnya Dokter Spesialis Kerap Jadi Keluhan Warga

Jokowi Sebut Minimnya Dokter Spesialis Kerap Jadi Keluhan Warga

Nasional
Bappenas Integrasikan Rencana Pemerintah dengan Program Kerja Prabowo

Bappenas Integrasikan Rencana Pemerintah dengan Program Kerja Prabowo

Nasional
BMKG Sebut Udara Terasa Lebih Gerah karena Peralihan Musim

BMKG Sebut Udara Terasa Lebih Gerah karena Peralihan Musim

Nasional
Disebut Sewa Influencer untuk Jadi Buzzer, Bea Cukai Berikan Tanggapan

Disebut Sewa Influencer untuk Jadi Buzzer, Bea Cukai Berikan Tanggapan

Nasional
Profil Eko Patrio yang Disebut Calon Menteri, Karier Moncer di Politik dan Bisnis Dunia Hiburan

Profil Eko Patrio yang Disebut Calon Menteri, Karier Moncer di Politik dan Bisnis Dunia Hiburan

Nasional
PDI-P Bukan Koalisi, Gibran Dinilai Tak Tepat Konsultasi soal Kabinet ke Megawati

PDI-P Bukan Koalisi, Gibran Dinilai Tak Tepat Konsultasi soal Kabinet ke Megawati

Nasional
Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Nasional
Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Nasional
Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Nasional
Dilema Prabowo Membawa Orang 'Toxic'

Dilema Prabowo Membawa Orang "Toxic"

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Nasional
Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com