Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Chappy Hakim
KSAU 2002-2005

Penulis buku "Tanah Air Udaraku Indonesia"

Natal dan Bahasa Jerman

Kompas.com - 24/12/2016, 15:02 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorTri Wahono

Pada tahun 1964, saat saya duduk di awal tahun pertama kelas satu SMA, semua murid diwajibkan memilih satu bahasa asing (Jerman atau Perancis) di samping Bahasa Inggris yang memang sudah menjadi mata pelajaran tetap.

Di kala itu saya memilih untuk mengambil pelajaran Bahasa Jerman ketimbang Bahasa Perancis. Mengapa saya memilh Bahasa Jerman? Karena ayah saya kebetulan di akhir tahun 1960-an berkesempatan mengikuti "Jurnalistik Trip" ke Jerman atas undangan Kedutaan Besar Jerman Barat di Jakarta.

Ayah saya membawa banyak bacaan dan buku-buku dengan gambar-gambar indah tentang Jerman. Tentu saja sebagian besar dari buku tersebut berisi mengenai promosi wisata di Jerman Barat dengan memperkenalkan beberapa kota yang memiliki potensi besar bagi tujuan turis.

Kota Koln, Heidelberg, Hamburg, Berlin, Munich dan lainnya digambarkan dalam banyak foto-foto yang waktu itu masih berwarna hitam putih.

Singkat kata saya kemudian tertarik dan bermimpi bahwa pada satu saat saya akan berkesempatan juga mengunjungi Jerman.

Demikianlah saya mulai belajar Bahasa Jerman di kelas satu SMA di Jakarta. Kebetulan sekali guru saya, seorang lelaki setengah baya yang baru saja pulang dari Jerman, kalau tidak salah atas dukungan "Goethe Institute", memperdalam Bahasa Jerman dan mengajar Bahasa Jerman bagi siswa di luar Jerman, "Deutsche Sprache fur Auslander".

Pada hari pertama ia mengajar di kelas yang dilakukannya adalah benar-benar sesuatu yang out of the box dan sangat di luar dugaan para murid semua. Ia hanya mengatakan bahwa , mari kita belajar bersama Bahasa Jerman dengan cara yang mudah. Sementara itu ia langsung menuliskan di papan tulis, yang saat itu masih berupa black board dengan kapur tulis.

Tulisannya bagus sekali dan semua murid tidak ada yang mengerti karena yang ditulisakannya adalah naskah dalam Bahasa Jerman.

Selesai menulis, ia bertanya kepada murid-murid, apakah ada yang tahu tentang lagu "malam kudus"? Tentu saja hampir semua menjawab tahu atau mengenal dengan baik lagu malam kudus, walau murid yang beragama Kristiani hanya beberapa orang saja.

Sang guru pun langsung menjelaskan bahwa bahasa Jerman itu "gampang" karena semua vokal dalam bahasa Jerman dibaca sama dengan vokal bahasa Indonesia. A dibaca a, i dibaca i dan seterusnya… a-i-u-e-o. Ada beberapa pengecualian memang, yaitu bila e ketemu dengan u maka dibaca "oi" dan bila e bertemu dengan i dibaca "ai".

Setelah itu, kami semua murid diajak menyanyikan lagu malam kudus dengan membaca naskah yang tertulis di papan tulis. Maka bergemalah kelas Bahasa Jerman dengan alunan lagu malam kudus dengan lirik kata-kata Bahasa Jerman. Sebuah metoda yang sangat "cerdas" dari seorang guru Bahasa Jerman dalam mengawali belajar bahasa asing di awal mata pelajarannya.

Otomatis, dengan tanpa terasa sang guru sudah berhasil, minimal menarik hati para murid untuk segera tertarik dalam belajar Bahasa Jerman. Sebuah logika yang sederhana, bahwa bila kita belajar menyanyi dalam bahasa asing, maka paralel dengan itu muncul rasa ingin tahu tentang apa arti dari kata-kata yang terkandung dalam lirik lagu tersebut.

Semua murid merasa senang karena sudah dimulai dengan menyanyi lagu yang iramanya sudah sangat dikenal, dan membaca lafal Bahasa Jerman yang ternyata vokalnya sama dengan bunyi vokal dalam Bahasa Indonesia.

Sampai sekarang ini, sudah bergulir lebih dari 50 tahun lalu, saya masih hafal lagu malam kudus dalam Bahasa Jerman yang berjudul "Stille Nacht Heilige Nacht" itu. Ternyata naskah asli dari lagu malam kudus adalah berasal dari "Stille Nacht Heilige Nacht", Bahasa Jerman yang diciptakan pada tahun 1818 oleh Frans Xaver Gruber dan Joseph Mohr, yang telah diterjemahkan ke berbagai bahasa di seluruh dunia. Dalam bahasa Indonesia menjadi "Malam Kudus".

Inilah nasah aslinya tersebut :

Text : Joseph Mohr, 1816
Melody : Franz Xaver Gruber, 1818

Stille Nacht! Heilige Nacht!
Alles schläft; einsam wacht
Nur das traute heilige Paar.
Holder Knab im lockigten Haar,
Schlafe in himmlischer Ruh!
Schlafe in himmlischer Ruh!

Stille Nacht! Heilige Nacht!
Gottes Sohn! O wie lacht
Lieb´ aus deinem göttlichen Mund,
Da schlägt uns die rettende Stund´.
Jesus in deiner Geburt!
Jesus in deiner Geburt!

Stille Nacht! Heilige Nacht!
Die der Welt Heil gebracht,
Aus des Himmels goldenen Höhn
Uns der Gnaden Fülle läßt seh´n
Jesum in Menschengestalt,
Jesum in Menschengestalt

Stille Nacht! Heilige Nacht!
Wo sich heut alle Macht
Väterlicher Liebe ergoß
Und als Bruder huldvoll umschloß
Jesus die Völker der Welt,
Jesus die Völker der Welt.

Stille Nacht! Heilige Nacht!
Lange schon uns bedacht,
Als der Herr vom Grimme befreit,
In der Väter urgrauer Zeit
Aller Welt Schonung verhieß,
Aller Welt Schonung verhieß.

Stille Nacht! Heilige Nacht!
Hirten erst kundgemacht
Durch der Engel Alleluja,
Tönt es laut bei Ferne und Nah:
Jesus der Retter ist da!
Jesus der Retter ist da!

Kuala Lumpur 24 Desember 2016

Selamat Hari Natal!
Chappy Hakim

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com