Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setara Institute: Belum Ada Keberpihakan Politik Pemerintah terhadap Penegakan HAM

Kompas.com - 12/12/2016, 21:53 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Setara Institute Bonar Tigor Naipospos berharap, tahun ketiga Pemerintahan Presiden Joko Widodo menjadi momentum untuk meningkatkan kinerja pemerintah di bidang penegakan hak asasi manusia (HAM).

Bonar mengatakan, secara umum komitmen pemerintah dalam pemenuhan dan penegakan HAM belum terpenuhi.

Menurut dia, selama dua tahun memimpin, Presiden Joko Widodo belum memenuhi janji-janji dalam Nawacita.

Janji penuntasan kasus pelanggaran HAM masa lalu juga belum direalisasikan.

“Kami berharap tahun ketiga masa kepemimpinan Presiden Jokowi menjadi momentum perbaikan HAM,” ujar Bonar saat konferensi pers hasil survei Indeks Kinerja HAM 2016 di Kantor Setara Institute, Jakarta Selatan, Senin (12/12/2016).

(Baca juga: Nyatakan Ahok Korban Kriminalisasi, Sikap Aktivis HAM Dinilai Prematur)

Bonar mengatakan, saat ini pemerintah belum memiliki sikap yang jelas terkait penegakan HAM dan penuntasan kasus pelanggaran HAM yang terjadi.

Dia pun menilai, Rencana Aksi Nasional HAM (RANHAM) yang diklaim sebagai acuan pembangunan bidang HAM itu hanya menjadi dokumen perencanaan semata.

Artinya, kata Bonar, belum ada keberpihakan politik pemerintah terhadap pemenuhan dan penegakan HAM.

“Untuk tahun pertama dan kedua, fokus pemerintah pada pembangunan ekonomi, infrastruktur dan pengentasan kemiskinan. Itu bukan sesuatu yang salah, tetapi pembangunan tentu saja memerlukan keseimbangan," kata dia.

"Pembangunan yang juga memadukan antara dua dua prinsip, pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial, termasuk HAM. Itu yang belum terlihat,” sambung dia.

Berdasarkan hasil survei Indeks Kinerja HAM di Indonesia tahun 2016, situasi pemajuan dan penegakan HAM tidak mengalami kenaikan yang signifikan.

Pada tahun 2016, indeks kinerja HAM menunjukkan nilai 2,83 dari skala 0-7. Nilai ini masih lebih baik jika dibandingkan hasil survei Setara Institute tahun 2015, yakni 2, 45.

Peneliti bidang HAM dari Setara Institute, Ahmad Fanani Rosyidi, menuturkan, survei tersebut menggunakan delapan variabel sebagai alat ukur utama, yakni penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu, kebebasan berekspresi dan berserikat, kebebasan beragama dan berkeyakinan, serta hak rasa aman dan perlindungan warga negara.

Variabel lainnya adalah penghapusan hukuman mati, penghapusan diskriminasi, hak atas ekonomi, sosial dan budaya, serta rencana aksi penegakan HAM dan kinerja lembaga HAM.

(Baca juga: Soal HAM, Kontras Sebut Pemerintahan Jokowi seperti Punya Kepribadian Ganda)

Berdasarkan hasil survei dan analisis, diketahui bahwa nilai variabel kebebasan beragama dan hak kebebasan berekspresi cenderung menurun. Sementara itu, enam variabel lain nilainya cenderung naik.

“Kenaikan nilai indeks sebesar 0,38 menurut saya tidak signifikan secara statistik. Kondisi pemajuan, perlindungan, dan pemenuhan HAM cenderung naik tapi tidak signifikan,” ujar Rosyid.

Survei Indeks Kinerja HAM oleh Setara Institute dilakukan selama 5 November hingga 5 Desember 2016. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner berbasis website.

Metode pengambilan sampel menggunakan purposive sampling dengan melibatkan 202 ahli HAM berdasarkan kriteria tertentu sesuai dengan topik penelitian.

Hasil survei tersebut memberikan gambaran berdasarkan persepsi ahli tentang situasi penegakan HAM setahun belakangan.

Dalam survei itu, Setara menggunakan sebanyak 202 responden ahli dengan beragam latar belakang seperti akademisi, peneliti, aktivis dan tokoh masyarakat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Bakal Bisiki Prabowo Anggarkan Program Budi Daya Nila Salin Jika Menjanjikan

Jokowi Bakal Bisiki Prabowo Anggarkan Program Budi Daya Nila Salin Jika Menjanjikan

Nasional
Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Nasional
Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Nasional
Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Nasional
Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Nasional
Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Nasional
Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Nasional
Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Nasional
Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Nasional
Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Nasional
Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Nasional
Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com