Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menaker Hanif Bingung Mengapa Buruh Ikut Demo pada 2 Desember

Kompas.com - 24/11/2016, 18:54 WIB
Dimas Jarot Bayu

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri mengaku bingung dengan rencana buruh mengikuti aksi demonstrasi pada 2 Desember 2016.

Hanif menilai, tanggal demonstrasi yang dipilih buruh untuk berdemonstrasi itu kurang tepat. Pasalnya, rencana demonstrasi itu bertepatan dengan Aksi Bela Islam III yang diinisiasi Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI).

Menurut Hanif, demonstrasi yang dibarengi dengan Aksi Bela Islam III itu dapat memperkeruh suasana politik Indonesia.

"Kalau mau demo, demo saja. Ngapain dibareng-barengin sih? Kan tanggalnya masih banyak," ujar Hanif di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Kamis (24/11/2016).

Kendati demikian, Hanif tak melarang adanya demonstrasi buruh pada 2 Desember 2016. Dia hanya mengingatkan agar aksi tersebut dapat dilaksanakan secara tertib.

Selain itu, Hanif juga mengingatkan agar buruh mempertimbangkan manfaat demonstrasi pada 2 Desember 2016 bagi mereka.

"Demo itu merupakan hak pada dasarnya. Tetapi selain harus tertib aturan, juga dilihat manfaatnya buat buruh," kata Hanif.

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengumumkan rencana Mogok Nasional yang akan dilangsungkan pada 2 Desember 2016.

Mogok Nasional akan dilaksanakan dalam bentuk unjuk rasa di 20 Provinsi dan 250 Kabupaten/Kota.

Presiden KSPI, Said Iqbal mengklaim aksi tersebut akan melibatkan hampir satu juta buruh di Indonesia.

Menurut dia, lebih dari 200 ribu buruh di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi dan Karawang akan berunjuk rasa di depan Istana dengan titik kumpul di bundaran Hotel Indonesia (HI).

"Sedangkan Mogok Nasional buruh di 19 Propinsi lainnya dilakukan di kawasan industri dan kantor Gubernur masing-masing," ujar Iqbal dalam rilis persnya.

Adapun tuntutan dalam aksi Mogok Nasional tersebut, yakni meminta pencabutan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015, menaikkan Upah Minimum Provinsi/Upah Minimum Kota (UMP/UMK) sebanyak 15 sampai 20 persen.

Mereka juga meminta polisi memenjarakan Gubernur DKI Jakarta non aktif, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dalam kasus dugaan penistaan agama.

Kompas TV Kapolri & Ketum PP Muhammadiyah Bahas Kasus Ahok
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Dilema PDI-P di Pilkada Jakarta: Gabung PKS atau Buat Koalisi Baru

Dilema PDI-P di Pilkada Jakarta: Gabung PKS atau Buat Koalisi Baru

Nasional
Jelang Pilkada, Baharkam Polri Minta Jajaran Petakan Kerawanan dan Mitigasi Konflik

Jelang Pilkada, Baharkam Polri Minta Jajaran Petakan Kerawanan dan Mitigasi Konflik

Nasional
PPATK Ungkap Lebih dari 1.000 Anggota Legislatif Main Judi Online

PPATK Ungkap Lebih dari 1.000 Anggota Legislatif Main Judi Online

Nasional
Bawaslu Luncurkan Posko Kawal Hak Pilih Pilkada Serentak 2024

Bawaslu Luncurkan Posko Kawal Hak Pilih Pilkada Serentak 2024

Nasional
KY Terima Laporan KPK terhadap Majelis Hakim Perkara Gazalba Saleh

KY Terima Laporan KPK terhadap Majelis Hakim Perkara Gazalba Saleh

Nasional
Belum Sentuh Bandar, Satgas Pemberantasan Judi Online Dianggap Mengecewakan

Belum Sentuh Bandar, Satgas Pemberantasan Judi Online Dianggap Mengecewakan

Nasional
Mempermainkan Hukum sebagai Senjata Politik

Mempermainkan Hukum sebagai Senjata Politik

Nasional
KPK Duga Korupsi Bansos Presiden Rugikan Negara Capai Rp 125 Miliar

KPK Duga Korupsi Bansos Presiden Rugikan Negara Capai Rp 125 Miliar

Nasional
Jadi Tersangka Korupsi, Eks Sestama Basarnas Mundur dari Kepala Baguna PDI-P

Jadi Tersangka Korupsi, Eks Sestama Basarnas Mundur dari Kepala Baguna PDI-P

Nasional
KY Prioritaskan Laporan KPK terhadap Majelis Hakim yang Bebaskan Gazalba Saleh

KY Prioritaskan Laporan KPK terhadap Majelis Hakim yang Bebaskan Gazalba Saleh

Nasional
PPATK Catat Perputaran Dana terkait Pemilu 2024 Senilai Rp 80,1 T

PPATK Catat Perputaran Dana terkait Pemilu 2024 Senilai Rp 80,1 T

Nasional
Anggota DPR Sebut PPATK Macan Ompong karena Laporan Tak Ditindaklanjuti Penegak Hukum

Anggota DPR Sebut PPATK Macan Ompong karena Laporan Tak Ditindaklanjuti Penegak Hukum

Nasional
KPK Sebut Kasus Bansos Presiden Terungkap Saat OTT Kemensos yang Seret Juliari

KPK Sebut Kasus Bansos Presiden Terungkap Saat OTT Kemensos yang Seret Juliari

Nasional
PDN Diretas, Ombudsman: Yang Produksi Ransomware Ini Harus Dicari dan Ditangkap

PDN Diretas, Ombudsman: Yang Produksi Ransomware Ini Harus Dicari dan Ditangkap

Nasional
KPK Duga Pengadaan Lahan di Rorotan oleh Perumda Sarana Jaya Rugikan Negara Rp 200 Miliar

KPK Duga Pengadaan Lahan di Rorotan oleh Perumda Sarana Jaya Rugikan Negara Rp 200 Miliar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com