Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketentuan soal Syarat Kemampuan Bahasa Asing Peserta Didik Digugat ke MK

Kompas.com - 21/11/2016, 20:26 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah kalangan yang terdiri atas mahasiswa, dosen, dan guru, serta organisasi kemahasiswaan menggugat tiga pasal di tiga undang-undang terkait aturan penggunaan bahasa asing dalam dunia pendidikan untuk mendukung kemampuan bahasa asing peserta didik.

Tiga pasal tersebut yakni, pasal Pasal 37 ayat 3 UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, Pasal 33 ayat 3 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan Pasal 29 ayat 2 UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.

Mereka menilai, norma dalam pasal-pasal tersebut telah menimbulkan ketidakpastian hukum.

Adapun, Pasal 37 ayat 3 UU Nomor 12 Tahun 2012 yang berbunyi "Bahasa asing dapat digunakan sebagai bahasa pengantar di Perguruan Tinggi".

Kemudian, dalam Pasal 33 ayat 3 UU Nomor 20 Tahun 2003 yang menyebutkan, "Bahasa asing dapat digunakan sebagai bahasa pengantar pada satuan pendidikan tertentu untuk mendukung kemampuan berbahasa asing peserta didik".

Sementara, Pasal 29 ayat 2 UU Nomor 24 Tahun 2009 berbunyi "Bahasa pengantar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan bahasa asing untuk tujuan yang mendukung kemampuan berbahasa asing peserta didik".

Lintar Fauzi selaku kuasa hukum para Pemohon menyampaikan, Pemohon merasa haknya dirugikan atas berlakunya pasal tersebut.

Sebab, sejumlah lembaga atau institusi pendidikan menjadikan pasal tersebut sebagai aturan wajib dalam kepengurusan administrasi bidang pendidikan.

Misalnya, mahasiswa diwajibkan memiliki sertifikat Toefl, ICEPT, IEP, dan lain-lain dengan jumlah skor tertentu untuk dapat menyelesaikan jenjang pendidikan tinggi yang sedang ditempuhnya.

"Ada yang meluluskan calon peserta didik (dengan) memasukkan syarat wajib memenuhi skor Toefl, ICEPT, atau IEP, dan lain-lain dalam jangka waktu yang diberikan oleh perguruan tinggi dengan konsekuensi tidak dapat mengikuti sidang akhir, seperti skripsi, tesis, disertasi. Jika belum memenuhi minimal skor bahasa yang ditentukan, bahkan ada juga perguruan tinggi yang tidak memperbolehkan peserta didik yang sudah menyelesaikan proses belajarnya atau sudah wisuda mengambil ijazahnya," kata Lintar, dalam persidangan yang dipimpin I Dewa Gede Palguna, di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (21/11/2016).

Lintar menjelaskan, sejumlah institusi mewajibkan aturan tersebut dengan cara melegitimasinya melalui Surat Keputusan (SK) Rektor.

SK tersebut, dibuat berdasarkan tiga pasal yang digugat saat ini.

Menurut pemohon, SK tersebut sedianya menjadi tidak berlaku karena tiga pasal yang menjadi dasar pembentukan aturan berdasarkan SK itu juga tidak mewajibkan adanya keharusan menyertakan sertifikasi Toefl, ICEPT, atau IEP sebagai syarat kelulusan.

Selain itu, kebijakan di setiap institusi juga berbeda-beda dalam menerapkan aturan tersebut.

"Bahwa syarat yang diwajibkan yang tergantung dalam surat keputusan rektor merujuk pada norma a quo dengan sistem yang berbeda-beda, ada yang menerapkan syarat wajib tersebut sebagai diawali saat seleksi masuk perguruan tinggi," kata dia.

Pemohon juga berpendapat, untuk menyelesaikan pendidikan perguruan tinggi, mahasiswa diwajibkan membuat suatu penelitian yang berkaitan dengan jurusan yang diambilnya.

Penelitian itu dituangkan dalam bentuk karya tulis ilmiah, seperti skripsi, tesis, dan disertasi.

Kemudian, hasil penelitian itu harus dipertahankan di hadapan penguji.

"Hal tersebut membutuhkan kemampuan peserta didik untuk dapat menguasai ejaan-ejaan yang disempurnakan, seperti EYD (Ejaan yang Disesuaikan),serta bagaimana menuliskan Bahasa Indonesia yang baik dan benar," kata dia.

Lintar mengatakan, kewajiban menguasai bahasa asing dengan pembuktian skor sertifikasi Toefl, ICEPT, atau IEP menjadi tidak relevan dengan kewajiban penyusunan tugas akhir yang sarat penguasaan bahasa Indonesia yang sesuai EYD, yang kini telah diubah menjadi Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI). 

"Jika dibandingkan dengan kewajiban memenuhi syarat skor Toefl, ICEPT (EIP), dan lain-lain yang isinya terkait tentang penguasaan listening, comprehension, dan public relations grammar, structure, reading, conversations, composing skill, yang kurang memiliki korelasi yang signifikan terhadap proses penulisan karya ilmiah peserta didik dibandingkan dengan penguasaan terhadap EYD. Kemampuan yang seharusnya dimiliki oleh peserta didik, yang utama menyelesaikan tugas akhir adalah ujian kemahiran berbahasa Indonesia, atau yang kita kenal dengan UKBI," papar dia.

Pemohon, kata Lintar, meminta majelis MK mengabulkan gugatan pemohon dengan menyatakan bahwa ketentuan kemampuan berbahasa asing sebagaimana diatur dalam pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 selama dimaknai sebagai aturan yang bersifat wajib.

"Menyatakan bahwa Pasal 37 ayat 3 UU Nomor 12 Tahun 2012, Pasal 33 ayat 3 UU Nomor 20 Tahun 2003, dan Pasal 29 ayat 2 UU Nomor 24 Tahun 2009 bertentangan dengan UUD secara bersyarat yaitu apabila dimaknai 'sepanjang dijadikan syarat wajib yang dapat menghambat proses pendidikan peserta didik dan/atau kelulusan peserta didik pada semua jenjang pendidikan'," kata Lintar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com