JAKARTA, KOMPAS.com - Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor H. Yaqut Cholil Qoumas mengecam peledakan bom molotov di Gereja Oikumene Samarinda pada Minggu (13/11/2016) kemarin.
Yaqut mengatakan, kejadian tersebut menodai kedamaian dan kerukunan beragama yang selama ini berlangsung di Indonesia.
"GP Ansor mengutuk tindak kekerasan yang.mengakibatkan meninggalnya satu orang korban anak-anak," ujar Yaqut, melalui keterangan tertulis, Senin (14/11/2016).
Ia mengatakan, peristiwa bom di Gereja Oikumene itu menunjukkan dangkalnya pemahaman keagamaan sebagian kecil masyarakat.
Dia menegaskan bahwa ajaran Islam tidak pernah mengajarkan kekerasan.
"Ajaran Islam tidak membenarkan pengrusakan tempat ibadah, apalagi menghilangkan nyawa anak-anak yang tak berdosa," tegas Yaqut.
(Baca: Ketum PBNU: Yang "Ngebom-ngebom" Itu Juga Menistakan Agama)
Atas kejadian tersebut, GP Ansor menyatakan turut berduka atas meninggalnya korban bom.
Yaqut juga meminta polisi segera mengusut tuntas pelaku peledakan termasuk seluruh jaringannya.
"Kami yakin mereka memiliki keterkaitan dengan kelompok teroris yang selama ini mengacaukan stabilitas keamanan di negeri ini," kata Yaqut.
Sebelumnya, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Brigadir Jenderal Pol Agus Rianto mengungkapkan, pelaku pelemparan bom molotov di Gereja Oikumene, Sengkotek, Samarinda, Minggu (13/11/2016), pernah dipenjara dalam kasus terorisme.
Pelaku bernama Joh alias Jo bin Muhammad Aceng Kurnia (32).
Joh yang merupakan warga Jalan Cipto Mangunkusumo, RT 4, Kelurahan Sengkotek, Samarinda Seberang.
Agus menuturkan, terduga pelaku pernah menjalani hukuman pidana sejak 2012. Joh divonis 3,5 tahun berdasarkan putusan pengadilan negeri Jakarta Barat nomor: 2195/pidsus/2012/PNJKT.BAR, tanggal 29 Feb 2012.
Joh dinyatakan bebas bersyarat setelah mendapatkan remisi Idul Fitri pada 28 juli 2014.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, Joh terlibat dalam peledakan bom buku di Jakarta pada 2011.