Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dari "Mahaguru" Dimas Kanjeng, Buni Yani, hingga Ahmad Dhani, Jangan Lewatkan Berita Kemarin Ini

Kompas.com - 08/11/2016, 07:44 WIB

PALMERAH, KOMPAS.com - Senin (7/11/2016) kemarin, ada beberapa peristiwa yang menyedot publik pembaca, terutama di seputaran DKI Jakarta. Ada pemeriksaan Basuki Tjahaja Purnama, konferensi pers Buni Yani, dan juga konferensi pers Ahmad Dhani.

Ada pula kunjungan Presiden RI Joko Widodo ke PBNU, yang diikuti dengan pernyataan sikap dari PBNU. Peristiwa tersebut berpangkal pada satu persoalan dan saling berkaitan.

Dari pengusutan kasus Dimas Kanjeng, sebuah fakta baru terungkap yaitu tentang "mahaguru" yang diciptakan oleh Dimas Kanjeng. Di luar itu, pesan damai dari Buya Syafii Maarif pantas kita simak bersama untuk membuka hari Selasa ini.

Bagi Anda yang tak sempat mengikuti berita-berita kemarin, inilah rangkuman berita yang perlu anda baca:

1. Syafii Maarif Imbau Masyarakat Terima Apa Pun Keputusan Polri Terkait Kasus Ahok

KOMPAS.com/Sabrina Asril Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Syafii Maarif.
Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif mengapresiasi langkah Polri yang mempercepat proses hukum terhadap kasus dugaan penistaan agama yang dituduhkan kepada calon gubernur petahana DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Saat bertemu perwakilan demonstran pada Jumat (4/11/2016), Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian menjanjikan pengusutan kasus Ahok selesai dalam dua pekan.

Syafii berharap semua anggota masyarakat bisa menerima apa pun keputusan yang diambil oleh Badan Reserse Kriminal Polri nanti.

"Harus menerima semua dong ya, kecuali kita tidak menghormati hukum, kita jadi bangsa anarkistis. Semua kita harus taat pada proses hukum," kata Syafii saat dihubungi Kompas.com, Senin (7/11/2016).

Syafii mengaku telah membaca secara utuh pernyataan Ahok di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu.

Ia menilai, pernyataan Ahok yang mengutip surat Al Maidah ayat 51 sama sekali tidak menghina Al Quran.

"Kalau kita baca ulang, tidak ada penghinaan," kata dia.

Syafii menilai, masyarakat luas jadi terpancing emosinya karena fatwa Majelis Ulama Indonesia yang menyatakan Ahok menghina Al Quran dan ulama. Ia menyayangkan keluarnya fatwa itu.

"Sudahlah, mari kita saling menghormati proses hukum yang berjalan dengan legawa, jangan macam-macam lagi," kata dia.

Baca selengkapnya di sini.


2. Anies Jelaskan Hubungannya dengan Buni Yani

Kahfi Dirga Cahya Calon gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan di Kelurahan Semanan, Jakarta Barat, Senin (7/11/2016).
Calon gubernur DKI Jakarta nomor pemilihan tiga pada Pilkada DKI 2017, Anies Baswedan, menjelaskan hubungannya dengan Buni Yani. Anies mengatakan dia mengenal Buni Yani sebatas tahu wajahnya.

Anies mengemukakan hal itu untuk mengklarifikasi keberadaan Anies dan Buni dalam sebuah sesi foto. Foto tersebut telah menjadi viral di media sosial.

"Saya tahu, kenal, tapi bukan kenal dekat. Saya hanya tahu muka, kalau nama saya nggak tahu. Pas lihat fotonya saya tahu," kata Anies di Kampung Rawa Lele, Jakarta Barat, Senin (7/11/2016).

Buni Yani mengunggah ke media sosial cuplikan video pidato Gubernur petahana DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok di Kepulauan Seribu pada akhir September lalu. Cuplikan video itu menjadi kontroversi karena kemudian menimbulkan tuduhan tentang penistaan terhadaga agama oleh Ahok.

Baca selengkapnya di sini.


3. Dimas Kanjeng Rekrut Pengemis Jadi "Mahaguru", Sekali Beraksi Dibayar hingga Rp 15 Juta

KOMPAS.com/Achmad Faizal Para maha guru Dimas Kanjeng diperiksa sebagai saksi di Mapolda Jatim, Senin (7/11/2016).
Polisi menyebut tujuh mahaguru Dimas Kanjeng Taat Pribadi adalah figur guru palsu. Mereka adalah warga biasa yang direkrut untuk menjadi mahaguru bayaran Dimas Kanjeng.

Kabid Humas Polda Jatim Kombes Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan, para mahaguru itu adalah warga Jakarta dari berbagai latar belakang, di antaranya pengemis, buruh, gelandangan, dan penganggur.

"Mereka tinggal di rumah-rumah petak kecil di Jakarta," ungkap Kombes Raden, Senin (7/11/2016).

Saat menjalankan tugas mengisi acara keagamaan bersama Dimas Kanjeng, mereka berpakaian bak seorang ulama.

"Mereka diberi pakaian serba putih, surban, jubah, dan berjenggot," tambahnya.

Saat acara keagamaan, seperti istigasah, bersama para pengikutnya, para mahaguru palsu itu duduk di atas podium bersama Dimas Kanjeng.

Baca selengkapnya di sini.

Baca juga:
Polisi Periksa 7 Mahaguru Dimas Kanjeng
Para Mahaguru Diberi Julukan "Abah" oleh Dimas Kanjeng


4. Diduga Menghina Presiden Jokowi, Ahmad Dhani Dilaporkan ke Polisi

KOMPAS.COM/TRI SUSANTO SETIAWAN Ahmad Dhani memberi keterangan pers terkait laporan dugaan penghinaan terhadap Presiden Jokowi di rumahnnya di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan, Senin (7/11/2016).
Musisi Ahmad Dhani dilaporkan oleh Laskar Rakyat Jokowi (LRJ) ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Metro Jaya pada Senin (7/11/2016) dini hari.

Calon wakil bupati Bekasi itu dilaporkan ke polisi karena diduga melakukan penghinaan terhadap Presiden Joko Widodo.

"Kami (LRJ) dan Projo merasa Ahmad Dhani telah melecehkan dan menghina Presiden pada saat dia berorasi di demo 4 November dengan kata-kata tidak senonoh," ujar Ketua Umum LRJ, Riano Oscha, saat dihubungi Kompas.com, Senin.

Riano menambahkan, laporan ini dibuat atas desakan dari anggota LRJ dan Projo yang menyaksikan Ahmad Dhani menghina Jokowi di muka umum pada saat berorasi di depan Istana Negara, Jakarta, pada Jumat 4 November 2016 lalu.

Simak beritanya di sini.
Baca juga: Rencana Ahmad Dhani Melaporkan Balik Pihak yang Menuduhnya Menghina Presiden 

5. Jokowi Kunjungi Kantor PBNU

Presiden Joko Widodo mengunjungi kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama di Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Senin (7/11/2016).

Jokowi tiba di lokasi pada pukul 15.30 WIB dengan menumpang mobil RI 1.

Begitu turun dari mobilnya, Jokowi yang mengenakan batik lengan panjang dan peci langsung disambut oleh Sekjen PBNU Helmy Faishal Zaini.

Ia langsung dipersilakan masuk menuju ruangan di mana Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj dan sejumlah pengurus PBNU lain sudah menunggu.

Pertemuan antara Jokowi dan pengurus PBNU digelar secara tertutup.

Jokowi sebelumnya mengaku tengah melakukan konsolidasi politik dan kenegaraan pascademo besar-besaran yang berlangsung pada Jumat (4/11/2016).

Baca selengkapnya di sini.

Usai pertemuan, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Said Aqil Siradj menyesalkan sikap pemerintah yang lambat melakukan komunikasi dengan rakyat saat aksi unjuk rasa pada Jumat (4/11/2016) lalu.

Dalam unjuk rasa yang dilakukan di sekitar Istana Kepresidenan itu, massa berkumpul untuk menuntut proses hukum terhadap Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang dianggap menistakan agama.

"Menyayangkan kelambanan pemerintah dalam melakukan komunikasi politik dengan rakyatnya," kata Said Aqil membacakan pernyataan sikap PBNU kepada wartawan, di Kantor PBNU, Jakarta Pusat, Senin (7/11/2016).

Pernyataan tersebut dibacakan Said Aqil usai pertemuan jajaran pengurus PBNU dengan Presiden Joko Widodo.

Baca selengkapnya di sini.

Baca juga:
Ketum PBNU: Tak Tepat Menstigma Aksi 4 November Ditunggangi Pihak Tertentu 
Setelah Kunjungi PBNU, Jokowi Akan ke Kantor Muhammadiyah


6. Diperiksa Selama Sembilan Jam, Ahok Mengaku Lapar

KOMPAS.com / GARRY ANDREW LOTULUNG Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok kembali diperiksa penyidik terkait kasus penistaan agama di Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (7/11/2016).
Basuki Tjahaja Purnama keluar dari Bareskrim Polri setelah sembilan jam menjalani pemeriksaan. Pria yang akrab disapa Ahok itu terlihat tetap tersenyum.

Ahok tidak banyak memberi pernyataan. Dia mempersilakan wartawan untuk bertanya langsung kepada penyidik terkait pemeriksaan.

"Mau tahu yang lain, silakan tanya penyidik. Saya mau pulang, udah lapar nih. Terima kasih," kata Ahok sambil tersenyum, di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Senin (7/11/2016).

Pimpinan Advokat Sirra Prayuna yang mendampingi Ahok menyatakan, calon gubernur DKI itu memberi keterangan kepada penyidik terkait ucapannya di Kepulauan Seribu.

Dalam pemeriksaan tersebut, Ahok mendapat 22 pertanyaan. Dalam dua kali pemeriksaan, Ahok menjawab total 40 pertanyaan.

"Sembilan jam hampir 22 pertanyaan, ditambah pemeriksaan terdahulu 18 pertanyaan," kata Sirra.

Baca selengkapnya di sini.
Baca juga: Polisi Akui Dapat Keterangan Utuh soal Pernyataan Ahok di Kepulauan Seribu

 

7. Buni Yani Bantah Sunting Video Ahok di Pulau Seribu

Nibras Nada Nailufar Buni Yani dalam konferensi pers soal kasus hukum penyebaran kebencian yang menjeratnya, di Wisma Kodel, Setiabudi, Jakarta Selatan, Senin (7/11/2016).
Buni Yani, pengunggah video Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang mengutip surat Al Maidah ayat 51 ke media sosial, membantah telah menyunting video tersebut.

"Saya bersaksi demi Allah dunia akhirat tidak mengubah apa-apa dalam video tersebut sama sekali," kata Buni Yani dalam konferensi pers di Wisma Kodel, Setiabudi, Jakarta Selatan, Senin (7/11/2016).

Buni geram setelah banyak pihak yang menyebutnya sebagai provokator. Terlebih lagi, Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar mengatakan bahwa Buni Yani berpotensi menjadi tersangka.

Buni mengatakan, sebagai pengajar di perguruan tinggi, ia tak mungkin mengajarkan penyebaran kebencian dan provokasi kepada mahasiswanya.

"Apa yang dituduhkan pihak sana mengada-ada," kata Buni.

Baca selengkapnya di sini.

Baca juga: Buni Yani: Wah Dipolitisir, Itu Bukan Mengakui Kesalahan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com