JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Kapolda Riau Irjen Pol Dolly Bambang Hermawan membantah jika pihaknya yang menerbitkan Surat Penghentian Penyidikan (SP3) kepada 15 perusahaan pembakar hutan dan lahan.
Hal tersebut diungkapkan Dolly pada rapat Panitia Kerja (Panja) Karhutla di Ruang Rapat Komisi III DPR, Selasa (25/10/2016).
Dari 15 kasus tersebut, hanya tiga SP3 yang diterbitkan pada masa jabatannya, yaitu Agustus 2014 sampai 15 Maret 2016.
Sedangkan Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian pada rapat Panja Karhutla beberapa waktu silam mengatakan bahwa SP3 terhadap 15 perusahaan tersebut dikeluarkan pada periode Januari hingga Mei 2016.
"Yang tiga, itu (diterbitkan) Januari masih kepemimpinan saya. Walaupun itu dilakukan Polres. Sisanya saya enggak tahu, saya sudah bukan Kapolda," tutur Dolly di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa.
Adapun pada masa jabatannya, terdapat 18 perusahaan karhutla yang ditangani. Kemudian, diterbitkan SP3 untuk tiga perusahaan. Dua di antaranya sudah dibawa ke pengadilan dan berkekuatan hukum tetap, serta satu lainnya masih proses penyidikan.
Sementara mengenai 12 sisanya Dolly mengaku sudah tidak mengikuti lagi perkembangannya seusai tak lagi menjabat Kapolda Riau.
Rapat sempat berjalan alot. Sebab, pernyataan yang diungkapkan Dolly berbeda dengan yang diungkapkan Brigjen Pol Supriyanto sebagai Kapolda Riau yang menjabat setelah Dolly.
Ini menyebabkan beberapa anggota panja berulang kali mengklarifikasi data yang dipaparkan Dolly.
Ketua Panja Karhutla, Benny K Harman mengatakan, Supriyanto pada rapat panja silam menyebutkan bahwa SP3 dilakukan oleh kapolda sebelumnya, yaitu Dolly.
"Kapolda lama bilang tidak tahu, itu Kapolda lama (yang terbitkan SP3)," tutur Benny.
(Baca juga: Panja Kebakaran Hutan Akan Panggil Kapolda Riau dan Dua Pejabat Sebelumnya)
Dolly menjelaskan, tiga SP3 yang diterbitkan pada masa jabatannya dilakukan Polres Pelalawan.
Menurut dia, pada saat itu polres melakukan proses penyelidikan dan penyidikan. SP3 pun tak dikeluarkan secara sembarangan namun berdasarkan fakta di lapangan dan keterangan dua saksi ahli, maka diterbitkan SP3.
"Contohnya, dia tidak melakukan pembakaran. Seperti PT Parawira, dia terdampak dari PT LIH yang terbakar. Mereka justru korban. Kemudian dari aspek kelalaian tidak bisa dikatakan lalai karena sudah siap dengan alat pemadam," tuturnya.
(Baca: Untuk Penyelidikan Kembali, Kapolda Riau Tunggu Hasil Panja Kebakaran Hutan)
Kebakaran hutan hebat terjadi di Riau pada Juli 2015. Dalam kebakaran tersebut ditemukan unsur kesengajaan yang akhirnya menyeret 15 perusahaan serta 25 orang ke meja hijau.
Adapun kelima belas perusahaan tersebut adalah PT Bina Duta Laksana (HTI), PT Ruas Utama Jaya (HTI), PT Perawang Sukses Perkasa Indonesia (HTI), PT Suntara Gajah Pati (HTI), PT Dexter Perkasa Industri (HTI), PT Siak Raya Timber (HTI), dan PT Sumatera Riang Lestari (HTI).
Lalu, PT Bukit Raya Pelalawan (HTI), PT Hutani Sola Lestari, KUD Bina Jaya Langgam (HTI), PT Rimba Lazuardi (HTI), PT PAN United (HTI), PT Parawira (Perkebunan), PT Alam Sari Lestari (Perkebunan), dan PT Riau Jaya Utama. Namun Polda Riau mengeluarkan SP3 kepada 15 perusahaan tersebut.
(Baca: Polri Bentuk Tim untuk Kaji SP3 Kasus Kebakaran Hutan)