Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penambang Ilegal Bisa Jadi Bencana Bagi Negeri Ini

Kompas.com - 13/10/2016, 07:56 WIB
Mikhael Gewati

Penulis


KOMPAS.com
– Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan potensi sumber daya alam logam mineralnya, seperti nikel, timah, dan emas. Selain menguntungkan, kekayaan itu juga bisa menjadi pisau bermata dua yang berbahaya.

Ya, berlimpahnya kandungan mineral logam di perut ibu pertiwi membuat semua orang berlomba-lomba untuk mengeruknya. Selain perusahaan yang mengantongi izin resmi, muncul pula penambang-penambang liar.

Kehadiran gurandil, sebutan bagi penambang ilegal, lalu menjadi masalah besar bagi negeri ini. Ketidakpedulian mereka terhadap lingkungan dan keselamatan tak jarang membawa gurandil kepada kematian. Penambang liar bisa terkubur hidup-hidup bersama bahan tambang yang sedang dikeruknya.

Contohnya saja di area pertambangan emas PT Antam (Persero), Gunung Pongkor, Bogor, Jawa Barat. Seperti dimuat Kompas.com pada Rabu (28/10/2015), sebanyak 12 orang gurandil tertimbun longsor ketika sedang menambang emas secara ilegal.

Harian KOMPAS/Ambrosius Harto Suasana operasi SAR di sekitar Lubang Kunti yang longsor dan menimbun 12 penambang ilegal atau gurandil di area konsesi PT Aneka Tambang (Persero) Tbk UBPE Pongkor di Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Rabu (28/10). Sebanyak 12 gurandil tertimbun sejak Senin dan sampai Rabu sore belum diketahui nasibnya.

Kejadian seperti itu bukan satu atau dua kali terjadi, tetapi sudah berkali-kali berlangsung sehingga merenggut banyak nyawa. Data Unit Bisnis Pertambangan Emas (UBPE), Antam Pongkor menyebutkan dari tahun 1998 - 2015 sudah 352 orang tewas, 166 luka berat, dan 98 orang luka ringan akibat nekat mengeruk emas dengan liar.

General Manager (GM), Antam UBPE Pongkor, I Gede Gunawan mengatakan, luas Pongkor yang mencapai 6047 hektare membuat pihak keamanan sulit menjaga kawasan tersebut. Terlebih lagi, wilayah operasi tambang emas Antam hanya 200 hektare.

"Gurandil bisa masuk dari mana saja dengan membuat lubang dari dalam tanah. Karena lubang dari kita hampir lima kilometer panjangnya, jadi kalau ada yang masuk ke situ yah wajar saja karena aksesnya bisa dari mana-mana," papar I Gede Gunawan, Kamis (6/10/2016).

Selain memakan banyak korban jiwa, ujar Gede Gunawan, aktivitas Penambang Tanpa Izin (Peti) nama lain dari gurandil, juga telah merugikan negara. Antam UBPE Pongkor pernah merilis data kalau pontensi cadangan emas yang hilang akibat Peti antara tahun 2012 – 2014 mencapai Rp 1,8 triliun.

"Tidak hanya Antam, Perusahaan Listrik Negara (PLN) juga rugi. Listrik yang Peti pakai itu diambil secara liar dan tidak bayar. Mereka juga tidak membayar pajak," kata Gede.

Bencana alam mengintai

Dampak lain dari aktivitas Peti di Gunung Pongkor, lanjut Gede Gunawan, sudah pasti merusak lingkungan. Apalagi mereka mengolah hasil tambang dengan bahan kimia berbahaya.

"Peti melakukan pengolahan emas dengan menggunakan merkuri dan sianida, lalu limbahnya dibuang begitu saja ke sungai dan sawah," ujar alumnus Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta.

Alhasil Sungai Cikaniki yang mengaliri daerah Gunung Pongkor menjadi keruh dan tercemar. Gede pun menambahkan pula, kalau Peti terus melakukan aktivitasnya di sana akan memicu terjadinya bencana alam.

Ya, lokasi Gunung Pongkor berada di kaki Gunung Halimun Salak, daerah ini masuk dalam zona rawan longsor. Hasil kajian Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) pada 2013, telah mendapati sejumlah lokasi di sana yang keadaan tanahnya sudah retak. Keretakan mencapai 0.5 sampai 2 meter.

Humas Antam UBPE Pongkor Wilayah di Gunung Pongkor yang berpotensi longsor karena keadaan tanahnya sudah mengalami keretakan

Nah, lubang-lubang ilegal hasil aktivitas Peti akan memicu terjadinya longsor hebat. Bahkan, menurut Gede, kajian TNGHS menyebutkan pula kalau longsor yang akan terjadi bisa menyebabkan terciptanya banjir bandang.

"Bayangkan, kalau 20-25 juta ton longsoran tanah menutupi aliran Sungai Cikaniki dan membendung alirannya, ini bisa menyebabkan terjadinya banjir bandang yang akan membahayakan keselamatan penduduk di tiga kecamatan dan 13 desa di sekitar Gunung Pongkor," tutur Gede.

Upaya penertiban

Berbagai upaya penertiban Peti sebenarnya sudah sering dilakukan aparat keamanan setempat. Usaha tersebut bahkan sudah dilaksanakan sejak kali pertama Antam beroperasi di Pongkor pada 1994.

Namun, berkali-kali penertiban dilakukan tak kunjung membuahkan hasil. Gede pun menuturkan kalau langkah itu tidak efektif sebab ada keterlibatan oknum tertentu yang mendukung Peti.

"Dahulu kalau ada Peti yang tertangkap, biasanya ada kelompok masyarakat berdemonstrasi meminta untuk dibebaskan. Dan ujungnya Peti dibebaskan," ujar pria asal Gianyar, Bali, itu.

Dokumentasi Humas Antam UBPE Pongkor Gurandil di area pertambangan emas PT Antam (Persero), Gunung Pongkor, Bogor, Jawa Barat.

Selain adanya keterlibatan oknum tertentu, lanjut Gede, ketidakberhasilan pembersihan Peti di kawasan Pongkor juga karena kurang terintegrasinya upaya penertiban.

Berangkat dari hal itulah, pria yang baru menjabat sebagai GM UBPE Antam Pongkor pada Maret 2015 ini memulai langkah baru menyelesaikan penambangan liar. Cara yang dia tempuh adalah melakukan pendekatan secara hukum, sosial dan keamanan secara terintegrasi.

Gede, lewat CSR Antam Pongkor, mengajak Pemda Bogor ke lokasi penambangan untuk melihat kondisi lingkungan yang rusak akibat Peti. Mereka juga merapat ke Polda, Polres, Dandrem, Dandim, Polsek, dan kejaksaan setempat guna memperoleh dukungan melakukan penertiban secara besar-besaran.

Agar tidak menimbulkan perlawanan dari masyarakat setempat, pimpinan Antam Pongkor tersebut juga melakukan pendekatan ke tokoh masyarakat dan ketua DPRD setempat.

"Saya melaksanakan itu semua dari Maret sampai September 2015. Kita konsolidasi ke sana ke mari. Kita tidak mau penertiban nanti berlangsung rusuh," tutur I Gede.

Lebih dari itu, lanjut Gede, dia bersama tim melakukan pula kegiatan sosial di desa-desa sekitar wilayah penambangan. Contohnya pada bulan puasa, mereka melakukan safari Ramadhan ke beberapa masjid. Sementara itu, pada hari Proklamasi Kemerdekaan RI, pihaknya menggelar acara 17 Agustus bersama warga sekitar.

"Kita sebelumnya dianggap sangat elite-lah atau tersendiri di lingkungan itu. Makanya, kita ajak masyarakat berkumpul bersama membuat acara," tutur Gede.

Dia mengaku, walau berbagai pendekatan humanis telah dilakukan, tetap saja masih ada pergolakan dari warga sekitar. Gede menceritakan, sebulan sebelum penertiban dilaksanakan terjadi demonstrasi besar-besaran di kampung Cadas Leuer, desa Bantar Karet, Nanggung, Bogor.

Menurut dia, hal itu terjadi karena pihak keamanan berhasil menangkap empat Peti yang sedang beraksi. Tak hanya itu, Polres setempat juga meringkus 11 orang yang merupakan pemodal Peti.

"Dua hari kita didemonstrasi, akses jalan ke UBPE Antam Pongkor ditutup demonstran sehingga kita tidak bisa masuk. Mereka menuntut pembebasan terhadap orang-orang yang ditangkap, tetapi kami tak bergeming karena sudah sepakat dengan Kapolres untuk menegakan supremasi hukum," ujarnya.

KOMPAS.com / RAMDHAN TRIYADI BEM Sisa-sisa bangunan penambang emas ilegal atau gurandil yang dibakar di Kampung Ciguha, Gunung Pongkor, Nanggung, Kabupaten Bogor, Sabtu (19/9/2015). Polres Bogor menertibkan pelaku penambang emas tanpa izin di areal pertambangan emas PT Aneka Tambang (Antam).

Operasi penertiban besar-besaran Peti baru terlaksana pada 18 -19 September 2015 dengan melibatkan sekitar 2700 personil gabungan Polri, TNI dan Satpol PP kota Bogor. Karena sudah melakukan pendekatan terlebih dahulu secara terintegrasi, penertiban pun berjalan lancar tanpa adanya perlawanan.

"Gubuk dan mesin gelundung untuk penambangan liar yang telah dibongkor petugas, dibawa keluar sendiri oleh para Peti dari area ijin usaha produksi Antam," kata Gede.

Masa depan Gunung Pongkor

Pasca penertiban, perbaikan lingkungan perlahan-lahan mulai terlihat di kawasan Gunung Pongkor. Salah satunya adalah air Sungai Cikaniki yang dahulu keruh dan tercemar kini sudah nampak jernih.

Gede Gunawan pun memaparkan kalau saat ini pihaknya sedang bekerjasama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB) untuk melakukan pembibitan ikan di sekitar sungai. Caranya dengan membuat keramba-keramba di sepanjang aliran sungai tersebut.

"Dengan begitu masyarakat sekitar bisa memanfaatkan sungai untuk kelangsungan hidup mereka," papar Gede.

Selain sungai, tambah Gede, keseriusan UBPE Antam Pongkor merehabilitasi lingkungan yang rusak akibat penambangan emas juga dilakukan dengan Green Fine Agregate (GFA). Dengan GFA hasil tailing atau sisa mineral yang tak jadi emas bisa diolah menjadi produk ramah lingkungan.

Dokumentasi Humas Antam UBPE Pongkor Pabrik GFA Antam UBPE Pongkor mengolah hasil tailing atau sisa mineral yang tak jadi emas menjadi genteng, paving blok, beton, keramik dan berbagai jenis kerajinan tangan

"Tailing itu kalau diamkan saja akan menumpuk dan berpotensi mencemarkan lingkungan. Dengan kami bangun pabrik GFA maka hasil tailing tadi kami detoks sampai hilang sianidanya sehingga dapat dijadikan genteng, paving blok, beton, keramik dan berbagai jenis kerajinan tangan," tutur Gede yang juga telah berhasil membawa UBPE Antam Pongkor meraih penghargaan Dharma Karya Energi dan Sumber Daya Mineral tahun 2016.

Penghargaan tersebut diberikan Kementerian Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM) sebagai apresiasi kepada individu atau perusahaan yang mampu melakukan inovasi di bidang pertambangan.

Nah, untuk memastikan Peti tak kembali lagi ke sana, tutur Gede, pihaknya telah pula menyiapkan rencana perubahan Antam UBPE Pongkor menjadi objek wisata agroedutourism. Rancangan tersebut akan terwujud ketika tambang emas Pongkor memasuki fase pasca-tambang.

"Diperkirakan cadangan emas di Pongkor akan habis dan eksplorasinya akan berakhir pada 2019," ujar Gede.

Oleh karena itu, lanjut dia, nantinya lokasi bekas tambang Antam Pongkor akan menjadi objek wisata. Masyarakat setempat juga akan dilibatkan sehingga bisa membawa pertumbuhan ekonomi di kawasan tersebut.

Thinkstock Ilustrasi terowongan bawah tanah penambangan emas

"Kita sudah punya tunnel atau terowongan bawah tanah hasil penambangan sehingga bisa menjadi objek wisata yang menarik. Dengan masuk ke tunnel orang juga bisa mengerti kondisi geologi sebuah tambang emas sehingga bisa tahu emas ada di lapisan tanah yang mana," ujar Gede.

Dia berharap, rehabilitas ilingkungan di wilayah pertambangan dan penyelesaian penambangan liar secara damai tak hanya terjadi di Gunung Pongkor. Pasalnya, beberapa daerah di Indonesia juga memiliki permasalahan yang sama seperti di sana.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com