Bentuk penolakan tersebut diungkapkan di depan media massa secara lantang. Sebut saja Ahmad Doli Kurnia.
Tokoh muda Golkar ini meminta partai mencabut dukungan terhadap Ahok-Djarot. Sosok Ahok dianggap tak relevan dengan doktrin karya kekaryaan serta Ikrar Panca Bhakti Golkar.
(Baca: Politisi Golkar Ini Minta Partainya Cabut Dukungan terhadap Ahok)
Terlebih, pernyataan mantan Bupati Belitung Timur itu sempat menuai kontroversi karena menyinggung bunyi ayat suci Al-Quran.
Tokoh senior Golkar, Fadel Muhammad pun sempat ditegur oleh Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto.
(Baca: Setya Novanto Tegur Fadel Muhammad Terkait Komentarnya soal Ahok)
Teguran diberikan karena Fadel sempat berkomentar di media massa bahwa Golkar akan mengevaluasi dukungan kepada Ahok terkait pernyataannya yang mengutip ayat Al Quran.
Terakhir, Ketua Departemen Bidang Energi dan Energi Terbarukan DPP Partai Golkar Dedy Arianto mundur dari kepengurusan Partai Golkar karena merasa tak sejalan dengan keputusan Golkar mendukung Ahok-Djarot.
Terlalu elitis
Hanta Yuda melihat fenomena yang berulang tersebut berakar pada proses kandidasi atau pencalonan yang terlalu elitis.
Kader kerap tak dilibatkan dalam pengambilan keputusan sehingga berujung pada "pembelotan".
"Misalnya, tiba-tiba diputuskan kandidatnya si A. Enggak setuju, (kader) keluar. Proses elitisnya kurang demokratis," tutur Hanta.
Menurut Hanta, setidaknya, ada dua hal yang perlu dilakukan partai-partai agar ke pembelotan kader ke depannya dapat diminimalisasi.
Pertama, ada proses pencalonan yang demokratis, transparan dan melibatkan seluruh elemen partai.
Kedua, konsolidasi internal harus dilakukan dan diperkuat.
Dua hal tersebut dinilainya perlu untuk menghadapi tantangan partai politik yang kental dengan faksionalisme.
"Partai kan faksionalismenya menajam. Jadi harus ada formula untuk melembagakan faksionalisme. Bagaimana? Salah satunya, proses kandidasi demokratis. Bikin ring yang terbuka, jangan elitis," tutur dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.