JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR Akbar Faizal mengatakan penerapan hukuman mati tidak sesuai dengan Undang-undang Dasar 1945.
Pasalnya, kata Akbar, konstitusi menyebutkan hak asasi manusia (HAM) tidak boleh dikurangi dalam kondisi apapun.
Kontradiksi dengan aturan tersebut, penerapan hukuman mati justru mengabaikan HAM, khususnya hak untuk hidup.
"Saya tidak setuju hukuman mati. Menurut konstitusi, HAM tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun," ucap Akbar dalam diskusi publik dan peluncuran buku 'Dilema Hukuman Mati dalam Sistem Peradilan yang Sesat' di Universitas Atma Jaya, Jakarta, Jumat (7/10/2016).
Akbar mengatakan, terabaikannya HAM dalam penerapan hukuman mati disebabkan terpidana kerap dihukum dalam sistem peradilan yang tidak adil.
Alhasil, hak hidup seseorang yang tak bersalah bisa saja hilang karena sistem peradilan yang jauh dari keadilan.
"Risiko eksekusi terhadap orang yang tidak bersalah ini kan tidak dapat dianulir," tambah Akbar.
(Baca: Presiden Diusulkan Bentuk Tim Pengkaji Dampak Hukuman Mati)
Selain itu, eksekusi mati juga rawan mengakibatkan diskriminasi. Akbar mengatakan, mereka yang memiliki akses terbatas terhadap keadilan kerap menjadi korban dari eksekusi mati.
"Negara lebih suka menghukum orang-orang miskin atau berdasarkan ras, etnis dan kelompok agama minoritas karena diskriminasi sistem peradilan," ucap Akbar.
Menurut Akbar, Indonesia saat ini mengalami kemunduran hukum karena menerapkan eksekusi mati.
Pasalnya, saat ini hukuman mati sudah jarang diterapkan di negara-negara maju.
"Ini bentuk hukuman paling kuno. Dua per tiga negara-negara di dunia kini telah menghapus hukuman mati dalam hukum atau praktik. Kenapa kita masih mundur ke belakang?" ucap Akbar.
Selama pemerintahan Joko Widodo, pemerintah sudah menjalankan eksekusi terpidana mati kasus narkoba dalam tiga gelombang.
Enam terpidana mati dieksekusi pada 18 Januari 2015. Pada gelombang kedua, Rabu (29/4/2015), delapan terpidana mati juga dieksekusi. Dan gelombang ketiga yang dilaksanakan pada Jumat (29/7/2016) empat terpidana yang dieksekusi.