Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ruhut Sitompul yang Kerap Bikin "Gerah" Demokrat...

Kompas.com - 30/09/2016, 13:17 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Politisi Demokrat, Ruhut Sitompul, selalu menarik perhatian. Pernyataan-pernyataan kontroversial kerap dilontarkannya.

Terakhir, ia membuat gerah koleganya di Partai Demokrat.

Ruhut memilih sikap berseberangan dengan keputusan partai. Ia mendukung Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat pada Pilkada DKI Jakarta. Sepasang calon ini diusung koalisi PDI Perjuangan, Hanura, Nasdem, dan Golkar.

Sementara itu, Demokrat memutuskan mengusung Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni.

Sikap berbeda dengan garis partai bukan baru kali ini dilakukan Ruhut. 

(Baca: Ruhut Sitompul: Yang Bisa Pecat Gue Cuma SBY)

Pada Pemilu Presiden 2014, ia berdiri di barisan pendukung Joko Widodo-Jusuf Kalla. Sementara itu, saat itu, Demokrat mendeklarasikan diri sebagai partai netral yang tak mendukung calon mana pun.

Atas sikapnya itu, Ruhut menyebut, Demokrat membebaskan kadernya untuk menentukan pilihan politik. 

Dicopot sebagai juru bicara partai

Pada akhir Agustus lalu, Ruhut resmi dicopot dari posisi Koordinator Juru Bicara Partai Demokrat.

Tak ada penjelasan mengenai alasan di balik pencopotan Ruhut tersebut.

Namun, langkah tersebut ditengarai karena pernyataan Ruhut yang memelesetkan "hak asasi manusia" menjadi "hak asasi monyet" dalam rapat Komisi III DPR.

Pada waktu yang sama dengan pencopotan tersebut, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR ternyata sudah menjatuhkan sanksi ringan atau teguran.

Menurut Ruhut, pencopotannya terjadi karena ia bersuara lantang dalam kasus operasi tangkap tangan (OTT) salah satu kader Partai Demokrat, Putu Sudiartana.

(Baca: Roy Suryo: Di Internal Demokrat Sudah Beredar "Petisi Pemecatan Ruhut")

"Ini semua bermula dari para pembisik itu, Amir Syamsuddin, Syarief Hasan. Ingat waktu itu Amir Syamsuddin bikin konferensi pers soal Putu, dia kumpulkan semua jubir dan aku sebagai koordinator malah tidak diajak? Mereka malah membela Putu, sementara aku dari awal bilang, 'Pecat!', aku bela KPK," ujar Ruhut saat dihubungi Kompas.com, Senin (22/8/2016).

Terakhir, Ruhut "menyentil" Ketua Komisi Pemenangan Pemilu DPP Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas yang meminta kader yang berbeda pandangan untuk mengundurkan diri atau menempuh jalan lain.

Komentar Ibas ini tertuju kepada Ruhut dan anggota Dewan Pembina Partai Demokrat, Hayono Isman, yang juga mendukung Ahok-Djarot.

Ketua Dewan Kehormatan Partai Demokrat Amir Syamsuddin menilai, Ruhut dan Haryono hanya mencari perhatian.

Keduanya, menurut Amir, tak perlu ditanggapi serius.

Diusulkan mundur, Ruhut justru semakin lantang bersuara. Ia mengaku tak takut dipecat dari partai dan meyakini SBY menyayanginya.

"Kalau Demokrat enggak suka aku, silakan pecat aku," kata Ruhut.

Sikap Ruhut yang seolah cuek ini memancing adanya petisi di internal Demokrat. 

Ada dorongan agar Ruhut dipecat dari partai pimpinan Susilo Bambang Yudhoyono itu.

Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat Roy Suryo mengatakan, mayoritas pengurus Demokrat sudah gerah dengan sikap Ruhut.

Menurut dia, hampir semua pengurus Demokrat ingin Ruhut dipecat dari partai.

"Sudah sangat keterlaluan ini. Bahkan, di internal Whatsapp Group Partai Demorkat sudah beredar 'Petisi Pemecatan Ruhut' yang diamini oleh mostly anggota Partai Demokrat," kata Roy, Kamis.

Demokrat menyerahkan sepenuhnya kepada Komite Pengawas (Komwas) dan Dewan Kehormatan (Wanhor) Partai Demokrat untuk memutuskan hal tersebut sesuai pakta integritas.

"Partai akan taat pada anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) serta menyerahkan seluruhnya kepada Komwas dan Wanhor untuk memutuskan," kata Roy.

Ruhut pun bereaksi keras. Ia menegaskan, yang bisa memecatnya dari partai hanya SBY.

"Kutu kupret didengar, yang bisa mecat gue cuma SBY," kata Ruhut.

Kompas TV Pembelotan Warnai Pertarungan Pilkada DKI (Bag 2)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com