JAKARTA, KOMPAS.com — Politisi Demokrat, Ruhut Sitompul, selalu menarik perhatian. Pernyataan-pernyataan kontroversial kerap dilontarkannya.
Terakhir, ia membuat gerah koleganya di Partai Demokrat.
Ruhut memilih sikap berseberangan dengan keputusan partai. Ia mendukung Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat pada Pilkada DKI Jakarta. Sepasang calon ini diusung koalisi PDI Perjuangan, Hanura, Nasdem, dan Golkar.
Sementara itu, Demokrat memutuskan mengusung Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni.
Sikap berbeda dengan garis partai bukan baru kali ini dilakukan Ruhut.
(Baca: Ruhut Sitompul: Yang Bisa Pecat Gue Cuma SBY)
Pada Pemilu Presiden 2014, ia berdiri di barisan pendukung Joko Widodo-Jusuf Kalla. Sementara itu, saat itu, Demokrat mendeklarasikan diri sebagai partai netral yang tak mendukung calon mana pun.
Atas sikapnya itu, Ruhut menyebut, Demokrat membebaskan kadernya untuk menentukan pilihan politik.
Dicopot sebagai juru bicara partai
Pada akhir Agustus lalu, Ruhut resmi dicopot dari posisi Koordinator Juru Bicara Partai Demokrat.
Tak ada penjelasan mengenai alasan di balik pencopotan Ruhut tersebut.
Namun, langkah tersebut ditengarai karena pernyataan Ruhut yang memelesetkan "hak asasi manusia" menjadi "hak asasi monyet" dalam rapat Komisi III DPR.
Pada waktu yang sama dengan pencopotan tersebut, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR ternyata sudah menjatuhkan sanksi ringan atau teguran.
Menurut Ruhut, pencopotannya terjadi karena ia bersuara lantang dalam kasus operasi tangkap tangan (OTT) salah satu kader Partai Demokrat, Putu Sudiartana.
(Baca: Roy Suryo: Di Internal Demokrat Sudah Beredar "Petisi Pemecatan Ruhut")
"Ini semua bermula dari para pembisik itu, Amir Syamsuddin, Syarief Hasan. Ingat waktu itu Amir Syamsuddin bikin konferensi pers soal Putu, dia kumpulkan semua jubir dan aku sebagai koordinator malah tidak diajak? Mereka malah membela Putu, sementara aku dari awal bilang, 'Pecat!', aku bela KPK," ujar Ruhut saat dihubungi Kompas.com, Senin (22/8/2016).
Terakhir, Ruhut "menyentil" Ketua Komisi Pemenangan Pemilu DPP Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas yang meminta kader yang berbeda pandangan untuk mengundurkan diri atau menempuh jalan lain.
Komentar Ibas ini tertuju kepada Ruhut dan anggota Dewan Pembina Partai Demokrat, Hayono Isman, yang juga mendukung Ahok-Djarot.
Ketua Dewan Kehormatan Partai Demokrat Amir Syamsuddin menilai, Ruhut dan Haryono hanya mencari perhatian.
Keduanya, menurut Amir, tak perlu ditanggapi serius.
Diusulkan mundur, Ruhut justru semakin lantang bersuara. Ia mengaku tak takut dipecat dari partai dan meyakini SBY menyayanginya.
"Kalau Demokrat enggak suka aku, silakan pecat aku," kata Ruhut.
Sikap Ruhut yang seolah cuek ini memancing adanya petisi di internal Demokrat.
Ada dorongan agar Ruhut dipecat dari partai pimpinan Susilo Bambang Yudhoyono itu.
Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat Roy Suryo mengatakan, mayoritas pengurus Demokrat sudah gerah dengan sikap Ruhut.
Menurut dia, hampir semua pengurus Demokrat ingin Ruhut dipecat dari partai.
"Sudah sangat keterlaluan ini. Bahkan, di internal Whatsapp Group Partai Demorkat sudah beredar 'Petisi Pemecatan Ruhut' yang diamini oleh mostly anggota Partai Demokrat," kata Roy, Kamis.
Demokrat menyerahkan sepenuhnya kepada Komite Pengawas (Komwas) dan Dewan Kehormatan (Wanhor) Partai Demokrat untuk memutuskan hal tersebut sesuai pakta integritas.
"Partai akan taat pada anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) serta menyerahkan seluruhnya kepada Komwas dan Wanhor untuk memutuskan," kata Roy.
Ruhut pun bereaksi keras. Ia menegaskan, yang bisa memecatnya dari partai hanya SBY.
"Kutu kupret didengar, yang bisa mecat gue cuma SBY," kata Ruhut.