JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah diminta mengumumkan hasil rekomendasi Simposium Membedah Tragedi 1965 ke publik. Ini dilakukan agar rekomendasi tersebut dapat ditindaklanjuti sesegera mungkin.
Pegiat HAM yang mewakili International People's Tribunal (IPT) 1965 Harry Wibowo mengatakan, simposium yang diinisiasi pemerintah patut diapresiasi. Pasalnya, inisiasi simposisium itu merupakan respon positif pemerintah menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat di tahun 1965 dan 1966.
"Upaya pemerintah mengadakan simposium yang mengikutsertakan korban dan penyintas pembantaian massal 1965/1966 perlu diapresiasi," ujar Harry ketika konferensi pers di Kantor Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Rabu (21/9/2016).
(Baca: Simposium 1965 dan Anti-PKI, Jalan Berliku Menuju Rekonsiliasi)
Sayangnya, kata Harry, hasil rekomendasi simposium tersebut tak kunjung disampaikan pemerintah secara resmi kepada masyarakat. Padahal, hasil rekomendasi simposium tersebut dapat menjadi langkah nyata penuntasan kasus peristiwa 1965.
"Hasil yang tadinya diharapkan bisa disampaikan internal pemerintah lama sekali tidak terdengar kabarnya," kata Harry.
Atas dasar itu, Harry mendesak pemerintah, melalui Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan mengumumkan secara resmi hasil rekomendasi simposium tersebut.
(Baca: Pemerintah Pelajari Hasil Rekomendasi dari Tim Perumus Simposium Nasional 1965)
Jika rekomendasi tersebut tak kunjung disampaikan, tambah Harry, pihak IPT65 dan Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan (YPKP) 1965 berencana menggugat pemerintah melalui Komisi Informasi Pusat (KIP).
"Menkopolhukam harus mengumumkan hasil simposium karena publik berhak untuk tahu. Jika tidak ada niat, maka satu proses hukum kita lakukan dengan menuntut ke KIP," kata Harry.