JAKARTA, KOMPAS.com – Badan Kehormatan DPD akan mengundang pakar hukum tata negara untuk mengkaji rencana pencopotan Irman Gusman dari jabatannya sebagai Ketua DPD.
Pembahasan soal status Irman ini menyusul penetapannya sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
“BK jam 19.00 akan mengundang dua pakar untuk memberikan masukan. Nanti setelah beri masukan, BK akan mengambil keputusan terkait status Irman Gusman,” kata Ketua BK DPD AM Fatwa, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (19/9/2016).
Kedua pakar yang akan diundang adalah Zain Badjeber dan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD.
Menurut Fatwa, BK DPD sebenarnya telah memiliki instrumen untuk memberhentikan Irman dari jabatannya.
(Baca: Irman Gusman Minta Penangguhan Penahanan, Ini Kata Ketua KPK)
Namun, BK ingin meminta pendapat ahli untuk memperkuat aturan yang sudah ada.
“Minta pertimbangan saja,” kata dia.
Pasal 52 ayat (3) huruf c Tatib DPD menyebutkan, ‘Ketua dan/atau wakil ketua DPD diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d apabila berstatus tersangka dalam perkara pidana’.
Tatib itu, kata dia, merupakan Tatib baru yang sebelumnya telah disetujui pimpinan DPD, termasuk Irman.
Fatwa tak mempersoalkan jika dalam pengambilan keputusan ada anggota BK DPD yang berdebat soal status Irman sebagai Ketua DPD.
Menurut dia, Tatib DPD sudah tegas mengatur pemberhentian anggota.
“Apa berani mereka menentang Tatib?” kata dia.
Irman terjaring operasi tangkap tangan KPK, Sabtu (17/9/2016).
(Baca: Bersedia Jamin Irman Gusman Tak Kabur, Langkah Anggota DPD Dinilai Blunder)
Selain Irman, KPK juga mengamankan Direktur CV Semesta Berjaya Xaveriandy Sutanto dan istrinya, Memi.
KPK juga menangkap adik Xaveriandy, yaitu Willy Sutanto.
Irman ditangkap di rumah dinasnya di Jalan Denpasar Blok C3 Nomor 8, Kuningan, Jakarta Selatan.
Dalam OTT tersebut, KPK mengamankan Rp 100 juta yang dibungkus plastik putih.
Uang tersebut diduga merupakan suap dari Xaveriandy kepada Irman untuk pengurusan kuota gula impor yang diberikan Bulog.
KPK pun menetapkan Irman, Xaveriandy, dan Memi, sebagai tersangka dalam perkara dugaan suap ini.
Awalnya, KPK menangani perkara lain yang melibatkan Xaveriandy, yaitu penangkapan 30 ton gula pasir tanpa label standar nasional Indonesia (SNI).
Kasus ini tengah berjalan di Pengadilan Negeri Padang.
Dalam perkara tersebut, KPK pun menetapkan Xaveriandy sebagai tersangka karena diduga memberi suap Rp 365 juta kepada Farizal, jaksa dari Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat.