September ceria hanya ada di lagu. Di Istana Kepresidenan Jakarta, September diawali dengan ajakan mengencangkan ikat pinggang alias penghematan penggunaan anggaran.
Seperti diberitakan Harian Kompas, usai Presiden Joko Widodo bertemu Wakil Presiden Jusuf Kalla di Istana Merdeka, Kamis, 1 September 2016, keduanya lantas makan siang.
Petemuan untuk membicarakan masalah politik dan ekonomi ini ditutup dengan makan dengan lauk ikan bawal, sate dan sayur oyong. Pepaya dipotong kecil-kecil jadi hidangan penutup sebelum keduanya mengakhiri pertemuan.
Menyenangkan mengetahui menu makan siang ini. Apa yang dikatakan dimakan Presiden dan Wakil Presiden adalah makanan yang bisa dijangkau hampir seluruh rakyat Indonesia. Sebuah teladan kesederhanaan hendak dikemukakan.
Untuk kesederhanaan dalam urusan makan, Presiden Jokowi bukan yang pertama. Sepuluh tahun sebelumnya, saat tanpa rencana diajak masuk ruang makan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Kantor Presiden, kesederhanaan juga saya temukan.
Di meja makan Presiden SBY saat itu terhidang nasi putih, soto, suwiran daging ayam, telor rebus yang dibelah kecil-kecil, tahu dan tempe goreng, cabe rawit, serta kerupuk. Sebuah teladan kesederhanaan juga hendak dikemukakan ketika itu.
Isyarat untuk yang ketiga
Namun, teladan yang dikemukakan Presiden Jokowi di awal September ini bagi saya merupakan sebuah isyarat juga. September yang identik dengan keceriaan seperti dilantunkan Vina Panduwinata akan jadi awal ketiga pengencangan ikat pinggang alias penghematan.
Pengencangan ikat pinggang pertama dilakukan pemerintah dengan penghematan anggaran di awal tahun 2016. Tidak cukup hal itu dilakukan di awal tahun, penghematan kedua dilakukan di pertengahan tahun 2016.
Tekanan terhadap anggaran negara yang berusaha dilonggarkan melalui program tax amnesty atau pengampunan pajak medio Juli 2016. Hingga akhir Agustus 2016, Direktorat Pajak baru menerima Rp 3,1 triliun dari terget Rp 165 triliun.
Dengan segala kemudahaan dan keistimewaan perlakuan yang tentu saja menuai kritik, "orang-orang dekat pemerintah" lantas menunjukkan keikutsertaannya dalam pengampunan pajak. Mereka ingin menunjukkan keinginannya membantu pemerintah.
(Baca: Sofyan Wanandi dan James T Riyadi Ikuti Pengampunan Pajak)
Keikutsertaan pengusaha-pengusaha besar ini segera melonjakkan uang tebusan. Dalam catatan Ditjen Pajak hingga 3 September 2016, uang tebusan naik menjadi Rp 4,28 triliun setelah para pengusaha ini ikut serta.
Meskipun naik signifikan dari data perolehan akhir Agustus (dari Rp 3,1 triliun menjadi Rp 4,28 triliun), uang tebusan itu hanya setara 2,6 persen dari target yang ditetapkan pemerintah yaitu Rp 165 triliun.
Target Rp 165 triliun merupakan realisasi penerimaan program pengampunan pajak tahap pertama dengan tarif terbusan terendah yaitu 2 persen. Sesuai hitungan awal, target ini harus dipenuhi pada 30 September.
Tentu saja masih ada harapan untuk memenuhi target ini karena September belum berakhir. Presiden Jokowi yang menyebut minggu kedua September sebagai masa realisasi. Sampai saat ini, Presiden Jokowi tetapi optimistis.
Akan tetapi, melihat perjalanan kebijakan pengampunan pajak sejauh ini, berpikir realistis tidaklah tabu. Wapres Jusuf Kalla memulai ajakan untuk berpikir realistis itu.
(Baca: Wapres: Target Penerimaan Tax Amnesty Terlalu Tinggi)
Bagi Kalla yang juga pengusaha, target tebusan Rp 165 triliun keliru karena terlalu tinggi. Penilaian Kalla ini disampaikan sehari setelah makan siang dengan ikan bawal, sate, dan sayur oyong bersama Jokowi di Istana Merdeka.
Ajakan Kalla untuk berpikir realistis itu bersambut. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani memperkirakan, dana tebusan hanya akan mencapai Rp 50 triliun-Rp 80 triliun.
Kemungkinan evaluasi untuk pelaksanaan program pengampunan pajak tahap pertama dengan tebusan 2 persen yang berakhir 30 September dibuka. Karena target Rp 165 triliun masuk di APBN, pemotongan target itu akan dilakukan.
Mengantisipasi melesetnya target program pengampunan pajak, menu makan siang istana yaitu ikan bawal, sate, dan sayur oyong di awal September 2016 adalah isyarat.
Pemangkasan anggaran yang sudah dua kali dilakukan di awal dan pertengahan tahun 2016 akan dilakukan lagi di akhir tahun 2016.
Usul penghematan telah disampaikan kepada Presiden dan Wakil Presiden serta telah disetujui. Anggaran sebesar Rp 133 triliun akan dipotong dari APBN.
Reaksi atas rencana di bulan September yang tidak membuat ceria ini muncul. Salah satunya dari Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo karena tidak terima. Menurutnya, ada keresahan karena ditundanya penyaluran sebagian dana alokasi umum tahun anggaran 2016.
(Baca: Surat Cinta Menteri Keuangan yang Menggemparkan)
Soal pos mana saja yang akan dipotong anggarannya bersamaan dengan seretnya realisasi program pengampunan pajak, Kementerian Keuangan sedang mematangkan. Soal besarannya, tampaknya tidak ada pengurangan.
Angka Rp 133 triliun adalah angka penghematan yang moderat untuk penyangga jika realisasi program pengampunan pajak tidak lebih dari Rp 50 triliun hingga 30 September 2016. Angka Rp 50 triliun adalah angka paling pesimistis seperti dihitung Apindo.
Untuk penghematan besar-besaran dengan pemangkasan anggaran ketiga tahun 2016 lantaran target penerimaan pajak meleset, Jokowi sudah menyatakan persetujuan.
Ketidaksukaan dan keberatan untuk pemotongan anggaran ini pasti akan datang. Tidak hanya dari mereka yang ada di seberang dan berlawanan, tetapi juga dari mereka yang ada dalam satu barisan.
Untuk mereka yang tidak suka dan keberatan, sayur oyong sudah disiapkan untuk bersama-sama dimakan dan dirasakan. Dengan senang hati, Istana Merdeka akan menghidangkan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.