Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pejabat Publik Didesak Ikut "Tax Amnesty", ini Kata Jusuf Kalla

Kompas.com - 26/08/2016, 18:46 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Presiden Jusuf Kalla tak sependapat dengan usulan bahwa pejabat publik perlu mengikuti program pengampunan pajak.

Kalla menuturkan, kelompok yang paling banyak menyimpan harta di luar negeri untuk menghindari pembayaran pajak selama ini datang dari pengusaha-pengusaha besar, bukan pejabat publik.

Hal tersebut disampaikan JK menanggapi desakan agar pejabat publik juga mengikuti program pengampunan pajak atau tax amnesty yang dicanangkan pemerintah.

(Baca: Ketua Komisi XI: Orang Takut Ikut "Tax Amnesty" karena Merasa Diancam)

"Memang yang paling banyak itu pengusaha besar. Kalau pejabat publik tentu kan sudah dipotong pajak dari gajinya," kata JK di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (26/8/2016).

JK menambahkan, Undang-Undang Tax Amnesty pada dasarnya berlaku bagi semua pihak, termasuk penyelenggara negara.

Para penyelenggara negara yang menyimpan hartanya di luar negeri, tentu harus melakukan deklarasi. Namun, tujuan utama UU tersebut dibuat adalah untuk menarget sektor swasta.

"Justru yang harus dicontoh pengusaha-pengusaha besar. itu dulu kita dorong itu, yang kita tahu asetnya berapa di Forbes, tapi pajaknya cuma sekian," ucap JK.

Dikutip dari Harian Kompas, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo berpendapat realisasi program pengampunan pajak yang masih minim membutuhkan gerakan keteladanan dari pimpinan eksekutif, lembaga negara, para elite, termasuk aparat pajak. Gerakan keteladanan ini bisa mendongkrak realisasi pengampunan pajak.

”Pemerintah mengimbau masyarakat ikut program pengampunan pajak. Bagaimana mau mengajak masyarakat kalau pimpinannya tidak memberikan teladan,” kata Yustinus, Kamis (25/8).

Presiden, wakil presiden, para menteri, pimpinan lembaga tinggi negara, seperti DPR, direktur jenderal pajak, serta pimpinan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), dan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) perlu memberi contoh mengikuti program pengampunan pajak, lalu memublikasikan keikutsertaannya.

(Baca: BI Harap Dana dari "Tax Amnesty" Bisa Dorong Perekonomian RI)

Secara terpisah, Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi menyatakan, pihaknya tidak bisa mendorong gerakan keteladanan dari para pemimpin itu. Sebab, keikutsertaan seseorang dalam program pengampunan pajak berikut data yang dilaporkan bersifat rahasia.

”Kecuali orangnya sendiri secara sukarela mengumumkan kepada publik,” kata Ken.

Ken menegaskan, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengusahakan program pengampunan pajak berjalan sukses.

Di kantor Wakil Presiden, Jakarta, kemarin, Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia Tito Sulistio mengungkapkan, rata- rata transaksi harian bursa satu bulan terakhir Rp 8 triliun, meningkat Rp 2 triliun per hari. Namun, ia belum bisa memastikan apakah dana itu berasal dari repatriasi.

Berdasarkan data dari laman DJP hingga kemarin pukul 21.30, ada 12.895 surat pernyataan harta dengan nilai Rp 71,053 triliun, sementara uang tebusan Rp 1,45 triliun.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com