JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Suhardi Alius turut mengajak terpidana kasus terorisme Ali Imron ke Gedung DPR untuk melakukan rapat pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Menurut Suhardi, Ali Imron bisa memberikan gambaran praktik terorisme yang akan menjadi masukan bagi Panitia Khusus (Pansus) untuk mengakomodasi poin-poin yang belum dimasukkan dalam draf revisi.
"Menggambarkan bagaimana dia (Ali Imron) berbuat. Dari ceritanya itu kan sidang anggota Dewan ini bisa ambil kesimpulan, oh ternyata ada hal-hal yang belum diukur dan masuk dalam pasal-pasal yang akan mengakomodir," kata Suhardi, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (25/8/2016).
Dalam rapat pansus yang dilakukan secara tertutup, Suhardi mengatakan, BNPT menyampaikan sejumlah poin.
Salah satunya berkaitan dengan deradikalisasi.
Ia mengaku telah berkomunikasi dengan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto serta Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia Puan Maharani untuk menyosialisasikan tindakan deradikalisasi ke seluruh kementerian/lembaga terkait, misalnya Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Suhardi menilai, penyebaran ajaran radikal kini dilakukan melalui media sosial.
Selain media sosial, sejumlah media konvensional lainnya juga diawasi.
Peran Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) pun menjadi penting dalam upaya pemberantasan terorisme.
"KPI juga akan melakukan pengawasan. Nanti media juga akan dikontrol apa saja konten yang layak ditampilkan dan tidak. Dengan masukan dari KPI, kami akan diundang lagi dengan yang lain," kata Suhardi.