JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah terus berupaya meningkatkan upaya penanggulangan penyebaran paham radikalisme di Indonesia.
Salah satunya dengan membentuk satuan tugas (satgas) penanggulangan terorisme yang terdiri dari sejumlah lembaga dan kementerian.
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan, satuan tugas tersebut dibentuk untuk menyederhanakan prosedur normatif antarkementerian dan lembaga negara seperti Polri, Badan Intelijen Negara (BIN) dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
“Teroris yang berupaya menyebar paham radikalisme ini tidak mempunyai pola, maka kerja kami tidak menggunakan prosedur normatif (birokrasi). Jadi ada ‘karpet merah’ antara tiga institusi dengan Kemenkominfo, langsung berkoordinasi tanpa perlu prosedur. Kami sepakat lakukan percepatan,” ujar Rudiantara saat ditemui usai rapat koordinasi penanggulangan terorisme di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Senin (22/8/2016).
Rudiantara menjelaskan, melalui pola komunikasi baru ini, pemerintah berharap penyebaran paham radikalisme melalui media sosial dan situs internet dapat ditanggulangi dengan lebih cepat.
Menurutnya para pejabat kementerian atau lembaga yang ditugaskan dalam satgas dapat langsung berkoordinasi satu sama lain tanpa harus melalui prosedur yang normatif.
"Tidak usah melalui prosedur normatif, secepatnya saja kalau mau dilakukan pemblokiran situs internet. Nanti instruksinya tergantung kepada tiga institusi penegak hukum tadi, kadang kan mereka perlu waktu untuk penyelidikan dulu,” kata Rudiantara.
Ditemui terpisah, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komisaris Jenderal Suhardi Alius mengatakan pembentukan satgas merupakan upaya sinergitas antarkementerian dan lembaga dalam merumuskan pola-pola penanggulangan terorisme.
Satgas tersebut, kata Suhardi, berfungsi melaksanakan program deradikalisasi, kontra radikalisasi dan sebagai jembatan dari seluruh kementerian terkait.
Oleh sebab itu, satgas akan diisi pejabat dari kementerian atau lembaga yang memiliki akses langsung ke menteri dan kepala lembaga.
"Kami akan membuat task force (satgas) dengan pejabat dari kementerian yang tetap supaya bisa merumuskan bagaimana pola-pola penanggulangan yang efektif," ujar Suhardi saat ditemui usai rapat koordinasi penanggulangan terorisme di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Senin (22/8/2016).
Suhardi menjelaskan, antisipasi dalam penyebaran radikalisme di Indonesia saat ini membutuhkan sinergitas dari seluruh kementerian dan lembaga.
Pasalnya penyebar paham radikalisme sudah menggunakan seluruh celah yang ada di masyarakat, misalnya dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi.
Suhardi mencontohkan, salah satu pelaku terorisme yang ditangkap di Batam beberapa waktu lalu menggunakan media sosial seperti YouTube, Facebook dan Blackberry Messenger untuk menyerbarkan ajarannya.
Menurutnya, kecanggihan teknologi informasi melalui sosial media ataupun situs sudah dimanfaatkan dalam menciptakan modus baru penyebaran radikalisme.
Selain itu, Suhardi juga menyebut paham radikalisme telah meyebar di sektor pendidikan, dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi.
"Karena itu antisipasinya tidak hanya bisa dilakukan oleh BNPT saja, dibutuhkan sinergitas dengan kementerian lain. Yang jelas kami upayakan mereduksi radikalisme yang masuk," ungkap Suhardi.