Kriminalisasi terhadap perempuan
Persoalan diskriminasi juga terjadi di ranah peraturan perundang-undangan. Estu menuturkan, saat ini ada banyak peraturan yang cenderung mengkriminalisasi kaum perempuan.
Di sisi lain, Estu mengakui pemerintah Indonesia sudah sudah memiliki komitmen untuk mengangkat isu hak perempuan dalam beberapa peraturannya seperti Undang-Undang No 39 tahun 1999 tentang HAM dan Undang-Undang No 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Namun, dalam implementasinya Estu menilai belum sesuai dengan semangat kesetaraan gender dan persamaan hak karena dalam beberapa kasus kekerasan seksual ataupun rumah tangga, justru perempuan dianggap sebagai pihak yang bersalah.
"Indonesia sendiri telah meratifikasi CEDAW. Secara internasional sudah mengakui adanya hak-hak perempuan yang harus dilindungi. Namun dalam pelasanaannya sering kali tidak sesuai dengan peraturan yang ada," tuturnya.
Estu menyebut masih banyak peraturan hukum di Indonesia yang melegitimasi tindakan diskriminasi terhadap kaum perempuan. Bentuknya mulai dari undang-undang, surat keputusan hingga peraturan daerah.
Dalam Perda kota Tangerang No. 8 tahun 2005 tentang pelarangan Pelacuran misalnya, Estu memandang adanya potensi mendiskriminasi dan mengkriminaliasi perempuan.
Pasal 4 perda tersebut menyatakan bahwa setiap orang yang sikap atau perilakunya mencurigakan, sehingga menimbulkan suatu anggapan bahwa ia/mereka pelacur dilarang berada di jalan-jalan umum, di lapangan-lapangan, di rumah penginapan, losmen, hotel, asrama, rumah penduduk/kontrakan, warung-warung kopi, tempat hiburan, gedung tempat tontonan, di sudut-sudut jalan atau di lorong-lorong jalan atau tempat-tempat lain di Daerah.
Menurut Estu, pasal itu membahayakan posisi perempuan karena harus diakui persoalan prostitusi akan selalu dilekatkan terhadap kaum perempuan.
"Dari pasal 4 menunjukkan Perda itu dibuat berdasarkan asumsi yang berpotensi menimbulkan diskriminasi dan itu sudah terjadi. Ada beberapa kasus perempuan yang ditangkap karena dituduh sebagai pelacur," tutur Estu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.