Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 15/08/2016, 18:50 WIB

JAKARTA, KOMPAS — Pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla harus menjelaskan status kewarganegaraan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar terkait tuduhan bahwa yang bersangkutan sudah menjadi warga negara Amerika Serikat sejak Maret 2012.

Pakar hukum tata negara Refly Harun saat dihubungi, Sabtu (13/8/2016), menuturkan, pemerintah perlu segera mengumumkan secara jelas terkait status kewarganegaraan Arcandra agar tidak membuat kekisruhan di ruang publik.

Ia menambahkan, hukum di Indonesia hanya memperbolehkan individu memiliki satu kewarganegaraan.

”Kalau info tersebut benar, Arcandra harus memilih kewarganegaraannya,” ujar dia.

Pasal 23 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia menyebutkan, warga negara Indonesia kehilangan kewarganegaraannya jika yang bersangkutan di antaranya memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri, tidak menolak atau tidak melepaskan kewarganegaraan lain.

(Baca: Arcandra: Beri Saya Ruang untuk Bekerja...)

Hilangnya status WNI disebutkan juga karena permohonannya sendiri karena yang bersangkutan berusia 18 tahun atau sudah menikah, bertempat tinggal di luar negeri.

Seseorang dinyatakan hilang kewarganegaraan RI dan tidak menjadi tanpa kewarganegaraan karena masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin, sukarela masuk dalam dinas negara asing, serta secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut, tidak diwajibkan tetapi turut serta dalam pemilihan yang bersifat ketatanegaraan untuk suatu negara asing.

Selain itu, kewarganegaraan hilang jika mempunyai paspor dari negara asing atau surat yang dapat diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih berlaku dari negara lain; atau bertempat tinggal di luar wilayah negara RI selama lima tahun terus-menerus bukan dalam rangka dinas negara, tanpa alasan yang sah dan dengan sengaja tidak menyatakan keinginannya tetap menjadi WNI sebelum jangka waktu 5 tahun itu berakhir, dan setiap 5 tahun berikutnya yang bersangkutan tidak mengajukan pernyataan ingin tetap menjadi WNI kepada perwakilan RI.

Masih bisa jadi menteri

Namun, menurut Refly, jika status Arcandra telah menerima warga negara asing (WNA), misalnya Amerika Serikat, bukan berarti ia tidak bisa melanjutkan kariernya sebagai Menteri ESDM.

”Kalau isu tersebut benar dan terkonfirmasi dengan informasi dari pemerintah, Presiden Jokowi tetap bisa menjadikan Arcandra sebagai menteri,” paparnya.

(Baca: Wiranto: Menteri Arcandra Sudah Lepas Status Kewarganegaraan AS)

Jalan keluarnya, kata Refly, dengan memberhentikannya sementara, lalu mempercepat pengurusan Arcandra untuk kembali jadi WNI. Dengan demikian, dia dapat diangkat kembali sebagai salah satu anggota kabinet.

”Ini langkah alternatif karena pemilihan menteri adalah hak prerogatif Presiden,” ujar Refly.

Wakil Ketua Komisi I DPR TB Hasanuddin, yang membidangi masalah pertahanan, intelijen, dan luar negeri, juga berharap pemerintah segera menjelaskan tuduhan tersebut karena reputasi dan integritas pemerintah dipertaruhkan.

Bahkan, Kabinet Kerja yang belum sebulan umurnya dilantik Presiden Jokowi di Istana Negara dapat terusik soliditasnya.

”Penjelasan pemerintah tentu dilakukan setelah Kementerian Hukum dan HAM yang berkoordinasi dengan Konsulat Jenderal RI di AS sudah selesai meneliti dan memverifikasi status kewarganegaraan Arcandra di AS,” ujar Hasanuddin.

Hal senada disampaikan anggota Komisi VII DPR yang menangani sektor ESDM, Ramson Siagian. Menurut dia, meskipun ada penjelasan dari Konsulat Jenderal RI Houston bahwa Arcandra masih berstatus WNI dan memiliki paspor Indonesia, Arcandra harus menjelaskan kepada publik.

Halaman:


Terkini Lainnya

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Presen Buruk Jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Presen Buruk Jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih Berkat Doa PKS Sahabat Kami

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih Berkat Doa PKS Sahabat Kami

Nasional
Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Nasional
KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

Nasional
Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Nasional
Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi 'Doorstop' Media...

Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi "Doorstop" Media...

Nasional
Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Nasional
Eks Bawahan SYL Mengaku Beri Tip untuk Anggota Paspampres Jokowi

Eks Bawahan SYL Mengaku Beri Tip untuk Anggota Paspampres Jokowi

Nasional
Jokowi Harap Presiden Baru Tuntaskan Pengiriman Alkes ke RS Sasaran

Jokowi Harap Presiden Baru Tuntaskan Pengiriman Alkes ke RS Sasaran

Nasional
Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta bersama Pengacara

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta bersama Pengacara

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Pengamat: Siapa Pun yang Jadi Benalu Presiden

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Pengamat: Siapa Pun yang Jadi Benalu Presiden

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com