Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Merdeka Dua Kali

Kompas.com - 13/08/2016, 22:59 WIB

Apabila kita membuat lompatan dalam kehidupan bernegara dan berbangsa, sebagiannya meniru Singapura, dalam waktu yang sama mungkin kita akan melampaui Malaysia.

Kita sesungguhnya belum merdeka dari mentalitas terjajah, perasaan diri tak berdaya berhadapan dengan pesona dan kekuatan asing.

Dalam ungkapan Tan Malaka, kita belum merdeka seratus persen (Kemerdekaan 100%: Tiga Percakapan Ekonomi-Politik, 2005). Kemerdekaan dalam bentuk republik tidak cukup, isi kemerdekaanlah yang terpenting.

Republik harus memenuhi hak-hak lahir rakyat (untuk hidup layak dan bermartabat) dan juga hak-hak batinnya (hak-hak politik).

Hanya tiga bulan sesudah proklamasi, Tan Malaka sudah menggariskan keharusan Indonesia memiliki industri berat nasional untuk mengolah hasil tambang dan memproduksi alat utama sistem pertahanan (alutsista).

Juga mesin pembuat mesin, seperti industri otomotif. Berbeda dengan Malaysia, jalan-jalan mereka dipenuhi mobil buatan dalam negeri.

Bahan baku untuk mesin tersedia. Uang dari kekayaan alam kita pun cukup untuk mempekerjakan tenaga ahli asing dan menyekolahkan putra-putri kita di luar negeri.

Tan Malaka tidak anti asing, tetapi menolak kapitalisme asing yang merongrong kedaulatan negara dan kemandirian bangsa serta mengancam industri bayi di dalam negeri.

Indonesia merdeka lama, tetapi terlena. Swasta dan importir dibiarkan menguasai perekonomian nasional.

Badan usaha milik negara dan daerah dibiarkan merugi. Negara memperbanyak utang luar negeri dengan menggadaikan kekayaan alam yang tersisa. Republik Indonesia pun didikte institusi keuangan internasional dan kepentingan korporasi global.

Max Lane menilai elite politik pasca kemerdekaan gagal membentuk nasionalisme bangsa, kekuatan internal bangsa untuk membangun perekonomian mandiri (Unfinished Nation, 2014).

Elite kita sekarang tidak memiliki wibawa untuk berkata seperti para pendiri republik tercinta ini berkata, "Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan...." Salah satu batu uji Indonesia kini adalah kedaulatan di laut.

Nasionalisme elite tidak untuk kepentingan nasional, tetapi untuk melanggengkan ataupun merebut kekuasaan, untuk kepentingan bisnis pribadi dan kroni, untuk menghindar dari tanggung jawab atas pelanggaran HAM masa lalu.

Nasionalisme elite tak berdaya ketika bertemu dengan kepentingan elite negara lain yang diwakili entitas bisnis raksasa. Kita terjebak dalam slogan melawan kepentingan asing, padahal itu hanya kepentingan elite.

Banyak negara di Afrika dan beberapa di Asia porak poranda oleh perang saudara. Korupsinya juga akut. Rakyat merdeka harus merdeka untuk kedua kali: merdeka dari kemiskinan dan keterbelakangan, merdeka dari mentalitas kebergantungan pada asing. Untuk itu, pemerintahnya mesti profesional dalam mengurus negara dan rakyat.

Yonky Karman
Pengajar di Sekolah Tinggi Teologi Jakarta

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 24 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 24 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Polri Sebut Mayoritas Judi Online Dioperasikan dari Mekong Raya

Polri Sebut Mayoritas Judi Online Dioperasikan dari Mekong Raya

Nasional
KPK Sadap Lebih dari 500 Ponsel, tetapi 'Zonk' karena Koruptor Makin Pintar

KPK Sadap Lebih dari 500 Ponsel, tetapi "Zonk" karena Koruptor Makin Pintar

Nasional
Polri Sebut Bandar Judi “Online” Akan Dijerat TPPU

Polri Sebut Bandar Judi “Online” Akan Dijerat TPPU

Nasional
Pimpinan KPK Sebut OTT 'Hiburan' agar Masyarakat Senang

Pimpinan KPK Sebut OTT "Hiburan" agar Masyarakat Senang

Nasional
Dapat Banyak Ucapan Ulang Tahun, Jokowi: Terima Kasih Seluruh Masyarakat Atas Perhatiannya

Dapat Banyak Ucapan Ulang Tahun, Jokowi: Terima Kasih Seluruh Masyarakat Atas Perhatiannya

Nasional
Polri: Perputaran Uang 3 Situs Judi Online dengan 18 Tersangka Capai Rp1 Triliun

Polri: Perputaran Uang 3 Situs Judi Online dengan 18 Tersangka Capai Rp1 Triliun

Nasional
Menag: Tidak Ada Penyalahgunaan Kuota Haji Tambahan

Menag: Tidak Ada Penyalahgunaan Kuota Haji Tambahan

Nasional
Polri Tangkap 5.982 Tersangka Judi 'Online' Sejak 2022, Puluhan Ribu Situs Diblokir

Polri Tangkap 5.982 Tersangka Judi "Online" Sejak 2022, Puluhan Ribu Situs Diblokir

Nasional
KPK Geledah Rumah Mantan Direktur PT PGN

KPK Geledah Rumah Mantan Direktur PT PGN

Nasional
Imbas Gangguan PDN, Lembaga Pemerintah Diminta Tak Terlalu Bergantung

Imbas Gangguan PDN, Lembaga Pemerintah Diminta Tak Terlalu Bergantung

Nasional
Soroti Vonis Achsanul Qosasi, Wakil Ketua KPK: Korupsi Rp 40 M, Hukumannya 2,5 Tahun

Soroti Vonis Achsanul Qosasi, Wakil Ketua KPK: Korupsi Rp 40 M, Hukumannya 2,5 Tahun

Nasional
Polri Akui Anggotanya Kurang Teliti saat Awal Pengusutan Kasus 'Vina Cirebon'

Polri Akui Anggotanya Kurang Teliti saat Awal Pengusutan Kasus "Vina Cirebon"

Nasional
Tanggapi Survei Litbang Kompas, Istana: Presiden Konsisten Jalankan Kepemimpinan Merakyat

Tanggapi Survei Litbang Kompas, Istana: Presiden Konsisten Jalankan Kepemimpinan Merakyat

Nasional
Kemensos: Bansos Tak Diberikan ke Pelaku Judi Online, Tetapi Keluarganya Berhak Menerima

Kemensos: Bansos Tak Diberikan ke Pelaku Judi Online, Tetapi Keluarganya Berhak Menerima

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com