Oleh: Emerson Yuntho
Pada 20 Januari 2015, Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa Indonesia berada dalam status darurat narkotika. Kondisi darurat ini disebabkan karena pengguna narkotika di Indonesia saat itu telah mencapai 4,5 juta orang di seluruh Indonesia.
Selanjutnya, Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa tidak ada maaf bagi pelaku kejahatan narkotika di negeri ini.
Darurat narkotika juga diperkuat dengan data dari Badan Narkotika Nasional (BNN) pada November 2015, yang menyebutkan bahwa Indonesia adalah salah satu pangsa pasar narkotika terbesar di Asia.
Bahkan disebut-sebut telah menjadi salah satu produsen narkotika di dunia. Jumlah pengguna narkotika di Indonesia hingga November 2015 terdata 5,9 juta orang.
Dari seluruh penjara yang ada di Indonesia, sekitar 60 persen dihuni oleh narapidana atau pelaku kejahatan kasus narkotika.
Karena alasan kondisi darurat, di Indonesia narkotika telah ditetapkan menjadi kejahatan luar biasa (extra ordinary crime).
Regulasi anti narkotika memberikan ancaman hukuman penjara yang berat-bahkan hukuman mati-bagi pengedar narkotika. Indonesia telah melakukan eksekusi hukuman mati terhadap sedikitnya delapan orang karena terlibat dalam jaringan kejahatan narkotika.
Faktor praktik korupsi
Meski sudah banyak pelaku yang dijebloskan ke penjara, bahkan dihukum mati, hal ini belum sepenuhnya mampu membendung peredaran narkotika yang semakin masif di Indonesia. Ironisnya, peredaran narkotika juga terjadi di dalam penjara.
Salah satu faktor penyebab maraknya peredaran narkotika adalah karena ada praktik korupsi, khususnya suap yang dilakukan oleh bandar narkotika kepada oknum aparat hukum.
Selama 10 tahun terakhir, dalam catatan Indonesia Corruption Watch terdapat sedikitnya 20 aparat hukum yang diduga menerima suap dari bandar atau terlibat dalam peredaran narkotika. Sebagian di antaranya telah diproses secara hukum dan dijebloskan ke penjara.
Aparat hukum yang terlibat mulai dari oknum polisi, jaksa, hakim, tentara, hingga kepala penjara.
Motif penyuapan adalah agar pelaku dilindungi selama beroperasi, dilepaskan dari proses hukum, diberikan pengurangan hukuman, dan atau dibiarkan mengendalikan bisnis narkoba selama di penjara.
Contoh terbaru praktik suap dalam perkara narkotika yang melibatkan penegak hukum terjadi di Jakarta dan Sumatera Utara.