BALI, KOMPAS.com – Jabatan Indonesia sebagai President Association of Asian Consitutional Court and Equivalent Institutions (AACC), memasuki masa tunggu. Namun, hingga Selasa (9/8/2016), belum ada kandidat yang mencalonkan diri menjadi pengganti.
“Ya, ada banyak faktor yang mempengaruhi hal itu. Pertama, faktor dinamika perpolitikan di negara masing-masing. Lalu, kedua, lihat pula dinamika internal Mahkamah Konstitusi di sana,” ujar Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi (MK) Guntur Hamzah, Selasa.
Sebelumnya, dalam sesi pertemuan para sekretaris jenderal lembaga anggota AACC, Selasa, Guntur telah membuka pembicaraan mengenai jabatan ini. Hingga sesi kedua pertemuan itu berakhir, tak ada delegasi anggota AACC mengajukan diri.
Ketua MK, sebagai representasi Indonesia di organisasi ini, telah menjabat sebagai Presiden AACC sejak 2014. Pergantian Presiden AACC ditentukan lewat kongres, yang berlangsung setiap dua tahun sekali. Pada tahun ini, Kongres ke-3 AACC berlangsung di Nusa Dua, Bali, pada 8-14 Agustus 2016.
Kepada Kompas.com, Guntur sempat berkisah mengenai sejarah Indonesia didaulat menjadi Presiden AACC pada 2014.
“Dulu beda lagi ceritanya. Kami (delegasi) Indonesia tidak meminta, tetapi direkomendasikan oleh mayoritas delegasi negara yang lain. Kebetulan juga kami siap,” tutur Guntur.
Meski demikian, dalam forum pada Selasa petang, delegasi Korea Selatan sempat merespons tawaran posisi Presiden AACC. Mereka menyatakan siap kembali menjabat posisi itu, bila diminta oleh forum.
“Kami mampu dan berpengalaman mengingat (kami) pernah memegang jabatan ini sebelumnya,” ungkap delegasi Korea Selatan menimpali pertanyaan Guntur dalam forum.
“Kami lihat dulu, biasanya nanti akan datang surat dari delegasi negara yang siap menggantikan,” kata Guntur.
Setelah ada beberapa kandidat, Presiden AACC yang sedang menjabat akan menyelenggarakan Board of Member Meeting (BoMM) untuk penyerahan jabatan.
“Namun ini tergantung dengan BoMM yang digelar besok, Rabu (10/8/2016), karena diskusi mengenai Presiden AACC yang baru pun akan menjadi agenda pertemuan para Ketua MK (dan lembaga sejenis),” imbuh Guntur.
(Baca: Di Bali, Delegasi 16 Negara Bicara Hak Konstitusional Warga Negara)