Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 28/07/2016, 21:52 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com -"Jokowi Stop Eksekusi Mati". Demikian spanduk yang dibawa puluhan orang bersama Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat yang melakukan aksi di depan Istana Negara, Jakarta, Kamis (17/7/2016) malam.

Mereka membuat lingkaran sambil menyalakan sebanyak 1.000 lilin. Aksi damai itu memang bertujuan meminta Presiden Joko Widodo membatalkan rencana eksekusi mati tahap tiga terhadap 14 terpidana kasus narkoba.

Koordinator LBH Masyarakat, Antonius Badar, mengatakan, aksi menyalakan 1.000 lilin menjadi simbol kekecewaan terhadap pemerintah yang berkeras tetap menerapkan hukuman mati.

"Aksi damai di depan Istana Negara ini kami lakukan sebagai bentuk kekecewaan terhadap pemerintah dan meminta Presiden Jokowi membatalkan rencana eksekusi," ujar Badar.

KOMPAS.com / GARRY ANDREW LOTULUNG Aksi solidaritas yang tergabung dalam Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat menyalakan 1000 lilin saat aksi damai di Depan Istana Negara, Jakarta, Kamis (28/7/2016). Aksi damai tersebut meminta agar pemerintah menghentikan pelaksanaan eksekusi mati terhadap keempat belas terpidana mati dari berbagai negara.
Ia menjelaskan, ada beberapa alasan di balik desakan menghapus hukuman mati.

Menurut dia, penerapan hukuman mati tidak sesuai dengan prinsip-prinsip penegakan hak asasi manusia dan menghilangkan rasa kemanusiaan sebagai bangsa yang beradab.

Dengan alasan apapun, kata Badar, negara tidak mempunyai hak untuk menghilangkan nyawa seseorang.

"Jelas, penerapan hukuman mati itu tidak sesuai dengan nilai-nilai universal hak asasi manusia. Bahkan banyak negara sudah menghapus kebijakan itu," kata Badar.

Dari beberapa kasus terpidana mati yang ditangani oleh LBH Masyarakat, kata dia, masih ditemukan kelemahan dalam proses penanganan perkaranya.

KOMPAS.com / GARRY ANDREW LOTULUNG Aksi solidaritas yang tergabung dalam Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat menyalakan 1000 lilin saat aksi damai di Depan Istana Negara, Jakarta, Kamis (28/7/2016). Aksi damai tersebut meminta agar pemerintah menghentikan pelaksanaan eksekusi mati terhadap keempat belas terpidana mati dari berbagai negara.
Dalam kasus Humphrey Jefferson dan Merri Utami, Badar menyebutkan, dalam putusan pengadilan, hakim tidak bisa membuktikan bahwa kedua orang tersebut adalah pengedar.

"Di persidangan tidak pernah ada bukti cukup yang menunjukkan mereka berdua sebagai pengedar. Selain itu banyak terpidana yang tidak mendapat pengacara saat diperiksa," ujar Badar.

Melihat banyaknya kelemahan dalam sistem penegakan hukum di Indonesia, Badar berpendapat, hukuman mati tidak layak diterapkan.

Jika terjadi kesalahan atau ditemukan bukti baru yang membuktikan seseorang tidak bersalah, pemerintah dianggap tidak bisa memenuhi aspek keadilan terhadap terpidana yang telah dieksekusi.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda
28th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Peran, Fungsi dan Tugas TNI

Peran, Fungsi dan Tugas TNI

Nasional
Tugas TNI AD, AL, dan AU Menurut Undang-undang,

Tugas TNI AD, AL, dan AU Menurut Undang-undang,

Nasional
Perbedaan Perwira, Bintara, dan Tamtama di TNI

Perbedaan Perwira, Bintara, dan Tamtama di TNI

Nasional
Jokowi Teken Perpres Stranas BHAM, Dirjen HAM: Ciptakan Iklim Bisnis Berkelanjutan

Jokowi Teken Perpres Stranas BHAM, Dirjen HAM: Ciptakan Iklim Bisnis Berkelanjutan

Nasional
Gubernur Lemhannas: Risiko Tertinggi Pemilu 2024 Bukan Keamanan, tapi Friksi Politik Koalisi Pemerintah

Gubernur Lemhannas: Risiko Tertinggi Pemilu 2024 Bukan Keamanan, tapi Friksi Politik Koalisi Pemerintah

Nasional
Soal Peluang Kerja Sama dengan PSI, PDI-P Tunggu Keputusan Megawati

Soal Peluang Kerja Sama dengan PSI, PDI-P Tunggu Keputusan Megawati

Nasional
Ketum PP Muhammadiyah: Ijtihad Muhammadiyah Tidak Berpolitik Praktis

Ketum PP Muhammadiyah: Ijtihad Muhammadiyah Tidak Berpolitik Praktis

Nasional
Megawati Bertemu Mahathir Mohamad, Bahas soal Hujan hingga Pemindahan Ibu Kota Negara

Megawati Bertemu Mahathir Mohamad, Bahas soal Hujan hingga Pemindahan Ibu Kota Negara

Nasional
Setahun Tragedi Kanjuruhan, Komnas HAM: Bantuan Pemulihan Korban Belum Merata

Setahun Tragedi Kanjuruhan, Komnas HAM: Bantuan Pemulihan Korban Belum Merata

Nasional
Mentan Syahrul Yasin Limpo Disebut Sedang Berobat, Nasdem: Karena Prostat

Mentan Syahrul Yasin Limpo Disebut Sedang Berobat, Nasdem: Karena Prostat

Nasional
Said Iqbal Sebut Hakim MK Inkonsisten karena Putuskan UU Cipta Kerja Tak Cacat Formil

Said Iqbal Sebut Hakim MK Inkonsisten karena Putuskan UU Cipta Kerja Tak Cacat Formil

Nasional
Tanggal 5 Oktober Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Oktober Memperingati Hari Apa?

Nasional
MK Sebut UU Cipta Kerja Tak Cacat Formil, Partai Buruh Akan Ajukan Uji Materiil ke MA

MK Sebut UU Cipta Kerja Tak Cacat Formil, Partai Buruh Akan Ajukan Uji Materiil ke MA

Nasional
Menteri LHK: Dari 6.659 Titik Panas, 80 Persennya Berisiko Jadi Titik Api

Menteri LHK: Dari 6.659 Titik Panas, 80 Persennya Berisiko Jadi Titik Api

Nasional
Jaksa Sebut Eks Dirut Sarana Jaya Yoory Pinontoan Beli Lahan Sengketa di Cakung, Pemprov DKI Rugi Rp 155,4 Miliar

Jaksa Sebut Eks Dirut Sarana Jaya Yoory Pinontoan Beli Lahan Sengketa di Cakung, Pemprov DKI Rugi Rp 155,4 Miliar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com