Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Wisnubrata
Assistant Managing Editor Kompas.com.

Wartawan, penggemar olahraga, penyuka seni dan kebudayaan, pecinta keluarga

Rakyat Jelata, Bajaj, dan Sepeda, Nasibmu Kini

Kompas.com - 26/07/2016, 06:15 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAmir Sodikin

Waktu itu saya bertanya pada petugas loket, bagaimana saya harus parkir dan tiketnya seperti apa? Jawabannya, “Masuk aja, Pak. Sepeda gratis.”

Maka saya memarkir sepeda di tempat biasanya dengan gembok rantai mengikat sepeda dengan pagar besi stasiun. Tidak ada karcis, tidak ada bukti apapun. Namun demi kepantasan karena boleh menitipkan sepeda, saya memberi petugas itu uang.

Celakanya, saat sepeda hilang, tidak ada yang maju untuk bertanggung jawab. Soal ini saya maklum, karena memang secara resmi tidak ada parkiran sepeda. Mau mengadu ke siapa? Parkir tanpa tiket barangkali bisa disebut parkir gelap, walau membayar ke orang tertentu.

Walau kehilangan sepeda, toh saya tidak kapok bersepeda ke stasiun. Maklum, kegiatan itu memang didasari niat mulia mengurangi kemacetan dan mengikis lemak-lemak yang memenuhi perut.

Belajar dari pengalaman, saya sampaikan ke petugas yang sama bahwa saya titip sepeda. Karena pernah kecolongan, saya juga tanyakan dengan jelas di mana sebaiknya saya sandarkan sepeda. Saya pun membeli gembok yang lebih kuat, seraya berharap semoga segera ada parkir sepeda resmi.

Namun kejadian dua minggu lalu membuat lutut saya gemetar, mata terbelalak dan mulut menganga. Again? Saya sebagai pengguna sepeda benar-benar merasa ditinggalkan. Apalagi saya (merasa) menggunakannya dalam rangka mengikuti anjuran dan membantu program pemerintah.

Mengapa untuk yang jelas-jelas mengurangi kemacetan dan polusi justru tidak disediakan sarana yang memadai?

Menurut bisik-bisik sumber di PT Reska, menerima parkir sepeda memang tak gampang. Selain harus menyediakan tempat, yang artinya mengurangi tempat parkir motor, juga belum ada kesepakatan soal asuransinya. "Harga sepeda kan bervariasi," kata sumber itu.

Bagaimanapun saya tetap kecewa. Tapi setelah saya renungkan, ternyata saya dan para pesepeda tak sendiri. Ada juga alat transportasi lain, bajaj, yang pernah dipakai untuk kampanye, namun sempat dikabarkan tak boleh melintas di depan istana. 

Baca: Dianggap Memalukan, Bajaj Dilarang Lewati Jalan di Depan Istana Merdeka

Dua-duanya pernah menjadi saksi mengantarkan para calon menjadi penguasa. Nasib bajaj barangkali lebih mengenaskan karena alasan pelarangannya adalah wajahnya yang buruk, alias dianggap tidak pantas, sehingga tak boleh melintas.

Sepeda dan bajaj memang tak seberapa, nilainya jauh, amat jauh dibanding uang para miliarder yang disimpan di luar negeri yang akan diampuni pajaknya bila dibawa kembali ke negeri ini. Jadi jelas wajar kalau perhatian lebih tercurah ke tax amnesty dibanding remeh temeh begini.

Walau begitu, baik bila ada solusi yang membuat kaum jelata tak merasa dipandang sebelah mata. Membuat parkiran sepeda misalnya... hehehehe... Tetep...

Saya jadi teringat cerita tentang seorang prajurit Amerika Serikat bernama Sersan Bowe Bergdahl yang ditangkap Taliban di Afganistan ketika ia meninggalkan posnya tahun 2009.

Untuk membebaskan Sersan Bergdahl, AS terpaksa menukarnya dengan lima anggota Taliban yang ditahan di penjara Guantanamo, Kuba.

Banyak orang mempertanyakan keputusan itu dan berkata apakah Amerika harus mengorbankan banyak tenaga dan usaha untuk menyelamatkan seseorang yang meninggalkan tugasnya sampai ditangkap musuh. Yang lain mempertimbangkan apakah satu orang ditukar lima tahanan itu sebanding.

Namun jawaban militer, melalui Presiden Obama dan Menteri Pertahanan Chuck Hagel jelas dan tegas: No man left behind. Amerika tidak akan meninggalkan prajuritnya.

Ah, semoga para penguasa di Indonesia juga tidak meninggalkan mereka yang pernah membantunya, meski mereka bukan orang berpunya, tapi hanya rakyat biasa, kelas bajaj maupun sepeda…

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com