JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah harus mengantisipasi potensi terjadinya aksi teror menyusul tewasnya Santoso beberapa waktu lalu.
Direktur Eksekutif Pusat Kajian Radikalisme dan Deradikalisasi Adhe Bhakti mengatakan, sebenarnya lingkup teror yang dilakukan oleh Santoso hanya pada tingkat lokal, Poso dan Palu, Sulawesi Tengah.
Namun, kata Adhe, menjadi masalah ketika Santoso mengembangkan jaringannya melalui pelatihan militer.
"Jadi, istilahnya dia membuka sekolah militer dan itu yang diikuti oleh teman-teman 'jihadis' dari seluruh Indonesia," ujar Adhe, saat dihubungi, Kamis (21/7/2016).
Kemudian, kata Adhe, Santoso juga selalu berpesan kepada para "jihadis" yang telah selesai menimba ilmu darinya.
Kepada mereka, Santoso berpesan, "Silahkan kalian 'main' di tempat kalian masing-masing sesuai kemampuan kalian," tutur Adhe.
"Itu kan perpanjangan tangan dari Santoso. Silakan bergerak sendiri-sendiri, nah itu juga menjadi serta-merta ancaman balas dendam dan seterusnya," tambah dia.
Menurut Adhe, tewasnya Santoso membuat situasi di Poso akan lebih aman.
Namun demikian, sejumlah daerah yang disinyalir masih ada kelompok-kelompok teroris perlu diantisipasi.
Adhe menyebutkan, berdasarkan data yang dihimpun lembaganya, ada sejumlah wilayah yang ketua dan anggota kelompoknya pernah ikut pelatihan militer Santoso.
Kelompok itu, di antaranya di Jawa Tengah yaitu Al-Qaeda Indonesia pimpinan Badri Hartono.
Pimpinannya dan beberapa anggota lainnya pernah mengikuti latihan yang diadakan Santoso.
"Beberapa masih menjadi DPO (Daftar Pencarian Orang)," kata dia.
Lalu, di wilayah Jabodetabek dan Lampung dikomandoi Abu Roban.
Anggota-anggotanya, kata dia, juga masih ada yang masuk dalam DPO.