Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anggota Komisi I Ragukan Keterangan Serdadu AS soal Senjata Ilegal untuk Paspampres

Kompas.com - 09/07/2016, 20:40 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi I DPR Charles Honoris meragukan kebenaran kabar tentang pembelian senjata api ilegal oleh anggota Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres).

Menurut dia, Paspampres perlu segera mengklarifikasi kabar tersebut. "Berita ini kan didasarkan pengakuan seorang prajurit angkatan darat Amerika yang sedang diadili karena terlibat jual beli senjata ilegal. Bisa saja pengakuan tersebut hanya karangan belaka," ujar Charles melalui pesan singkat, Sabtu (9/7/2016).

(Baca: Pimpinan Komisi I DPR Minta Paspampres Cepat Klarifikasi Isu Pembelian Senjata Ilegal)

Charles mengatakan, sulit dipercaya jika anggota TNI membeli senjata secara ilegal di Amerika Serikat untuk keperluan dinas. Apalagi, anggaran pembelian senjata sudah jelas diberikan oleh pemerintah.

Bahkan, menurut Charles, Komisi I DPR yang menangani bidang pertahanan terus berupaya meningkatkan anggaran belanja TNI agar alat utama sistem persenjataan (alutsista) anggota TNI lengkap sesuai keperluan tugas.

Anggota Fraksi PDI Perjuangan tersebut menyarankan agar Mabes TNI dan Satuan Paspampres segera menyelidiki dan mengklarifikasi berita tersebut. Isu yang simpang siur dinilai akan merugikan TNI dan pemerintah secara lebih luas.

"Isu pembelian senjata ini bukan hanya persoalan jual beli senjata ilegal, tetapi juga mencoreng citra TNI dan Indonesia di mata dunia internasional," kata Charles.

Sebelumnya, seorang serdadu Amerika Serikat, Selasa (5/7/2016), mengaku terlibat dalam penjualan sejumlah senjata api secara ilegal untuk anggota Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) Indonesia.

(Baca: Serdadu AS Mengaku Jual Senjata Secara Ilegal untuk Paspampres)

Dalam rilis yang diterbitkan Departemen Kehakiman AS menyebut di pengadilan federal New Hampshire, serdadu bernama Audi N Sumilat itu mengaku telah membuat pernyataan palsu ketika membeli senjata api di sebuah toko senjata resmi pada September dan Oktober 2015.

Saat itu, Sumilat menyatakan sejumlah senjata yang dia beli itu adalah untuk keperluan dirinya sendiri. Nyatanya, senjata-senjata tersebut dia beli untuk dijual kepada tiga anggota Paspampres yang karena berstatus warga asing tidak dapat membeli senjata api secara legal di AS.

Sumilat mengaku, dia dan tiga anggota Paspampres itu membuat rencana tersebut pada Oktober 2014, saat keempatnya berlatih bersama di Fort Benning, Georgia. Setahun setelah pertemuan di Fort Benning, Sumilat kemudian membeli sejumlah senjata api di Texas.

Dia kemudian mengirimkan berbagai jenis senjata tersebut ke kawannya, Feky R Sumual, di New Hampshire. Selanjutnya, Sumual mengantarkan senjata-senjata itu ke beberapa anggota Paspampres yang sedang berdinas di Washington DC dan markas besar PBB, New York. Perjalanan dinas beberapa anggota Paspampres itu bersamaan dengan kunjungan Presiden Joko Widodo ke AS.

Kompas TV Ingin Ketemu Jokowi, Pria Terobos Paspampres

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Setelah Bertemu Jokowi, Sekjen OECD Akan Temui Prabowo

Setelah Bertemu Jokowi, Sekjen OECD Akan Temui Prabowo

Nasional
PKS Pecat Caleg di Aceh yang Ditangkap Karena Kasus Narkoba

PKS Pecat Caleg di Aceh yang Ditangkap Karena Kasus Narkoba

Nasional
Achsanul Qosasi Minta Maaf karena Terima Uang 40 M dari Proyek BTS

Achsanul Qosasi Minta Maaf karena Terima Uang 40 M dari Proyek BTS

Nasional
4 Poin Penting PP Tapera: Syarat Kepesertaan hingga Besaran Iurannya

4 Poin Penting PP Tapera: Syarat Kepesertaan hingga Besaran Iurannya

Nasional
DPR Setujui Revisi 4 Undang-Undang sebagai Usul Inisiatif

DPR Setujui Revisi 4 Undang-Undang sebagai Usul Inisiatif

Nasional
Menyoal Putusan Sela Gazalba Saleh, Kewenangan Penuntutan di UU KPK dan KUHAP

Menyoal Putusan Sela Gazalba Saleh, Kewenangan Penuntutan di UU KPK dan KUHAP

Nasional
Achsanul Qosasi Akui Terima Uang dari Proyek BTS: Saya Khilaf

Achsanul Qosasi Akui Terima Uang dari Proyek BTS: Saya Khilaf

Nasional
Warga Kampung Susun Bayam Keluhkan Kondisi Huntara: Banyak Lubang, Tak Ada Listrik

Warga Kampung Susun Bayam Keluhkan Kondisi Huntara: Banyak Lubang, Tak Ada Listrik

Nasional
Dikonfrontasi Jaksa, Istri SYL Tetap Bantah Punya Tas Dior dari Duit Kementan

Dikonfrontasi Jaksa, Istri SYL Tetap Bantah Punya Tas Dior dari Duit Kementan

Nasional
Bos Maktour Travel Mengaku Hanya Diminta Kementan Reservasi Perjalanan SYL ke Saudi, Mayoritas Kelas Bisnis

Bos Maktour Travel Mengaku Hanya Diminta Kementan Reservasi Perjalanan SYL ke Saudi, Mayoritas Kelas Bisnis

Nasional
Jadi Tenaga Ahli Kementan, Cucu SYL Beralasan Diminta Kakek Magang

Jadi Tenaga Ahli Kementan, Cucu SYL Beralasan Diminta Kakek Magang

Nasional
Jadi Ahli Sengketa Pileg, Eks Wakil Ketua MK: Sistem Noken Rentan Dimanipulasi Elite

Jadi Ahli Sengketa Pileg, Eks Wakil Ketua MK: Sistem Noken Rentan Dimanipulasi Elite

Nasional
Putusan Bebas Gazalba Saleh Dikhawatirkan Bikin Penuntutan KPK Mandek

Putusan Bebas Gazalba Saleh Dikhawatirkan Bikin Penuntutan KPK Mandek

Nasional
Polemik Putusan Sela Gazalba, KPK Didorong Koordinasi dengan Jaksa Agung

Polemik Putusan Sela Gazalba, KPK Didorong Koordinasi dengan Jaksa Agung

Nasional
Jadi Ahli Sengketa Pileg, Eks Hakim MK: Mayoritas Hasil Pemilu di Papua Harus Batal

Jadi Ahli Sengketa Pileg, Eks Hakim MK: Mayoritas Hasil Pemilu di Papua Harus Batal

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com