Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Amir Sodikin
Managing Editor Kompas.com

Wartawan, menyukai isu-isu tradisionalisme sekaligus perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Bergabung dengan harian Kompas sejak 2002, kemudian ditugaskan di Kompas.com sejak 2016. Menyelesaikan S1 sebagai sarjana sains dari Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada (UGM), dan S2 master ilmu komunikasi dari Magister Ilmu Komunikasi Universitas Paramadina. 

“The Power of Maaf”, Jangan Remehkan Kekuatan Maaf

Kompas.com - 06/07/2016, 08:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Luka batin masa lalu, entah karena disakiti “mantan”, disakiti musuh, dikhianati orang kepercayaan, difitnah rekan kerja atau orang terkasih, atau karena cekcok dengan keluarga, tak semestinya dibawa lari sepanjang hidup. Luka itu harus dibasuh, dibalut, hingga akhirnya kering dan sembuh.

Obat apa yang bisa membasuh dan menyembuhkan luka seperti itu? Tak ada obat kedokteran dan tak ada ahli kedokteran yang mampu menanganinya. Hanya kekuatan maaf pada diri kita masing-masing yang bisa melakukannya.

Saatnya memaafkan

“The power of maaf” ini memang tiada tara. Orang-orang pemaaf cenderung memiliki kesehatan jiwa yang powerfull. Nah, Anda ingin mencoba kekuatan maaf itu?

Inilah hari yang tepat untuk Anda coba. Idul Fitri telah tiba. Inilah hari kemenangan bagi umat Islam yang satu bulan penuh telah berhasil menunaikan puasa. Supaya lebih jelas, kekuatan maaf tak hanya bisa dilakukan pada saat Idul Fitri, bisa dilakukan kapan pun saat kita perlu memberikan maaf.

Banyak orang meremehkan kata maaf,  baik dalam kehidupan sehari-hari maupun di saat hari raya Idul Fitri. Karena persoalan ingin menyampaikan maaf secara langsung inilah, salah satunya, menjadi salah satu alasan mengapa ribuan hingga jutaan orang  rela berjubel-jubel di antara kemacetan “sadis”, seperti yang terjadi di tol Pejagan-Brebes Timur dan di Pantura.

Mereka bukan sekadar bepergian atau sekadar menjalani rutinitas pulang kampung.

Perjalanan mereka adalah upaya menghantarkan selaksa dan bahkan sejuta maaf kepada orangtua, orang yang dituakan, dan juga sanak saudara di kampung. Bagi sebagian orang Indonesia, terutama orang Jawa, berkumpul dengan sanak saudara di kampung merupakan momentum langka, setahun sekali dan bahkan bisa bertahun-tahun terjadi sekali.

Satu hal lagi, sebagian orangtua Jawa di kampung (sekali lagi sebagian, sebagian yang saya ketahui), terutama dari generasi baby boomers (lahir sekitar 1946-1964) atau sebelumnya, hingga generasi X awal (lahir sekitar 1965-1980), memiliki keterbatasan ekspresi lisan untuk meminta maaf. Orang-orang yang satu keluarga di kampung, cenderung jarang menggunakan ekspresi dengan kata-kata formal meminta maaf.

Tak hanya soal maaf, banyak pula yang memiliki keterbatasan ekspresi lisan untuk mengatakan cinta pada pasangannya (suami atau istri), atau kepada orangtua, atau kepada anak-anak dan cucu-cicitnya. Keluarga saya di kampung termasuk tipe seperti itu. Aneh? Jangan heran, sepertinya ini warisan orangtua generasi tua di kampung kami.

Amat sulit untuk bisa mendengar kata-kata seorang ibu yang menyatakan sayang atau cinta kepada anak-anaknya.  Yang justru sering terdengar adalah "maki-makian" orangtua pada anak-anaknya.

“Enggak usah pulang Lebaran juga enggak apa-apa, beneran ayamnya utuh,” itu contoh salah satu basa-basi “sadis” yang umum keluar dari orangtua kepada anaknya.

Namun, pada akhirnya, saya tahu kalau basa-basi “sadis” itu adalah ungkapan sayang dan cinta tak ternilai harganya kepada anak-anaknya. Seorang ibu yang galak, bisa sesenggukan di pojok rumah ketika tahu anaknya tak bisa pulang mudik. Terasa tak lengkap jika ada salah satu anaknya yang tak bisa pulang.

Jika sudah berkumpul sekeluarga, tiba-tiba, biasanya, air mata berlelehan saat sungkeman di hari nan fitri. Hanya saat itulah, mereka yang tak pernah sempat mengatakan ekspresi lisan cintanya dan maafnya kepada sanak saudaranya, hari itu secara lisan menyampaikannya secara ikhlas. Maaf dan cinta berbalut satu di hari nan fitri. Syahdu.

Akhirnya, mudik bukanlah ritual tahunan semata. Mudik itu pulang. Pulang menemui keluarga tercinta, pulang merawat cinta yang tak terkata-katakan, menjalin tali persaudaraan, menjumpai masa lalu, berdamai dengan keadaan, pulang membasuh luka batin, serta pulang untuk meminta maaf dan memaafkan mereka yang telah menyakiti kita.

Pada akhirnya,  jika kita berlapang dada untuk meminta maaf atau memaafkan, inilah momentum pulang menjemput energi berlimpah dari kekuatan maaf. Bukan untuk siapa-siapa, tapi untuk diri kita sendiri pula.

“Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang setimpal, tetapi barang siapa yang memaafkan dan berbuat baik kepada orang yang berbuat jahat, maka pahalanya dari Allah. Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang zalim. (QS Asy-Syura: 40)

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1437 H. Mohon maaf lahir dan batin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Nasional
Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo', Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Sebut Jokowi Kader "Mbalelo", Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com