Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembentukan Satgas Khusus Pengawasan MA Dinilai Bukan Solusi

Kompas.com - 02/07/2016, 14:12 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti dari Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) Dio Ashar Wicaksana menilai pembentukan Satgas Khusus Pengawasan oleh Mahkamah Agung tidak bisa menjadi solusi dalam mereformasi lembaga peradilan.

Menurut Dio, pembentukan satgas tersebut menampakan bahwa MA melihat rangkaian kasus suap yang melibatkan pejabat pengadilan sebagai persoalan kasus per kasus, bukan masalah struktural yang perlu diselesaikan.

"Itu mencerminkan perspektif MA dalam melihat rangkaian permasalahan tidak komprehensif. Kami menolak Satgas Pengawasan yang didiirikan oleh MA," ujar Dio saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (2/7/2016).

Lebih jauh Dio menuturkan, MA sebaiknya tidak menutup diri dan menunjuk pihak-pihak di internal yang tidak diketahui rekam jejaknya oleh publik untuk melakukan pengawasan.

MA harus mulai menyadari perlunya pelibatan lembaga lain untuk menciptakan sebuah sistem pengawasan yang ideal dan komprehensif.

Dalam mendesain pengawasan terhadap hakim, kata Dio, seharusnya MA mengikutsertakan peran Komisi Yudisial, Komisi Pemberantasan Korupsi, dan masyarakat sipil.

 

Menurut Dio pelibatan ini penting untuk menjaga akuntabilitas sistem pengawasan yang dilakukan oleh MA.

"Momentum rentetan kasus suap ini seharusnya menyadarkan MA. MA harus mau membuka diri untuk bekerja sama dengan lembaga lain. Pelibatan lembaga lain ini penting agar prinsip akuntabilitas tetap terjaga," kata Dio.

Sebelumnya, Dio mengungkapkan bahwa MA telah membentuk satuan tugas khusus pengawasan yang bertugas mengawasi proses penanganan perkara. Pembentukan satgas tersebut dilakukan MA untuk merespons rentetan kasus suap yang melibatkan pejabat pengadilan.

Terakhir Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Muhammad Santoso tertangkap tangan menerima suap (30/6/2016). Santoso, yang kini sudah jadi tersangka, diduga menerima suap dari Raoul Adhitya Wiranatakusumah atas perkara yang ditangani PN Jakarta Pusat. KPK menyita uang senilai 28.000 dollar Singapura.

(Baca: Panitera PN Jakarta Pusat dan Staf Pengacara Resmi Ditahan KPK)

Dikutip dari Kompas, Penangkapan panitera di PN Jakarta Pusat sudah dua kali terjadi. Sebelumnya, pada 20 April lalu, KPK menangkap Edy Nasution, panitera PN Jakarta Pusat, terkait suap pengurusan sengketa perdata anak perusahaan Grup Lippo.

Dari Januari hingga Juni 2016, KPK 10 kali melakukan OTT. Lima di antaranya melibatkan aparatur pengadilan, dari hakim, panitera, hingga pejabat MA.

Kompas TV Reformasi Kelembagaan Paling Gagal adalah MA- Satu Meja

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Sekjen PKS Sebut Jokowi Sodorkan Kaesang ke Sejumlah Parpol untuk Maju Pilkada Jakarta

Sekjen PKS Sebut Jokowi Sodorkan Kaesang ke Sejumlah Parpol untuk Maju Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Nilai Pintu Koalisi Masih Terbuka Meski PKS Usung Anies-Sohibul di Jakarta

PDI-P Nilai Pintu Koalisi Masih Terbuka Meski PKS Usung Anies-Sohibul di Jakarta

Nasional
Tinjau RSUD di Barito Timur, Jokowi Soroti Kurangnya Dokter Spesialis

Tinjau RSUD di Barito Timur, Jokowi Soroti Kurangnya Dokter Spesialis

Nasional
PDN Kena 'Ransomware', Pemerintah Dianggap Tak Mau Belajar

PDN Kena "Ransomware", Pemerintah Dianggap Tak Mau Belajar

Nasional
Jokowi Persilakan KPK Usut Kasus Korupsi Bansos Presiden

Jokowi Persilakan KPK Usut Kasus Korupsi Bansos Presiden

Nasional
PKS Klaim Tolak Tawaran Kursi Bacawagub DKI dari KIM, Pilih Usung Anies-Sohibul

PKS Klaim Tolak Tawaran Kursi Bacawagub DKI dari KIM, Pilih Usung Anies-Sohibul

Nasional
Penangkapan 103 WNA Terkait Kejahatan Siber Berawal dari Imigrasi Awasi Sebuah Vila di Bali

Penangkapan 103 WNA Terkait Kejahatan Siber Berawal dari Imigrasi Awasi Sebuah Vila di Bali

Nasional
Rumah Pensiun Jokowi Mulai Dibangun, Kemensetneg: Presiden Sendiri yang Memilih Lokasi

Rumah Pensiun Jokowi Mulai Dibangun, Kemensetneg: Presiden Sendiri yang Memilih Lokasi

Nasional
Serangan Siber PDN Dinilai Semakin Menggerus Kepercayaan Publik

Serangan Siber PDN Dinilai Semakin Menggerus Kepercayaan Publik

Nasional
Publik Dirugikan 'Ransomware' PDN Bisa Tuntut Perdata Pemerintah

Publik Dirugikan "Ransomware" PDN Bisa Tuntut Perdata Pemerintah

Nasional
KPK Tetapkan 9 Tersangka Korupsi Proyek Pengerukan Alur Pelayaran di 4 Pelabuhan

KPK Tetapkan 9 Tersangka Korupsi Proyek Pengerukan Alur Pelayaran di 4 Pelabuhan

Nasional
Notifikasi Dampak 'Ransomware' PDN Nihil, Sikap Pemerintah Dipertanyakan

Notifikasi Dampak "Ransomware" PDN Nihil, Sikap Pemerintah Dipertanyakan

Nasional
KPK Usut Dugaan Korupsi Proyek Pengerukan Jalur Pelayaran di 4 Pelabuhan

KPK Usut Dugaan Korupsi Proyek Pengerukan Jalur Pelayaran di 4 Pelabuhan

Nasional
Duet Anies-Sohibul Dinilai Tak Realistis, PKS: Ini Pasangan Ideal, Punya Wawasan Global

Duet Anies-Sohibul Dinilai Tak Realistis, PKS: Ini Pasangan Ideal, Punya Wawasan Global

Nasional
PDI-P dan PKB Berpeluang Koalisi Tanpa PKS, Syaikhu: Insya Allah Pak Anies Tetap Bersama Kami

PDI-P dan PKB Berpeluang Koalisi Tanpa PKS, Syaikhu: Insya Allah Pak Anies Tetap Bersama Kami

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com