JAKARTA, KOMPAS.com — Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menegaskan, sementara ini, TNI tidak akan masuk ke Filipina untuk membebaskan tujuh warga negara Indonesia yang disandera kelompok Abu Sayyaf.
"Saat ini, saya pastikan, TNI tidak masuk ke sana (Filipina)," ujar Gatot di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (30/6/2016) malam.
Langkah TNI itu memiliki alasan kuat. Gatot menegaskan, Pemerintah Filipina sampai saat ini tidak memperbolehkan militer negara lain untuk memasuki wilayahnya atas alasan undang-undang.
"Kalau TNI masuk ke sana, itu artinya menyalahkan undang-undang. Jangankan bebaskan sandera. TNI bawa kapal masuk saja itu tidak bisa karena aturan negara seperti itu," kata Gatot.
(Baca: Indonesia Diizinkan Kejar Perompak ke Filipina)
Panglima meminta publik tidak memercayai kabar bahwa TNI bisa masuk ke Filipina untuk membebaskan sandera sendiri.
"Kalau dengar katanya, katanya, katanya, ya kan itu enggak mungkin katanyalah," lanjut Gatot.
TNI kini memilih untuk mengamati pergerakan tentara Filipina yang juga masih berupaya membebaskan WNI yang disandera. Gatot memastikan, TNI baru bisa merangsek masuk ke area Filipina jika ada perjanjian kedua negara.
"Semuanya berdasarkan aturan kan. Ada hitam di atas putihnya, itu belum ada. SOP segala macam belum ada," ujar Gatot.
(Baca: Awak Kapal TB Charles Berganti Jalur Sebelum Penyanderaan di Filipina)
Tujuh WNI disandera oleh kelompok bersenjata Filipina. Penyanderaan terhadap ABK tugboat Charles 001 dilakukan sebanyak dua kali.
Penyanderaan pertama dilakukan terhadap tiga orang, yaitu Kapten Fery Arifin (nakhoda), Muhammad Mahbrur Dahri (KKM), dan Edy Suryono (masinis II).
Selang 1,5 jam kemudian, terjadi penyanderaan kedua terhadap empat ABK lainnya oleh kelompok berbeda, yaitu Ismail (mualim I), Robin Piter (juru mudi), Muhammad Nasir (masinis III), dan Muhammad Sofyan (oilman).