JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi IX DPR, Okky Asokawati meminta pemerintah meningkatkan pengawasan terkait peredaran vaksin agar pemalsuan vaksin tak terulang.
Ia juga mengusulkan pemerintah memetakan daerah dan titik yang terdistribusi vaksin palsu. Ini agar publik mengetahui dan bisa memastikan apakah anaknya terdampak beredarnya vaksin palsu atau tidak.
"Menurut saya perlu ada mapping daerah mana yang banyak vaksin palsu. Kemarin kan Jawa Barat, Banten, DKI," ujar Okky di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (27/6/2016).
Kementerian Kesehatan, lanjut dia, sebagai garda terdepan pelayanan kesehatan masyarakat harus punya data akurat terkait penggunaan vaksin. Selain juga meyakinkan orang tua untuk tetap memberikan vaksinasi kepada anak-anaknya.
(Baca: Saat Digerebek, Tetangga Mengira Ada Buka Puasa di Rumah Pembuat Vaksin Palsu)
Dia juga meminta penegak hukum memberikan hukuman seberat-beratnya bagi pelaku yang terbukti terlibat dalam penyebaran vaksin palsu. "Ini memprihatinkan. Sering ada bayi yang meninggal karena vaksinasi," kata politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini.
Upaya pengungkapan kasus vaksin palsu ini berawal dari temuan penyidik Subdirektorat Industri dan Perdagangan Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri di tiga wilayah, yaitu Jawa Barat, Banten dan DKI Jakarta.
Menteri Kesehatan Nila Moeloek mengatakan, keberadaan vaksin palsu itu diketahui sudah mulai beredar sejak 2003 silam. Saat ini, pihak aparat masih menggali informasi lebih jauh terhadap pelaku yang telah ditangkap.
"Vaksin itu sebenarnya sejak 2003 sudah ada yang ditangkap, sekarang sedang didata," kata dia.
Dalam penggeledahan beberapa waktu lalu, penyidik mengamankan barang bukti, yakni 195 saset hepatitis B, 221 botol vaksin polio, 55 vaksin anti-snake, dan sejumlah dokumen penjualan vaksin.
(Baca: Kesaksian Tetangga Pasutri Pembuat Vaksin Palsu)
Sejauh ini, 10 orang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Mereka dijerat Pasal 197 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun dan denda Rp 1,5 miliar dan Pasal 62 juncto Pasal 8 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Nila mengaku, belum mengetahui daerah mana saja yang menjadi daerah penyebaran vaksin palsu tersebut. "Saya belum tahu, tapi sedang di data. Tapi coba tanya ke Bareskrim saja," kata dia.