Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPU Kaji Pasal soal Uang Makan, Minum, dan Transpor dalam UU Pilkada

Kompas.com - 11/06/2016, 17:23 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat, Hadar Nafis Gumay, menuturkan pihaknya masih mengkaji sejumlah pasal Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) yang baru saja direvisi, termasuk pasal yang mengatur tentang uang transport, makan dan minum, serta keperluan lainnya.

Karena itu, KPU belum dapat menguraikan hal tersebut dalam Peraturan KPU.

Hadar mengatakan, aturan tersebut harus disesuaikan pula dengan kondisi dan situasi daerah masing-masing.

"Belum (diatur dalam PKPU). Kami berupaya agar tidak dalam bentuk uang. Tidak boleh berlebihan karena nanti bisa bermakna sebagai politik uang yang terselubung  Tapi besarannya harus kami kaji betul," kata Hadar di bilangan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (11/6/2016).

Terkait pasal tersebut, Wakil Ketua Komisi II DPR Lukman Edy mengatakan, aturan mengenai politik uang perlu dijabarkan hingga rincian uang makan, minum dan transport agar menjadi objek audit Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Jika menjadi objek audit, Bawaslu akan membuat aturan maksimal uang makan, minum dan transport tersebut bahkan hingga alat peraga kampanye.

"Kalau tidak seperti itu maka inilah yang dijadikan sarana orang untuk bertransaksi," kata Lukman.

Setelah diaudit maka dapat dilaporkan sebagai rencana anggaran biaya (RAB) calon kepala daerah.

"Begitu masuk RAB, uang makan transport hadiah dan atribut maka kemudian KPU bisa mengaudit. Jadi tujuannya sebagai objek audit," kata politisi Partai Kebangkitan Bangsa itu.

Koordinator Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Masykurudin Hafidz, sebelumnya menilai aturan soal politik uang dalam Undang-Undang Pilkada sama sekali tak bisa diterapkan. Sebab, ada beberapa aturan yang justru tak terjabarkan dalam UU tersebut.

"Misalnya politik uang tidak termasuk transpor, dan lain-lain. Pada akhirnya nanti Bawaslu akan kebingungan mendapatkan kategori apa sih yang disebut politik uang," kata Masykurudin, Jumat.

Menurut Masykurudin, ada beberapa solusi yang bisa ditempuh untuk memperjelas UU Pilkada tersebut. Yang pokok soal batasan. Hal itu dapat dimulai dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) dengan menentukan batas maksimal uang transpor, makan serta kebutuhan-kebutuhan lain. Jika ada di luar detail tersebut, bisa masuk kategori politik uang.

Ia mencontohkan jika uang makanan atau minuman dalam keperluan pemilih di kampanye dipatok Rp 25 ribu, seperti pada Pilkada 2015 lalu. "Di atas Rp 25 ribu politik uang, baik bentuk uang maupun barang," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Nasional
Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Nasional
Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Nasional
Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Nasional
PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

Nasional
Tanggapi Ide 'Presidential Club' Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Tanggapi Ide "Presidential Club" Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Nasional
6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

Nasional
Budiman Sudjatmiko: Bisa Saja Kementerian di Era Prabowo Tetap 34, tetapi Ditambah Badan

Budiman Sudjatmiko: Bisa Saja Kementerian di Era Prabowo Tetap 34, tetapi Ditambah Badan

Nasional
PAN Ungkap Alasan Belum Rekomendasikan Duet Khofifah dan Emil Dardak pada Pilkada Jatim

PAN Ungkap Alasan Belum Rekomendasikan Duet Khofifah dan Emil Dardak pada Pilkada Jatim

Nasional
Prabowo Hendak Tambah Kementerian, Ganjar: Kalau Buat Aturan Sendiri Itu Langgar UU

Prabowo Hendak Tambah Kementerian, Ganjar: Kalau Buat Aturan Sendiri Itu Langgar UU

Nasional
Tingkatkan Pengamanan Objek Vital Nasional, Pertamina Sepakati Kerja Sama dengan Polri

Tingkatkan Pengamanan Objek Vital Nasional, Pertamina Sepakati Kerja Sama dengan Polri

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Tak Jadi Ajang 'Sapi Perah'

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Tak Jadi Ajang "Sapi Perah"

Nasional
Ganjar Deklarasi Jadi Oposisi, Budiman Sudjatmiko: Kalau Individu Bukan Oposisi, tapi Kritikus

Ganjar Deklarasi Jadi Oposisi, Budiman Sudjatmiko: Kalau Individu Bukan Oposisi, tapi Kritikus

Nasional
Telat Sidang, Hakim MK Kelakar Habis 'Maksiat': Makan, Istirahat, Shalat

Telat Sidang, Hakim MK Kelakar Habis "Maksiat": Makan, Istirahat, Shalat

Nasional
Ditanya Kans Anies-Ahok Duet pada Pilkada DKI, Ganjar: Daftar Dulu Saja

Ditanya Kans Anies-Ahok Duet pada Pilkada DKI, Ganjar: Daftar Dulu Saja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com