KOMPAS.com - Mulutmu harimau. Peribahasa tersebut sangat cocok untuk menggambarkan betapa harus hati-hatinya menjadi narasumber atau juru bicara yang menjawab pertanyaan wartawan atau wawancara media massa. Salah kata, fatal akibatnya.
"Kalau bisa memilih, saya pasti memilih menghadapi investor, sesulit apa pun atau nasabah sebawel apa pun, dibandingkan harus menghadapi wartawan. Saya enggak ngerti harus bicara apa dan bagaimana harus berbicara kepada mereka".
Itu satu contoh curahan hati (curhat) di atas berasal dari seorang direktur bank terkenal. Faktanya, memang, jika Anda saat ini berada dalam hierarki manajemen, divisi komunikasi, maupun juru bicara dalam sebuah institusi publik— seperti dalam curhatan di atas, misalnya direktur bank—, salah satu tantangan dalam pekerjaan Anda pasti bertambah. Sewaktu-waktu, wartawan bisa menghampiri Anda untuk dijadikan narasumber pemberitaan terkait institusi Anda. Itu "pekerjaan tambahan" Anda, kelak!
Tapi, apakah memang wartawan itu makhluk "menakutkan"? Yang bisa "mencium" kegugupan dan betapa groginya seorang narasumber? Apakah memang sesulit itu menghadapi wartawan?
Tidak, kata Feby Siahaan, penulis buku I Can Smell Your Blood: 42 Kesalahan Fatal Pejabat, Top Managers, dan Juru Bicara Ketika Menghadapi Wartawan. Hanya saja, menurut Feby, Anda perlu memahami cara pikir dan keinginan wartawan.
"Wartawan dan media bukanlah public relations pribadi narasumber," lanjut Feby.
Saat datang untuk meliput, wartawan tidak datang dengan tangan kosong. Umumnya mereka sudah memiliki "bayangan" angle artikel yang akan ditulisnya, narasumber yang akan ditanyai, dan pertanyaan yang hendak dilontarkannya.
Menurut mantan wartawan dan pelatih media handling ini, ada tiga kesalahan umum "terparah" yang sering dilakukan narasumber ketika menghadapi wartawan.
"Saya temukan bahwa narasumber, baik itu juru bicara, board of directors, pejabat, atau siapa pun yang menjadi sumber informasi media, memiliki kecenderungan melakukan kesalahan yang sama," jelas mantan wartawan Tempo ini.
Diambil dari 42 kisah dalam buku I Can Smell Your Blood ini, berikut inilah tiga kesalahan yang kerap dibuat para narasumber:
1. Berbicara Terlalu Banyak atau Terlalu Sedikit
Banyak narasumber berpikir bahwa semakin banyak berbicara akan makin banyak ucapannya akan dimuat oleh media. Hal itu dianggap semakin mempermudah pekerjaan si wartawan.
Nah, Anda perlu waspada jika Anda juga memiliki pemikiran "apa pun yang saya bilang, pasti ditulis semua". Itu salah, sangat salah. Semua informasi yang keluar dari bibir narasumber, tentu akan melewati proses "penyaringan" lagi oleh wartawan.
Semakin banyak Anda bicara, malah semakin besar peluang Anda "kebablasan" bicara dan kemudian terperangkap pada blunder pernyataan. Informasi yang menurut Anda "aman-aman saja", bisa jadi, malah akan terus dikorek dan menjadi "umpan" wartawan saat Anda "kelepasan".
Sebaliknya, terlalu sedikit atau pelit berbicara bisa membuat wartawan lebih memilih narasumber lainnya. Hasilnya, Anda gagal dapat publikasi gratis. Padahal, bicara tangkas, lugas, dan to the point tidak ada ruginya.
2. Tergiring dan Emosi
Anda tidak bisa memilih tipe wartawan yang akan mewawancarai Anda. Siapa yang tahu jika Anda kebagian wartawan yang begitu "beringas", yang terus mengorek informasi, mendesak, dan membombardir Anda dengan pertanyaan, baik itu yang relevan maupun tidak.
"Itu hal wajar, apalagi jika bidang pekerjaan Anda termasuk yang ‘basah’ atau maksudnya layak muat atau layak ditayangkan," ujar Feby.
Tapi, meskipun berhadapan dengan wartawan seperti itu, Feby mengingatkan agar Anda jangan lantas sembarang menanggapi, apalagi sampai lepas kendali. Kemarahan atau emosi Anda hanya akan mendapat nilai minus, malahan menjadi "bumbu" bagi sang wartawan menulis dan berkisah.
3. Tidak fokus pada “key message”
Kalau Anda perhatikan, sering sekali wartawan dalam konferensi pers atau doorstop kini langsung mengetik jawaban dari narasumber di gawainya. Masalahnya, seberapa cepat mereka dapat mengetik dalam keterbatasan layar dan tuts kibor ponsel pintarnya?
Nah, jika jawaban Anda melebar ke mana-mana, itu hanya akan memperbesar kemungkinan kesalahan dalam capturing konten atau isi bicara Anda. Jadi, siapkanlah pesan utama alias key message bagi isu yang akan ditanyakan.
Fokuslah menyampaikan pesan utama ini, yang tentu akan diingat sebagai standpoint institusi Anda di kemudian hari. Meskipun dapat diulang-ulang dalam wawancara, sampaikanlah "pesan utama" itu dengan tidak monoton, tapi secara lugas, dan tetap responsif kepada wartawan.
Pertanyannya, apa pentingnya fokus terhadap key message?
Percayalah, dengan cara itulah Anda tidak akan "lengah" maupun mudah "tergiring" pertanyaan bertubi-tubi si wartawan. Dengan pesan utama sebagai pegangan, Anda tak perlu ngalor-ngidul menjawab pertanyaan wartawan.
Sebagai catatan, isi buku ini tidak seseram judulnya yang mencantumkan "daftar kesalahan fatal" Anda, tapi juga banyak tips dan trik media handling praktis yang mudah dipahami oleh semua kalangan. Plus, semakin mudah dipahami karena disertai banyak contoh kasus yang diambil dari kisah nyata.
MARISKA VERGINA/PENERBIT BUKU KOMPAS
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.