JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Badan Pengawas Pemilu RI, Muhammad memuji hasil revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah sebagai langkah maju yang luar biasa.
Pasalnya, kewenangan Bawaslu diperkuat. Bawaslu kini berhak menerima, menilai dan memutus laporan politik uang dalam skala penegakkan hukum administratif.
Ia mencontohkan, saat ada oknum yang memberikan uang kampanye tidak sesuai dengan ketentuan UU. Dalam UU sebelumnya, hal itu masuk ranah pidana pemilu. Kini masalah tersebut bisa dikategorikan pelanggaran administratif.
"Lalu dinilai oleh Bawaslu sampai diputuskan oleh Bawaslu bahwa dia melakukan politik uang. Kemudian sanksi terberatnya adalah diskualifikasi," ujar Muhammad di Gedung Bawaslu, Thamrin, Jakarta, Jumat (3/6/2016).
"Saya kira ini langkah maju sambil terus mendorong Sentragakumdu," sambung dia.
(baca: Bawaslu Pelajari UU Pilkada)
Kasus lain adalah jika pada penegakkan hukum administratif oknum tersebut diputuskan terbukti melakukan politik uang, maka akan didiskualifikasi.
Jika dalam penegakan pidana pemilu dikatakan tak terbukti melanggar pidana, maka yang akan digunakan adalah rekomendasi atau putusan Bawaslu.
"Kalau terbukti politik uang, bukan lagi proses pengadilan satu-satunya cara menegakkan hukum. Tapi pengadilan administratif oleh Bawaslu dan Panwaslu. Itu yang paling luar biasa," tuturnya.
Adapun pada UU Pilkada sebelumnya, politik uang masuk ke dalam kategori pidana pemilu yang harus diselesaikan melalui mekanisme Sentragakumdu. Di dalamnya terdiri dari penyidik Kepolisian dan penuntut Kejaksaan bersama dengan Pengawas Pemilu.
Namun, saat itu Sentragakumdu dinilai belum terlalu efektif karena hanya sebagian kecil dari kasus politik uang yang bisa dilanjutkan ke tingkat pengadilan.