1 Juni 2016, Presiden Jokowi menorehkan sejarah baru. Pemerintah menetapkan secara resmi 1 Juni sebagai hari kelahiran Pancasila merujuk pada pidato Bung Karno di sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUKI) pada tanggal yang sama tahun 1945. Dalam sidang itu kata “Pancasila” disebut pertama kali.
Pengumuman 1 Juni sebagai hari kelahiran Pancasila dan ditetapkan sebagai hari libur nasional disampaikan Jokowi dalam peringatan pidato Bung Karno 1 Juni 1945 di Bandung, Jawa Barat, Rabu (1/6/2016). Dengan penetapan ini, selesailah perdebatan soal tanggal kelahiran itu jatuh pada 1 Juni, 22 Juni, atau 18 Agustus.
Sementara di Jakarta, pada hari yang sama, sekelompok purnawirawan TNI bersama sejumlah ormas menggelar simposium dengan tajuk, “Mengamankan pancasila dari ancaman kebangkitan Partai Komunis Indonesia dan ideologi lain.”. Simposium akan berlangsung hingga 2 Juni.
Front Pembela Islam (FPI), salah satu ormas pendukung simposium, memberikan menyatakan akan mengepung Istana Negara pada Jumat (3/6/2016). FPI ingin mendesak Jokowi agar tak meminta maaf terkait peristiwa 1965 dan meminta pemerintah untuk mengamankan Pancasila serta menolak kebangkitan PKI.
Ketua Simposium Pancasila, kita sebut saja demikian, Letjen (Purn) Kiki Syahnakri menyatakan, simposium yang digelar di Balai Kartini tersebut merupakan reaksi atas Simposium Tragedi 1965 yang digelar sebelumnya yang diprakarsai antara lain oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Jenderal (Purn) Luhut Panjaitan dan Gubernur Lemhanas Letjen (Purn) Agus Widjojo.
Mereka yang berada di balik Simposium Pancasila menuding, Simposium Tragedi 1965 adalah tanda-tanda bangkitnya PKI.
Kiki mengatakan, hampir 100 persen purnawirawan TNI sepakat untuk menolak rekomendasi Simposium Tragedi 1965 di Hotel Aryaduta. Menurut dia, simposium di Aryaduta yang menghadirkan sejumlah korban 65 dan kalangan lembaga swadaya masyarakat hanya ingin memutarbalikan sejarah tentang sepak terjang PKI di Indonesia. Simposium Pancasila juga mendapat dukungan dari Menteri Pertahanan Jenderal (Purn) Ryamizard Ryacudu.
"Purnawirawan kan juga manusia, wajar dong kalau ada yang punya pendapat berbeda," ujar Kiki saat diwawancarai di Balai Kartini, Jakarta Selatan, Rabu (1/6/2016).
Di hari kelahiran Pancasila yang ditetapkan secara resmi oleh pemerintah, dua kelompok pensiunan jenderal tentara terang benderang, centang perentang, “berseteru” di ruang publik kita. Pokok “pertikaiannya” adalah soal PKI.
PKI ancaman?
Pertanyaannya kemudian, apakah betul PKI adalah ancaman paling nyata saat ini atas Pancasila? Atau, persoalan PKI yang menyeruak dan mencederai akal sehat kita ternyata adalah semata-mata persoalan "amarah" para mantan tentara itu?
Tentang pertanyaan pertama. Survei yang dilakukan Litbang Harian Kompas yang dipublikasikan pada 31 Mei 2016 mendapatkan, penerimaan Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara mencapai tingkat yang sangat mapan. Kini, praktis tak lagi ada gugatan publik atas isi lima sila Pancasila.
Hampir semua responden (95,1 persen) menyatakan, Pancasila adalah dasar negara terbaik bagi Indonesia. Bahkan, hampir 100 persen responden menyatakan, keberadaan Pancasila sebagai dasar negara yang harus dipertahankan. Tak hanya itu, pengamalan Pancasila juga dipandang sebagai ”obat penawar” atas berbagai persoalan bangsa.
Sejarah panjang Orde Baru mengajarkan pada bangsa ini bahwa penolakan atas Pancasila bukan karena masyarakat Indonesia banyak yang menganut paham komunis, tapi karena Pancasila dijadikan alat represi yang sistematis, terstruktur, dan masif.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.