Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemberian Gelar Pahlawan Soeharto Dikhawatirkan Hapus Kejahatan HAM Orde Baru

Kompas.com - 24/05/2016, 15:40 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) dan keluarga korban pelanggaran HAM menolak gelar pahlawan nasional diberikan kepada Presiden kedua RI Soeharto.

Menurut Wakil Koordinator Bidang Advokasi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Yati Andriyani, pemberian gelar tersebut adalah tindakan yang tidak tepat dan bertentangan dengan konteks keadilan.

Yati mengatakan, pada hakikatnya, gelar pahlawan merupakan bentuk penghormatan terhadap warga negara yang berjasa dan memberikan hidupnya bagi bangsa dan negara.

Seseorang layak diberikan gelar pahlawan apabila dalam hidupnya tidak pernah melakukan perbuatan tercela yang merusak nilai perjuangan.

"Soeharto adalah sosok yang kontroversial. Mengutip kalimat Gus Dur, Soeharto itu jasanya besar, tetapi dosanya juga besar," ujar Yati saat memberikan keterangan pers di kantor Kontras, Jakarta Pusat, Selasa (24/5/2016).

Yati menjelaskan, pada era pemerintahan Soeharto, pers dibatasi dan diberedel. Selain itu, menurut catatan Kontras, Soeharto bertanggung jawab atas berbagai peristiwa pelanggaran HAM dan tindak pidana korupsi.

Mahkamah Agung dalam putusan Nomor 140/PK/Pdt/205 juga telah menyatakan Yayasan Supersemar milik Soeharto telah melakukan perbuatan melawan hukum dan wajib membayar uang sebesar Rp 4,4 triliun kepada Pemerintah RI.

Soeharto, kata Yati, tidak pernah dipidana bukan karena terbukti tidak bersalah, tetapi dideponir karena kondisi kesehatan yang memburuk.

Namun, menurut Yati, hal tersebut tidak menghilangkan fakta adanya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme semasa Soeharto menjadi presiden sebagaimana disebutkan dalam Tap MPR XI/1998 yang mendorong dilakukannya pengadilan bagi Soeharto dan kroninya.

(Baca: Masinton Nilai Gelar Pahlawan untuk Soeharto Terganjal Tap MPR)

"Oleh karena itu, dengan situasi di mana negara absen dalam menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM pada masa rezim Soeharto, pemberian gelar pahlawan terhadap Soeharto dapat memberikan pemutihan atau pengampunan secara ilegal terhadap segala bentuk kejahatan negara yang terjadi," ucap Yati.

Wacana pemberian gelar pahlawan nasional bagi Soeharto sesungguhnya telah muncul beberapa kali.

Pertama pada 2010 ketika namanya lolos sebagai calon penerima gelar pahlawan dari wilayah Jawa Tengah oleh Kementerian Sosial.

Kemudian pada tahun 2014, capres Prabowo Subianto kala itu berjanji memberikan gelar pahlawan kepada Soeharto seandainya ia terpilih sebagai presiden.

Terakhir, Munaslub Partai Golkar mengusulkan agar Presiden kedua RI Soeharto menjadi pahlawan nasional. 

Kompas TV Pro Kontra Gelar Pahlawan Nasional Kepada Soeharto
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com