Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengembalikan Mahkota yang Hilang

Kompas.com - 24/05/2016, 05:20 WIB

Pada saat kita mengetahui bahwa seseorang yang kita kenal memiliki potensi, kita akan memberikan rekomendasi agar seseorang dapat menduduki jabatan sesuatu. Bukankah sistem rekomendasi adalah hal yang biasa lakukan?

Akan tetapi, hal penting yang kita tidak boleh lupa bahwa sistem etika yang dimiliki Ketua MK berbeda dengan sistem etika yang—katakanlah—saya miliki.

Hal-hal yang dapat saya dapat lakukan sebagai warga negara biasa tidak akan dapat dilakukan Ketua MK karena jabatan dan tanggung jawab yang dimilikinya.

Apalagi MK menyatakan dirinya sebagai penjaga konstitusi, tetapi pimpinan MK memiliki standar etika melebihi kita semua.

Semakin kelabu

Putusan Dewan Etika menambah kelam kelabunya lembaga yudisial kita. Masih segar dalam ingatan kita tertangkapnya panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan pencekalan terhadap Sekretaris Jenderal Mahkamah Agung. Dunia peradilan semakin menuju kekelamannya.

MK yang diharapkan dapat memberikan satu kebanggaan kepada para pencari keadilan juga tidak lepas dari permasalahan etika.

Sejak kasus etika Akil Mochtar pada 2012, Arsyad Sanusi, tertangkap tangan Akil Mochtar dan berbagai laporan yang disampaikan masyarakat kepada Dewan Etik, seharusnya MK mulai berkaca: apakah MK masih menjaga mahkota keadilan yang selama ini dipercayakan kepada para hakim konstitusi?

Ketua MK Arief Hidayat memiliki kesempatan untuk mengembalikan mahkota lembaga yudisial yang makin hari makin hilang sinarnya. Kesempatan tersebut telah tercoreng dengan putusan Dewan Etik.

Meskipun berbagai pihak menyatakan bahwa Arief Hidayat tidak perlu mundur sebagai hakim konstitusi, tetapi perlu dipertimbangkan apakah Arief Hidayat masih memiliki marwah untuk menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi?

Tulisan ini tidak bertujuan untuk mempersolkan lebih jauh sanksi yang diberikan Dewan Etik kepada Ketua MK.

Saya hanya ingin mengetuk hati nurani Profesor Arief Hidayat untuk melihat masa depan dunia peradilan di Indonesia.

Apabila ada kesempatan untuk menegakkan sistem etika yang semakin luntur dan bertindak kesatria untuk turun dari takhta demi kepentingan masa depan hukum Indonesia, tidakkah seharusnya kesempatan itu dipergunakan? Sayang sekali, kesempatan berharga tersebut dilepaskan begitu saja.

Fritz Siregar, Pengajar pada Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Klaim Program Bantuan Pompa Sudah Mampu Menambah Hasil Panen Padi

Jokowi Klaim Program Bantuan Pompa Sudah Mampu Menambah Hasil Panen Padi

Nasional
Soal Izin Usaha Tambang Ormas Keagamaan, Pimpinan Komisi VII Ingatkan Prinsip Kehati-hatian dan Kepatutan

Soal Izin Usaha Tambang Ormas Keagamaan, Pimpinan Komisi VII Ingatkan Prinsip Kehati-hatian dan Kepatutan

Nasional
Jokowi Pastikan Beras Bansos Berkualitas Premium, Tak Berwarna Kuning dan Hitam

Jokowi Pastikan Beras Bansos Berkualitas Premium, Tak Berwarna Kuning dan Hitam

Nasional
Minta Pemerintah Tetapkan Jadwal Pelantikan Kepala Daerah, Ketua KPU: Kalau Tak Ada, Bakal Repot

Minta Pemerintah Tetapkan Jadwal Pelantikan Kepala Daerah, Ketua KPU: Kalau Tak Ada, Bakal Repot

Nasional
Terima Kunjungan Delegasi Jepang, Kepala BNPT Perkenalkan Program Deradikalisasi

Terima Kunjungan Delegasi Jepang, Kepala BNPT Perkenalkan Program Deradikalisasi

Nasional
Mutasi Polri, Brigjen Suyudi Ario Seto Jadi Kapolda Banten, Brigjen Whisnu Hermawan Jadi Kapolda Sumut

Mutasi Polri, Brigjen Suyudi Ario Seto Jadi Kapolda Banten, Brigjen Whisnu Hermawan Jadi Kapolda Sumut

Nasional
Pakar Hukum Minta Bandar Judi Online Dijerat TPPU

Pakar Hukum Minta Bandar Judi Online Dijerat TPPU

Nasional
Pemerintah Tak Bayar Tebusan ke Peretas PDN, Data Kementerian/Lembaga Dibiarkan Hilang

Pemerintah Tak Bayar Tebusan ke Peretas PDN, Data Kementerian/Lembaga Dibiarkan Hilang

Nasional
Pimpinan Komisi VII Wanti-wanti Pengelolaan Tambang Ormas Rentan Ditunggangi Konglomerat

Pimpinan Komisi VII Wanti-wanti Pengelolaan Tambang Ormas Rentan Ditunggangi Konglomerat

Nasional
745 Personel Polri Dimutasi, Kadiv Propam Irjen Syahardiantono Naik Jadi Kabaintelkam

745 Personel Polri Dimutasi, Kadiv Propam Irjen Syahardiantono Naik Jadi Kabaintelkam

Nasional
Pesan Panglima TNI untuk Pilkada 2024: Jika Situasi Mendesak, Tugas Prajurit Melumpuhkan, Bukan Mematikan

Pesan Panglima TNI untuk Pilkada 2024: Jika Situasi Mendesak, Tugas Prajurit Melumpuhkan, Bukan Mematikan

Nasional
Pemerintah Akui Tak Bisa Pulihkan Data Kementerian/Lembaga Terdampak Peretasan PDN

Pemerintah Akui Tak Bisa Pulihkan Data Kementerian/Lembaga Terdampak Peretasan PDN

Nasional
Pilkada 2024, TNI Siapkan Personel Cadangan dan Alutsista jika Situasi Mendesak

Pilkada 2024, TNI Siapkan Personel Cadangan dan Alutsista jika Situasi Mendesak

Nasional
Soal Anggota Dewan Main Judi Online, Johan Budi: Bukan Lagi Sekadar Kode Etik, tapi Sudah Pidana

Soal Anggota Dewan Main Judi Online, Johan Budi: Bukan Lagi Sekadar Kode Etik, tapi Sudah Pidana

Nasional
Belum Ada Pendaftar di Hari Pertama Pendaftaran Capim dan Dewas KPK

Belum Ada Pendaftar di Hari Pertama Pendaftaran Capim dan Dewas KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com